Ketua Komisi VIII DPR yang membidangi agama, Ali Taher Parasong menilai saat ini sertifikasi mubalig sudah ada melalui lulusan Pendidikan Islam. Saat Kementerian Agama mengeluarkan daftar 200 mubalig yang direkomendasikan, Ali menilai tindakan tersebut bisa membahayakan perpecahan antara ulama dengan pemerintah, dan antar ulama. “Sertifikasi itu tidak perlu. Situasi politik ini menjadi sensitif,” katanya.
Sementara Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis), Jeje Zainuddin. Menurutnya, mubalig perlu kualifikasi tertentu. “Perlu datang dari MUI,” katanya.
Di sisi lain, Sekretaris PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menolak sepenuhnya rencana sertifikasi mubalig. Sebab, mubalig merupakan predikat yang diberikan masyarakat. “Itu realitas kultural keagamaan yang harus disadari. Itu masyarakat yang memberikan,” katanya.
Di Muhammadiyah sendiri saat ini sudah memiliki standardisasi untuk mubalig. Sebab, banyak saat ini mubalig dengan titel MCK. “MCK itu marah-marah, caci maki dan kekerasan. Jadi kita punya kriteria yang mencerahkan,” katanya.
Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia, Wapres Jusuf Kalla mengatakan, kebutuhan mubalig sangat tinggi. Di Indonesia, orang yang berpengalaman secara keagamaan bisa disebut sebagai mubalig. Mereka mengurus doa mulai dari persoalan melahirkan, pindah rumah sampai urusan kematian. Sehingga perlu pengaturan mubalig.