27 Oktober 2022 16:10 WIB
Penulis: Ani Mardatila
Editor: Akbar Wijaya
Toko-toko buku yang menghidupkan kota, kini kian meredup.
Toko buku kian menghilang di sebagian wilayah Jepang. Ada hampir sepertiga toko buku yang tutup dalam satu dekade terakhir.
Japan Publishing Organization for Information Infrastructure Development menyebut saat ini terdapat 11.952 toko buku di Jepang, turun sekitar 30% dari 16.722 pada tahun 2012.
Penurunan populasi dan penyebaran internet diklaim sebagai penyebab kombinasi turunnya penjualan buku yang berujung kebangkrutan toko.
Negeri Sakura itu memang telah lama mengalami persoalan penurunan angka kelahiran. Menurut data kependudukan kementerian tahun 2021 yang dirilis pada Juni 2022, jumlah kelahiran pada tahun tersebut mencapai 811.604, terendah sejak survei dimulai pada 1899 seperti yang ditulis Japan Times.
Salah satu toko buku besar, Takashima Shobo, yang telah berdiri sejak 72 tahun di Kota Koriyama misalnya, mesti beradaptasi dengan berkurangnya pembeli.
“Toko tersebut hanya menyumbang sekitar 10% dari total penjualan,” kata Mizuo Takashima (67), si pemilik toko.
“Sembilan puluh persen keuntungan berasal dari pengiriman ke perpustakaan sekolah dan perpustakaan umum,” lanjutnya.
Untuk mempertahankan bisnisnya, Takashima memang mengunjungi perusahaan dan sekolah di kota untuk memasarkan layanan pengiriman bukunya, sementara pegawai paruh waktu menjaga toko.
Kotamadya yang mengoperasikan perpustakaan dan sekolah dapat sangat membantu toko buku kecil jika mereka membeli buku dan publikasi lainnya dari toko buku lokal, alih-alih mengambil pemasok dari Tokyo dan kota-kota lain, jelas Takashima.
Adaptasi Takashima Shobo terbukti bisa membuatnya bertahan, sayangnya hal itu belum tentu bisa dilakukan di toko buku di kota lain.
Di Kota Tateyama, satu-satunya toko buku tutup pada 2015, mulai Januari tahun ini mencoba mencari operator baru yang siap dibuka di kota tersebut. Ini karena “banyak penduduk kota mengatakan bahwa toko buku sangat penting untuk membuat kota menjadi hidup,” ungkap seorang pejabat kota tersebut.
Di sisi lain, seseorang yang berpengalaman dengan toko yang bangkrut mengatakan bahwa buku-buku “tidak terjual” karena populasi kota yang menurun. “Bahkan jika toko buku baru dibuka, saya pikir itu masih akan sulit,” katanya.
Laba kotor toko buku di Jepang dikatakan sekitar 20% setelah membayar sisa penjualannya kepada penerbit dan agen distribusi.
Seiring dengan populasi yang menurun dan pembaca buku yang lebih sedikit dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan toko serba ada yang menjual majalah memberi tekanan tambahan pada toko buku. Selain itu dampak negatif dari ketersediaan e-book dan belanja online juga kian mendesak.
Tidak hanya di daerah pedesaan tetapi bahkan di Tokyo, jumlah toko buku telah menurun sekitar 30% selama dekade terakhir.
Penurunan toko buku yang terus berlanjut juga bukan pertanda baik bagi pembaca buku, kata Kazuyuki Ishii, Direktur Eksekutif Federasi Toko Buku Jepang.
“Karena berkurangnya jumlah toko buku, ada kemungkinan besar bahwa populasi membaca akan turun, memicu lingkaran setan. Waktunya telah tiba bagi seluruh industri penerbitan untuk bergandengan tangan dan memikirkan tindakan pencegahan,” kata Ishii.
KOMENTAR
Latest Comment