Meskipun terlihat sepele dan berisi puluhan tukang guyon, nyatanya Srimulat memiliki
prinsip yang luhur dan sarat nilai filosofis. Menurut Eko Saputro, putera sulung mendiang
pendiri Srimulat Teguh Slamet Rahardjo, ayahnya punya prinsip sederhana tapi bermakna.
“Menghibur dan membuat orang tertawa itu pekerjaan mulia,” kata Eko yang biasa dipanggil
Kokok ini.
Selain itu, ada manifesto Srimulat yang dijalankan oleh para personilnya dan melambungkan
nama grup ini, yakni aneh itu lucu, lucu itu aneh. Filosofi itu tergambar melalui judul-judul
pementasan yang aneh, yakni Drakula vs Ratu Jaipong, Festival Rayuan Gombal, Drakula 8
Penjuru Mata Angin. Nama dan judul nyentrik itu muncul karena keluasan bacaan dan
tontonan Teguh Slamet.
Pengaruh bacaan dan filosofi mataraman Jawa, membuat Teguh memposisikan pembantu
atau batur sangat vital dalam setiap lawakan Srimulat. “Dari dialog pembantu itulah cerita
mengalir, seperti alur dan para pemain Srimulat dengan cerdiknya mengembangkan alur itu,”
kata Herry Gendut penulis buku Teguh Slamet. Padahal, menurut pengakuan personil
Srimulat, dalam setiap pentas tidak pernah ada naskah, tapi semuanya spontan.