Wawancara Jubir TPNPB-OPM Soal Penyanderaan Pilot Susi Air: Kami Bukan Baru Berjuang, Kami Sudah Belajar Banyak

7 Maret 2023 10:03 WIB

Narasi TV

Kapten Philip Mark Mehrtens bersama Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)-Organisasi Papua Merdeka (OPM)/ Sebby Sambom

Penulis: Rahma Arifa

Editor: Akbar Wijaya

Penyanderaan pilot pesawat Susi Air Kapten Philip Mark Mehrtens oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)-Organisasi Papua Merdeka (OPM) sudah genap sebulan sejak insiden pembakaran  pesawat di Bandara Paro, Nduga, Papua pada Selasa 7 Februari 2023 lalu.

Komandan Satgas Damai Cartenz 2023 Kombes Pol. Faizal Rahmadani mengakui belum mendapat titik terang mengenai keberadaan Mehrtens. Namun Satgas Damai Cartenz 2023 terus melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, dan pemda setempat sebagai upaya membebaskan Pilot Philip dari penyaderaan.

Upacara pencarian terus dilakukan dan diperluas hingga ke Kabupaten Lanny Jaya.

"Pencarian saat ini dilakukan hingga ke Kabupaten Lanny Jaya karena Egianus Kogoya dan kelompoknya sudah meninggalkan Paro, Kabupaten Nduga," kata Faizal dikutip Antara, Senin (7/3/2023).

Faizal yang juga menjabat Dirkrimum Polda Papua mengatakan tidak ada batas waktu untuk melakukan pencarian dan penyelamatan pilot berkebangsaan Selandia Baru ini.
 
Kami mewawancarai juru bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom untuk mencari tahu tentang bagaimana komunikasi antara mereka dengan Pemerintah Indonesia sejauh ini, pendekatan apa yang mereka harapkan dari pemerintah Indonesia, bagaimana mereka melihat konflik di Papua yang terus mengorbankan warga sipil, dan sejauh apa upaya pembagunan pemerintah di Papua bisa menjadi jalan penyelesaian konflik.

Berikut wawancara kami dengannya.
 
Apa alasan TPNPB-OPM menjadikan pilot Susi Air Kapten Philip Mark Merthens sebagai sasaran penyanderaan?
 
Itu tidak sasaran. Siapa saja yang masuk jadi sasaran. Tapi kebetulan dia yang masuk. Jadi TPNPB ambil dia duluan.
 
Mengapa harus menempuh jalan penyanderaan?

Kami sudah bilang. Duduk di meja perundingan. Itu sudah cukup. Bicarakan masalah Papua. Kesalahan PBB, UN’s failure on the implementation of Papuan’s rights to semination. Itu UN terlibat dan mereka gagal. Dan mereka serahkan orang Papua ke Indonesia seperti binatang. Makanya Indonesia bunuh kami selama 60 tahun, satu juta orang lebih mati.

Kami itu bukan baru berjuang, tidak. Kami sudah belajar banyak.

Sejauh ini bagaimana komunikasi antara TPNPB-OPM dengan Pemerintah Indonesia terkait pembebasan Kapten Philip Mark Merthens?

Belum. Kami [Markas pusat TPNPB-OPM] belum terima kabar dari pemerintah Indonesia.

Kami kan punya komando, komando nasional. Punya struktur. Struktur dengan Panglima Tertinggi Jendral Goliat Tabuni, Wakil Panglima Letjen Gabriel Melkizedek Awom, Kepala Staf Umum Mayor Terianus Sato, Komandan Operasi Mayjen Lekagak Telenggen, dan Juru Bicara Sebby Sambom.

Kami [markas pusat] yang punya kewenangan untuk bisa bernegosiasi, bukan pasukan di lapangan. Karena anda mau ketemu pasukan di lapangan? Tidak akan ketemu titik temunya. (Jika) mereka tidak mau komunikasi dengan kami, mereka akan sia-sia. Justru kalau mereka paksakan masuk itu bisa korbankan pilot dan dunia akan salahkan Indonesia.

Bagaimana tanggapan  TPNPB-OPM apabila pemerintah menempuh operasi militer untuk membebaskan Kapten Philip Mark Merthens dari penyanderaan?

Mereka [pemerintah?] kan ngotot operasi militer. Tetapi saya baru minta tidak boleh.

Mahfud MD itu, apa yang saya biasa bilang orang paranoia. Orang klaim professor tapi kemampuan analsisnya rendah. Dia anggap itu gampang itu, orang-orang begitu. Orang itu. Jadi dia punya pidato-pidato itu semua tidak bermakna. 

Karena kami sudah bilang, sandera bargaining-nya di atas, kita taruh, (yaitu) Papua merdeka. Jadi negosiasikan dengan manajemen markas pusat. Seperti yang saya jelaskan.

Kami punya sayap diplomat namanya Diplomatic Council itu basisnya di Australia. Itu dipimpin oleh Akouboo Amatus Douw. Kita sudah mengirim surat ke PBB. Semua lembaga kami kirim. Palang Merah Internasional, Komite Dewan Keamanan PBB, itu sudah kami kirim semua.

Apakah upaya negosiasi melalui tokoh masyarakat seperti yang disampaikan pemerintah bisa jadi solusi dalam kasus penyanderaan ini?

Tidak akan. Sia-sia. Menjaring angin. Duduk di meja perundingan. Indonesia itu kan musuh. Musuh itu harus ketemu di meja perundingan. Tidak bisa di lapangan.

Tokoh gereja, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, tokoh adat. Itu menyaring angin atau justru mereka akan korbankan orang itu. TPNPB bisa tembak orang-orang itu. Berani masuk (wilayah sandera) TPNPB, nanti ditembak itu.

Mereka [tokoh masyarakat] punya kapasitas apa dalam organisasi kami? Mereka tidak punya pengaruh sama sekali. Kami punya organisasi yang berjuang. Mereka bukan tempatnya.

TNI/Polri ingin semuanya cepat-cepat, kaki bebaskan agar Selandia Baru akui kami. Kami paham permainan Jakarta seperti itu. Supaya isu ini tidak mendunia. Tapi kami tidak sebodoh itu. Kami sudah paham permainan itu.

Ini bukan tahun 1996 yang Prabowo (melakukan) operasi militer, tembak masyarakat kiri kanan, itu bukan. Pakai Palang Merah Internasional itu bukan. Ini zaman modern yang semua markas (TPNPB) punya satelit wifi system. Mereka akan mengirim laporan kapan saja. Ini zaman teknologi. Tidak bisa sembunyikan.

Dulu kan 1996, sandera itu Silas yang bikin. Silas itu papanya Egianus. Jadi Silas bikin [perjanjian] sandera itu hanya sepihak. Indonesia yang menyiapkan (perjanjian).

Kepentingan mereka saja. Kepentingan kami kan tidak ada. Karena zaman itu tidak ada tekonologi macam sekarang. Sekarang beda. Persenjataan juga beda di TPNPB. Kami sudah perintahkan TPNPB dari wilayah Puncak Jaya, Puncak Papua, semua pergi perkuat untuk bantu Egianus perang di sana. Jadi pasukan TPNPB juga sudah siap siaga.

Apakah aksi sandera ini terinspirasi dari peristiwa penyanderaan Mapenduma?

Ini bukan terinspirasi. Ini alamiah. Karena yang di Mapenduma itu papanya Egianus Kogoya. Silas Elmin Kogoya. Sekarang anaknya. Jadi ini alamiah terjadi.

Dan waktu itu (peristiwa Mapenduma) belum ada media (teknologi). Makanya Prabowo itu sombong. Bawa masuk Palang Merah, baru tembak masyarakat. Itu tidak sama dengan sekarang. Sekarang kami semua kontrol pakai media di lapangan. Begitu.

Pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah upaya pembangunan di Papua, mengapa TPNPB-OPM tidak melihat ini sebagai pendekatan baru mengakhiri konflik?

Kami tidak butuh yang begitu. Itu kami merdeka kami juga bisa bangun. Karena kita punya emas, perak, gas bumi, minyak bumi. Banyak. Masih ada.

Merdeka itu hak mutlak untuk bangsa Papua berdiri sendiri. Belanda sudah membentuk Nieuw-Guinea Raad 5 April 1961, Dewan Parleman, kabinet semua lengkap.

Kabinet itu yang menyusun semua undang-undang negara, dan diumumkan 1 Desember 1961. Itukan sudah sah. Sesuai dengan hak dari PBB untuk memberikan kemerdekaan kepada semua negara jajahan. Jadi yang Indonesia ini kan merampas hak kami. Maka kita kembali duduk ke meja perundingan dan kami bicara kesana, bawa ke pengadilan. Siapa yang menang nanti.

Merdeka itu kan hak asasi manusia. Hak mutlak setiap manusia. Setiap bangsa. Setiap bangsa mempunyai hak untuk kemerdekaan. Tidak bisa dirampas oleh bangsa lain. Sudah jelas kan.

Perundingan seperti apa yang diinginkan TPNPB-OPM?

Kami sudah ajukan ke PBB mediasi kami untuk duduk bersama, Indonesia dan Selandia Baru dan kami (TPNPB-OPM). Karena mereka (Indonesia) kepala batu kami bisa juga bawa mereka ke pengadilan internasional karena TPNPB itu punya kuasa hukum. Kita punya firma kuasa hukum. Kuasa hukum kami mantan hakim pengadilan tinggi Internasional. Dan sekarang hakim untuk negara Inggris.

Kami siap. Kami bisa bawa Indonesia dan Selandia Baru (ke pengadilan internasional). Karena Selandia Baru mendukung Indonesia dalam persenjataan dan melatih untuk membunuh Orang Asli Papua selama 60 tahun. Kami tidak main-main.

Tanpa ada mediasi internasional, TPNPB tidak akan memenuhi apa pun permintaan Pemerintah Indonesia?

Tidak ada (opsi lain). Kami akan sandera pesawat satu lagi. Pilot ini kami bawa, pindah kabupaten atau yang lain. Kami akan bikin. Kami sudah perintahkan pada Egianus. Dengar, pilot kami ini sudah pegang yang punya skill.

Kami sudah kirim surat ke Sekjen PBB untuk mencari tim mediator yang biasa menjadi mediator macam Timor Leste, Aceh, begitu.

Panglima TNI menyebut TPNPB-OPM tak ubahnya kelompok preman yang melakukan pemerasan dan perampasan, bagaimana tanggapannya?

Sudahlah. Namanya itu bahasa kolonial. Tidak mungkin. Biasa itu mereka (pemerintah) menipu rakyat Indonesia. Supaya rakyat Indonesia menganggap ‘oh mereka memang tidak baik’, begitu. Itu tidak benar.

Tentara, polisi itu kan tukang tipu. Pembohong.

Aksi-aksi TPNPB dikritik karena banyak memakan korban warga sipil. Mengapa kalian menyasar warga sipil?

Indonesia membunuh orang asli Papua, satu juta lebih penduduk asli Papua, selama 60 tahun. Itu bukan kejahatan? Kami tidak akan dengar siapapun. Karena kami sudah menderita. Banyak orang dibunuh oleh TNI-Polri. Yang teroris itu TNI-Polri. Mutilasi, penculikan, pemerkosaan, penghilangan paksa. 60 tahun. Satu juta lebih penduduk asli Papua sudah mati ditangan TNI-Polri. Itu bukan kejahatan? 

TPNPB kan berdiri karena kejahatan TNI-Polri dan TPNPB membendung dan berorganisir diri untuk melawan. Kita itu bahasa hukumnya self-defense. Jadi dari sisi self-defense ini kami bisa menang di pengadilan.

Kami tidak bisa dikalahkan. Jadi Jakarta begitu harap kasih kalah kami di pengadilan, tidak. Fungsi self-defense, membela diri, ini yang kami lakukan. Kami tidak peduli, karena Indonesia telah membunuh kami satu juta lebih penduduk asli Papua selama 60 tahun.

Kita bunuh hanya sedikit.

Adakah opsi lain selain merdeka?

Opsi lain kami tidak butuh. Indonesia kan masuk ilegal. Illegal occupation of West Papua. Dengan cara yang curang.

Penyerahan administrasi dari Belanda ke Indonesia, 1 Mei 1963, dan 15 Agustus 1961 itu merupakan pelanggaran pertama. Perjanjian itu hanya Belanda dan Indonesia atas mediasi Amerika. Sementara kami Orang Asli Papua tidak dilibatkan. Itu kan lucu orang-orang ini. Jadi banyak kejanggalan ini. Kita bisa bawa Indonesia ke Mahkamah Internasional. Begitu. Kami punya hak untuk merdeka. Untuk apa Indonesia merampas hak kami untuk merdeka.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR