Tata Cara Salat Saat Dalam Perjalanan Jauh Menurut Syariat Islam

27 Mar 2025 21:44 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi salat. (Foto: Freepik) .

Penulis: Rizal Amril

Editor: Rizal Amril

Dalam Islam, terdapat kemudahan untuk melaksanakan tata cara salat saat sedang dalam perjalanan jauh, seperti mudik.

Kemudahan dalam ibadah ini disebut sebagai rukhsah, yakni keringanan yang diberikan Allah Swt. untuk umat-Nya untuk beribadah dengan berbagai kondisi.

Terlebih karena salat merupakan ibadah wajib dalam Islam, maka selama masih memungkinkan, salat harus dilakukan ketika telah masuk waktunya.

Bahkan, menukil NU Online, dalam diskursus fiqih, kewajiban salat bagi seorang mukallaf tidak dapat gugur selama masih memiliki akal yang memadai.

Hal tersebut sebagaimana dijelaskan oleh pakar fiqih Suriah, Syekh Dr Wahbah Az-Zuhaili dalam ensiklopedi fiqihnya sebagai berikut:

وَلاَ تَسْقُطُ الْصَّلاَةُ حِيْنَئِذٍ عَنِ الْمُكَلَّفِ، مَا دَامَ عَقْلُهُ ثَابِتًا، لِقُدْرَتِهِ عَلَى أَنْ يَنْوِيَ بِقَلْبِهِ، مَعَ الْإِيْمَاءِ بِطَرْفِهِ أَوْ بِدُوْنِهِ، وَلِعُمُوْمِ أَدِلَّةِ وُجُوْبِ الْصَّلاَةِ

Artinya: “Dan kewajiban salat ini tidak bisa gugur dari seorang mukallaf selama akalnya masih berfungsi, sebab ia masih mampu untuk berniat dengan hatinya, disertai memberikan isyarat dengan anggota tubuh atau selainnya. Juga karena keumuman dalil wajibnya salat.” (Wahbah bin Mustafa Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, [Damaskus: Dar Al-Fikr Al-Mu’ashir], juz II, halaman 830).

Asas melaksanakan salat ketika berpergian jauh

Sebenarnya, jika masih memungkinkan untuk melaksanakan salat secara sempurna, maka teknis pelaksanaannya harus dilakukan secara sempurna.

Hal tersebut dimaksudkan bahwa meskipun tengah berpergian, jika masih mungkin melaksanakan salat dengan diawali wudu, menghadap kiblat, melakukan rukuk, sujud, dan lainnya, maka lakukanlah dengan sempurna.

Akan tetapi, rukun salat tersebut dapat dilakukan semampunya (dalam arti tidak sempurna) jika memang situasi tidak memungkinkan.

Hal tersebut dijelaskan, misalnya, dalam Al-Majmu' Syarhul Muhaddzab yang ditulis Syafaruddin Yahya An-Nawawi sebagai berikut:

قَالَ أَصْحَابُنَا وَلَوْ حَضَرَتْ الصَّلاةُ الْمَكْتُوبَةُ وَهُمْ سَائِرُونَ وَخَافَ لَوْ نَزَلَ لِيُصَلِّيَهَا عَلَى الأَرْضِ إلَى الْقِبْلَةِ انْقِطَاعًا عَنْ رُفْقَتِهِ أَوْ خَافَ عَلَى نَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ لَمْ يَجُزْ تَرْكُ الصَّلاةِ وَإِخْرَاجُهَا عَنْ وَقْتِهَا بَلْ يُصَلِّيهَا عَلَى الدَّابَّةِ لِحُرْمَةِ الْوَقْتِ وَتَجِبُ الإِعَادَةُ لأَنَّهُ عُذْرٌ نَادِرٌ

Artinya: “Ashab Syafi’i berkata, apabila waktu pelaksanaan salat fardu telah tiba sedangkan musafir dalam kondisi perjalanan, dan khawatir bila turun untuk shalat dengan menghadap kiblat tertinggal oleh rombongannya, khawatir terhadap keselamatan​​​​​ dirinya atau hartanya, maka dia tidak diperkenankan meninggalkan salat dan mengeluarkan salat dari waktunya. Bahkan, ia harus melaksanakan salat di atas kendaraan li hurmatil waqti (dalam rangka menghormati waktu), dan wajib baginya untuk i’adah (mengulang kembali salatnya) karena termasuk kategori uzur yang jarang terjadi.” (Syarafuddin Yahya An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab, [Beirut: Dar Al-Fikr], juz III, hal. 242).

Dalam penjelasan Syafaruddin Yahya An-Nawawi tersebut, dijelaskan bahwa jika memang di tengah perjalanan kita perlu melaksanakan salat yang tidak dapat dijamak (seperti Subuh) dan tidak memungkinkan untuk berhenti sejenak untuk salat, maka seorang muslim diharuskan tetap salat di atas kendaraan.

Salat di atas kendaraan tersebut merupakan salat li hurmatil waqti, yakni salat yang dikerjakan karena menghormati masuknya waktu salat fardu.

Nantinya, setelah situasi telah memungkinkan, seorang muslim kemudian diwajibkan untuk melakkan i'adah, yakni mengulangi kembali salat yang tidak sempurna dengan tata cara yang sempurna.

Lantas, bagaimana teknis pelaksanaan salat ketika dalam perjalanan jauh dan tidak memungkinkan untuk dikerjakan secara sempurna?

Tata cara salat di atas kendaraan

Ketika dalam perjalanan dan tidak memungkinkan berhenti sejenak untuk salat di atas tanah (seperti dalam perjalanan laut, di dalam kereta, atau pesawat), maka rukun salat boleh dikerjakan secara tidak sempurna.

Kemudahan ini dilakukan dengan tidak mengharuskan berdiri, rukuk, dan sujud sebagaimana biasanya, serta tidak mengharuskan salat menghadap kiblat.

Berikut tata cara salat di atas kendaraan:

  1. Niat salat sebagaimana biasanya.

  2. Takbiratulihram sambil duduk di kursi.

  3. Tangan bersedekap, lalu membaca doa sebagaimana biasanya.

  4. Rukuk dengan isyarat berupa badan dicondongkan sebagian ke arah depan.

  5. Sujud dengan isyarat berupa badan yang dicondongkan lebih ke bawah dari rukuk.

  6. Mengulangi rukun salat di atas dan kemudian duduk tasyahud.

  7. Menutup salat dengan salam sebagaimana biasanya.

Demikian tata cara salat di atas kendaraan jika memang tidak memungkinkan untuk melaksanakannya secara sempurna.

Setelah melaksanakan salat yang tidak sempurna karena perjalanan tersebut, seorang muslim harus mengganti salat tersebut dengan tata cara yang sempurna setelah situasi memungkinkan.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER