Perdebatan soal masuknya penarikan delik korupsi dan beberapa tindak pidana khusus lain dalam RKUHP sebenarnya bukanlah hal yang baru. Pro dan kontra sudah terjadi sejak 2013, mendekati pengesahan revisi KUHP, kontroversi kembali muncul. Menurut Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari, motif pelemahan pemberantasan korupsi sangat terlihat dalam RKUHP. Ia mengambil contoh soal delik suap di RKUHP yang justru turun sanksinya. “Kalau niatnya baik, semestinya sanksinya diperbesar, bukan diturunkan,” kata Feri. Menkumham Yasonna Laoly mengatakan, kecurigaan yang berlebih itu akan hilang seandainya KPK mengikuti pembahasan RKUHP sejak awal. Terkait tudingan tidak mengikuti pembahasan sejak awal, Komisioner KPK Laode membantahnya. “Kami bukan tidak mengikuti. Tapi, setiap masukan yang kami sampaikan (terkait delik korupsi di RKUHP) tidak pernah diakomodasi,” kata Laode Pembelaan KPK tersebut dimentahkan Arsul Sani, anggota Panja Revisi KUHP. Menurutnya, pihak DPR bukan tidak ingin mengakomodir masukan dari KPK. “KPK itu maksa (menolak RUU KUHP), tapi keliru. Mereka ngotot. Masa ada hal yang sudah dibatalkan MK ingin tetap dimasukkan. Kami tidak berani,” ujar Arsul.