Wawancara Khusus Kepala LKPP Hendrar Prihadi: Mending Biasa-Biasa tapi Loyal daripada Pintar Tidak Loyal

6 Apr 2023 01:04 WIB

thumbnail-article

Presiden Joko Widodo (kiri) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kanan) bersama Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Hendrar Prihadi (tengah) bersiapa memberikan keterangan kepada wartawan usai pelantikan Kepala LKPP di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/10/2022). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww/pri.

Penulis: Rahma Arifa

Editor: Akbar Wijaya

Hendrar Prihadi atau biasa disapa Hendi disebut-sebut sebagai salah satu kader PDI Perjuangan yang menarik perhatian Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

Sekretaris Jendral DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto beberapa kali menyebut namanya sebagai kandidat bakal calon yang akan diusung partai menjadi orang nomor satu di ibu kota.

Hendi mengawali karir politiknya sebagai anggota DPRD Jawa Tengah periode 2009-2014. Baru tiga bulan menyandang status anggota dewan Hendi dipilih sebagai Wakil Wali Kota Semarang mendampingi Soemarmo HS di Pilkada 2010.

Pada 26 Juni 2012 ia diangkat sebagai pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Semarang menggantikan Soemarmo yang dinonaktifkan karena terjerat kasus korupsi. Selanjutnya pada 3 Juni 2013 DPRD Kota Semarang mengusulkan nama Hendi menjadi wali kota definitif menggantikan Soemarmo HS.

Hendi kembali dilantik menjadi Wali Kota Semarang untuk masa jabatan 17 Februari 2016 - 10 Oktober 2022 setelah berhasil menang di Pilkada Semarang 2015 bersama Hevearita Gunaryanti Rahayu.

Selama menjabat sebagai Wali Kota Semarang Hendi tidak hanya memberi perhatian terhadap pembangunan infrastruktur, ekonomi, dan pendidikan, namun juga sejarah.

Ia misalnya pernah meminta Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) untuk menetapkan bekas gedung Sarekat Islam di Semarang yang pernah disinggahi Bung Karno untuk mengajar sebagai bangunan cagar budaya.

Ia juga berusaha merevitalisasi kawasan Kota Lama Semarang agar masuk dalam warisan budaya dunia Unesco.

Rekam jejak Hendi sebagai birokrat di Pemerintah Kota Semarang menarik perhatian Megawati dan menjadi salah satu alasan ia dihijrahkan ke Ibu Kota memimpin LKPP.

Pada 30 Maret 2022 lalu bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang ke-52 Hendi menerima tim Narasi: Jay Akbar, Rahma Arifa, dan Bima Nur M.R di kantor LKPP bilangan Kompleks Rasuna Epicentrum, Karet Kuningan, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan.

Kepada mereka Hendi membagikan pengalaman dan pandangannya selama hampir enam bulan memimpin LKPP juga proyeksi politiknya ke depan di Jakarta.

Apa pesan Presiden Jokowi ketika melantik Anda menjadi Kepala LKPP?

Pak Presiden memberikan saya lima tugas dalam LKPP: transparasi, percepatan penyerapan anggaran, efisiensi, peningkatan produk dalam negeri, dan peningkatan UMKM yang terlibat dalam proses pengadaan barang/jasa.

Bahasa beliau sederhana tapi sangat jelas.

Apa itu?

Kekuatan pengadaan barang/jasa yang ada di negara ini setahunnya bisa di atas Rp1.000 triliun. Tahun 2002 itu Rp1.200 triliun. Ini angka yang sangat besar sekali.

[Kalau] APBD/APBN uang rakyat ini hanya dipakai untuk membeli produk impor, itu kan artinya uangnya lari keluar negeri.

Enggak akan bisa bangsa ini menjadi bangsa yang tangguh. Makanya Pak Jokowi sangat menaruh perhatian lebih.

Jadi LKPP ini ada untuk membuat peraturan-peraturan supaya pengadaan barang/jasa ini bisa memberikan kemanfaatan bagi masyarakat dengan [menyerap] produk-produk dalam negeri.

Berapa serapan anggaran untuk belanja barang/jasa lokal yang sudah berjalan?

Kalau bicara serapan anggaran rata-rata sudah baik. Kalau bicara pengembangan produk dalam negeri, rapor teman-teman kementerian/lembaga pada 2022 itu mencapai 78% dari pengadaan barang/jasa mereka dipakai untuk membeli produk dalam negeri.

Tahun ini, Pak Presiden lewat Menko Marves menginginkan 95% proses pengadaan barang/jasa yang ada di republik ini, ya pakailah dalam negeri.

Apakah kualitas, harga, dan daya saing produk dalam negeri sudah dapat disandingkan dengan produk-produk impor?

Ngerti enggak kenapa [produk lokal] mahal? Karena nggak ada yang beli. Ngerti enggak kenapa [produk lokal] kualitasnya kurang? Karena enggak ada keberpihakan.

Jadi mestinya kalau ini ngomong pengadaan barang/jasa pemerintah dan kita fokus pada produk dalam negeri, kalau kualitasnya jelek dibina dong, kan begitu.

UMKM-nya, (misalnya) kalah dalam penyajian dibanding yang franchise impor, ya dilatih. Supaya dia punya penyajiannya seperti mereka.

Makanya kalau kita kemudian sudah punya rasa keberpihakan, produk kita pasti akan berkualitas dan kompetitif karena yang penting adalah merah putih.

Saya dulu kan juga pengusaha. Mulai dari dagang, kontraktor, sampai ada beberapa perumahan.

Yang saya tangkap, [pola pikir] pengusaha adalah bagaimana modal sekecil-kecilnya dapat untung sebesar-besarnya.

Akhirnya impor dai luar negeri. Nah sekarang kita tempelin merah-putih, enggak boleh impor. Beli produk dalam negeri kita juga bisa dapat profit.

Selama enam bulan memimpin LKPP apa saja yang sudah Anda kerjakan?

Pertama memperbaiki sistem pelaporan.

Orang datang itu harus dilayani, dulu orang bisa laporan hanya hari Selasa dan Jumat, saya bilang tidak boleh begitu. Semua yang datang asal itu jam kerja harus dilayani.

Kedua, yang komplain dan pengaduan online harus kita layani. Ini kita ngomongin Indonesia masa masih (perpatokan) dengan jam kantor. Harus 24 jam. Itu juga sudah kita launching.

Kemudian mengubah new platform e-Katalog.

Dulu e-Katalog pemerintah itu kan kayak nambal sulam. Dibuat katalog nasional, lalu ada lagi nih katalog sektoral, ada lagi yang lain.

Nah maka kami Alhamdulillah sudah mendapatkan peraturan presiden untuk penugasan Telkom, bekerja sama dengan LKPP.

Telkom membantu LKPP untuk membuat fitur e-Katalog lebih simpel. Sistem aplikasi yang dibuat itu dintegrasi oleh Telkom. Jadi nanti kayak market place.

Mestinya masyarakat ini boleh berbangga dengan e-Katalog yang dikelola oleh LKPP. Manusia yang terlibat itu jumlahnya enggak lebih dari 100, dibandingkan dengan market place yang gede-gede yang sampai ribuan itu.

Tapi perputaran uang kami  tahun 2020 sudah mencapai Rp87 triliun. Ini kan kalau sudah di-combine dengan Telkom, saya yakin target dari Pak Presiden agar transaksi e-katalog mencapai Rp500 Triliun itu bisa kami wujudkan.

Apakah pengadaan barang/jasa melalui e-Katalog sudah menjadi kewajiban bagi seluruh lembaga pemerintah?

Fardu ‘ain-nya (pewajiban) menunggu perpres ditandatangani beliau [Presiden Jokowi].

Target kami di bulan Desember lalu. Kan ada dua, perpres penugasan Telkom dan revisi perpres terkait pengadaan barang/jasa.

Yang Telkom sudah, yang ini kayaknya ada satu-dua kementerian yang perlu menjelaskan lebih detail sehingga mundur-mundur.

Tapi kalau ini sudah ditanda tangani Perppres-nya sudah jadi fardhu ‘ain ini belanja di e-Katalog. Jadi enggak ada tender-tender kecuali untuk produk yang belum tayang di e-Katalog.

Pengadaan barang/jasa menjadi sektor yang paling rawan korupsi. Bagaimana sebenarnya celah atau modus yang biasanya disiasati?

Pertama ada mark up harga. Misalnya harga sewajarnya Rp1.000 yang dimenangkan yang Rp1.500, itu sudah enggak wajar.

Atau ada lagi model KKN. Misalnya yang dimenangkan adalah grupnya. Dengan cara gimana? Dibuat persyaratan yang rumit, hanya groupnya yang bisa lolos.

Apakah LKPP juga bekerjasama dengan aparat penegak hukum (APH) untuk meminimalisir celah-celah korupsi pengadaan barang/jasa?

Lebih tepatnya koordinasi. Kami ini sering dipanggil sebagai saksi ahli. Teman-teman di LKPP itu sering koordinasi, dipanggil sebagai saksi ahli misalnya di Kejaksaan, Kepolisian, di KPK. Kami juga beberapa kali diminta untuk menjelaskan peraturan pengadaan barang/jasa.

Pemerintah khususnya Menko Maritim dan Investasi sering kali menyebut digitalisasi sebagai solusi untuk menurunkan korupsi. Menurut Anda seberapa efektif digitalisasi menekan angka korupsi?

Yang pertama dengan digitalisasi kita akan lebih mudah memonitor.

Misalnya ada tiga supplier penyedia barang/jasa air mineral harganya Rp1.100, Rp1.200, dan Rp1.000.

Dalam proses lelang, hal itu kemudian bisa dicari-cari salahnya supaya yang harganya Rp1.200 itu yang menang.

Rawan korupsi, misalnya bertemu dengan panitia lelang, diskusi-diskusi, bawah tangan dan sebagainya.

Tapi kalau lewat e-Katalog kan enggak ketemu (penjual dan pembeli).

Ini kan sudah lewat sebuah deklarasi bahwa ini produk saya, harganya sekian, spesifikasinya sekian. Kalau yang dimenangkan yang Rp1.200, pasti saya yakin enggak lama akan dipanggil aparat penegak hukum ‘ini kenapa yang mahal yang dimenangkan’ nah kalau dipertanyaan enggak ada jawaban, bisa diproses hukum.

Tapi memang bisa juga harga ini jadi masalah. Contoh saat penanganan COVID-19, pembelian ventilator katakanlah harganya Rp100 juta dan Rp150 juta.

Kok dibeli yang Rp150 juta? Nah mungkin karena yang Rp150 juta minggu depan barang sudah bisa dikirim yang Rp100 juta baru 6 bulan barang akan datang.

Nah kalau menunggu dalam kondisi itu ada berapa orang yang bisa meninggal kan. Nah ini kan suatu hal yang bisa dipertanggung jawabkan. Tapi kalau memang sama-sama stock-nya ada, dipilih yang paling mahal, apa kata dunia kan. 

Soal harga di e-Katalog apakah LKPP juga mengawasi transaksi dan menentukan harga barang/jasa?

Kami sifatnya lebih kepada regulasi. Kalau ada komplain, pengusaha meja pingpong misalnya, produknya kok ditawarkan di e-Katalog oleh 10 perusahaan. Saya diminta menindak tegas perusahaannya.

Oke, sebagai regulator kami bisa membekukan dan menurun tayangkan produk yang bukan milik mereka. Nah ini bisa kami lakukan. Kalaupun [ingin menjadi] reseller kan harus koordinasi dengan produsen asli.

Setiap produk yang tayang di e-Katalog, tidak boleh lebih mahal dari harga pasar. Maka kalau ketemu kasus-kasus seperti itu, harganya lebih mahal di pasaran, kami punya tim patroli.

Tiap hari tim memantau pegerakan harga, setiap hari menerima pengaduan, setiap hari membekukan produk yang lebih mahal dari harga pasar atau menaikkan harga dalam waktu yang sangat singkat.

Dulu kami punya 9 tahapan supaya barang bisa tayang di e-Katalog. Zaman sebelum saya, Pak Azwar Anas, dia pangkas birokrasi itu menjadi 2 tahap.

Salah satu yang dihilangkan adalah proses negosiasi harga, jadi lebih cepat. Tapi mereka harus bikin surat penyataan: barang harus seperti ini, harga tidak harus lebih mahal dari pasaran. Kalau mereka melanggar kita turun tayangkan produknya.

Sejauh ini apa problem yang dihadapi LKPP?

Problemnya adalah kekuatan tim kita enggak lebih dari 100 orang sedangkan produk di e-Katalog ini mencapai 3,8 Juta.

Kalau kemudian mereka mengawasi satu per satu, model yang sekarang ini jadi tidak relevan.

Makanya kami gandeng Telkom yang punya kekuatan di bidang IT jauh lebih hebat. Jadi [pengawasan] secara otomatis mengandalkan artificial intelligence. Sekarang sudah jalan tahapan, finishnya semerter pertama 2024. Investasinya diperkirakan Rp1,3 triliun.

Berbicara soal pemilu sejak 2014 sampai 2022 ada 44 kasus korupsi di KPU Pusat dan KPU Daerah semuanya terkait pengadaan barang/jasa. Bagaimana peran LKPP mengatasi persoalan ini?

Kami sudah komunikasi sejauh ini dengan KPU. Kami sudah buat perjanjian-perjanjian. Kami akan bantu KPU dalam proses pengadaan barang/jasa dan yang pasti regulasinya.

Kami menyarankan pada teman-teman KPU supaya transaksi lainnya memakai e-Katalog. Supaya lebih transparan, tercipta effisiensi, pembanding-pembandung bisa kita lihat di e-Katalog. Dan kalau sudah masuk e-katalog kan kualitas jadi terjamin.

Sebelum mengepalai LKPP karir politik Anda dimulai dan dikenang sebagai kepala daerah. Apa perbedaan yang ada rasakan dalam dua posisi berbeda tersebut?

Pasti semuanya punya tantangan yang berbeda. Waktu di Semarang, tantangannya adalah bagaimana saya bisa bersentuhan langsung dengan warga dan saya merasa happy.

Sedangkan di LKPP adalah bagaimana saya bisa membuat peraturan yang kemudian dipakai para pelaku pengadaan barang/jasa supaya mereka bisa secara nyaman dan terukur merasakan manfaat.

Yang membuat happy berikutnya adalah lingkungan internal kantor. Kalau sama masyarakat ya enggak kayak sewaktu di Semarang. Di sana kan pagi, ada tamu, berangkat ke kantor, pulang sore, ada tamu, malam ada acara, pulang ke rumah ada tamu, hampir semuanya 80% adalah kepentingan di lapangan, bersama masyarkat, kalau di sini, 80% wilayah kerjanya di kantor, 20% di lapangan. Hahaha.

Sejak dibentuk pada 2007 lalu LKPP bukan lembaga yang cukup popular bagaimana Anda melihat hal ini?

Semua tergantung dari sudut pandang. Kalau dari sudut pandang enggak populer,  LKPP tidak populer. Tapi yang tidak kalah penting adalah saat kita lebih dalam lagi menikmati, mensyukuri tugas ini.

Kita jadi tahu arah Pak Presiden bahwa pengadaan barang/jasa ini menjadi pengungkit untuk ekonomi bangsa ini luar biasa. Maka ini tantangan sebenarnya untuk membuat proses pengadaan barang/jasa yang sudah ditenggarai banyak APH, KPK, sebagai lembaga korup, hari ini harus kita ubah supaya lebih transparan dan meminimalkan potensi korup.

Dari lelang, kita geser ke e-Katalog, dari biasanya impor karena murah, cuannya lebih gede, kita geser ke produk dalam negeri, ada cuannya tapi juga meningkatkan produk dalam negeri. Kalau berhasil akan sangat besar dampaknya bagi kemajuan ekonomi bangsa.

Yang menugaskan Anda menjadi Kepala LKPP Presiden Jokowi atau Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno?

Saat berangkat dari Semarang ke Jakarta, itu yang meminta Bapak Presiden atau Ibu Ketua Umum Saya enggak tau jelasnya.

Tapi yang jelas saya dipanggil sama Pak Sekjen PDI Perjuangan. Beliau menyampaikan ada arahan dari Bu Ketum. Saya bilang siap, sebagai kader saya siap. Apakah itu permintaan dari Pak Presiden saya tidak tahu dan tidak pernah mencoba untuk bertanya.

Beliau menyampaikan ada tugas baru yang harus dikerjakan dengan baik karena sisi kemanfaatannya jauh lebih besar dari waktu di Semarang.

Anda ditarik dari Semarang ke Jakarta  untuk menjadi Kepala LKPP, apakah Anda merasa partai sedang mempersiapkan Anda untuk proyeksi politik yang lebih jauh lagi?

Enggak ada.

Tapi nama Anda disebut-sebut Sekjen Hasto Kristiyanto sebagai salah satu bakal calon Gubernur DKI Jakarta?

Belum ada pembicaraan itu. Kalau buat saya hari ini, tugas di LKPP ya saya selesaikan. Kami selalu report kepada pimpinan-pimpinan saya.

Apakah Anda merasa penugasan di LKPP merupakan tanda bahwa Anda merupakan salah satu kader yang disayang ketua umum?

Semua kader adalah kesayangan Ibu Mega.

Pada saat pengalaman saya berorganisasi di kepemudaan sampai di partai politik, saya melihat dedikasi dan loyalitas itu ada di pilihan nomor awal, pertama.

Yang kedua baru bermacam-macam, seperti keahlian, professionalitas. Tapi dedikasi dan loyalitas itu harus. Kalau bahasa saya, mending biasa-biasa tapi loyal kalau jadi orang, daripada pinter tapi tidak loyal.

Jadi saya hari ini ingin menunjukkan bahwa saya berdedikasi dan loyal. Jadi kita nggak perlu dikusi kenapa saya ke Jakarta. Pokoknya kamu ke sini ya, siap Bu. Jadi kalau ditanya kenapa, ya saya enggak ngerti, tanya beliau.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER