KPK sebagai lembaga negara yang selama ini menangani kasus korupsi beranggapan dengan adanya pasal tipikor dalam KUHP bisa berpotensi melemahkan tugas dan wewenangnya. Melihat hal tersebut, anggota Panja Revisi KUHP Nasir Djamil mengatakan, KPK terlalu diselimuti perasaan yang terlalu dilebih-lebihkan. “Justru jika saya lihat, dibandingkan lembaga penunjang lain seperti KPU, Komnas HAM dan lainnya, KPK ini terlalu genit. Sebentar-sebentar melapor sana sini,” kata Djamil. Lalola Easter, anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP mengatakan, koalisi masyarakat sipil memang berada di sisi KPK dan menolak pelemahan KPK melalui masuknya delik korupsi di RKHUP. “Kami membuat petisi sebagai pesan kepada Presiden Jokowi ada kekhawatiran melemahnya pemberantasan korupsi melalui RKUP,” katanya. Saat ini petisi yang digalang Aliansi Nasional Reformasi KUHP sudah mencapai 56 ribu tanda tangan. Kritik yang dialamatkan KPK dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP kepada pemerintah ditepis anggota tim perumus RKHUP Pemerintah, Prof Harkristuti Harkrisnowo. “Yang dilupakan teman-teman KPK dan LSM, tindak pidana korupsi di segala bidang, tetap masuk dalam UU Tipikor. Artinya tidak hilang. Pada pasal peralihan, ketentuan yang ada di UU khusus tetap berlaku. Ini kami tekankan,” katanya.