Busyro Muqoddas, mantan pimpinan KPK melihat cara bekerja pansel tergantung pada para personalnya. “Soal pansel yang jadi otoritas presiden, harusnya diberi masukan oleh orang-orang terpercaya. Pembentukannya tidak memenuhi syarat demokratis, presiden harusnya mendengar masukan dari elemen masyarakat sipil, bukan hanya menggunakan hak prerogratifnya. Mengapa tidak demokratis, karena tidak transparan dan akuntabel. Imbasnya pada hasil dari capim pilihan pansel,” kata Busyro.
Pansel capim KPK, Al Araf mengatakan sejak awal anggota pansel coba membangun ruang komunikasi dengan elemen-elemen masyarakat sipil dan juga forum pemred. Salah satu hasil dari pertemuan itu adalah munculnya uji publik yang sebelum-sebelumnya tidak ada. “Semua yang dilakukan oleh pansel itu belum selesai dan masih dalam proses. Kami tetap mendengar masukan dari elemen masyarakat sipil,” katanya.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan publik berhak tahu apa yang dilakukan pansel, karena KPK adalah milik publik. Baginya, pansel secara jelas mengabaikan masukan dari masyarakat sipil. “Itu terlihat dari soal isu integritas. Dari 20 capim yang lolos, itu banyak tidak patuh LHKPN, diduga pernah menerima gratifikasi, diduga mengintimidasi penyidik KPK. Tapi mengapa tetap lolos. Pansel bukan hanya bertanggung jawab terhadap presiden, tapi juga publik,” jelasnya.