Babak Baru Korban Pemerkosaan di Kemenkop UKM Mencari Keadilan

20 Januari 2023 11:01 WIB

Narasi TV

Menkopolhukam Mahfud MD/ Antara

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

Keputusan Pengadilan Negeri Bogor memenangkan gugatan praperadilan tiga eks pegawai Kementerian Koperasi dan UKM yang berstatus tersangka kasus dugaan pemerkosaan belum menuntup pintu keadilan bagi korban.
 
Bareskrim Polri berjanji melanjutkan penyeledikan kasus ini kendati status tersangka tiga terduga pelaku telah dibatalkan.
 
“Rapat koordinasi dipimpin Menko Polhukam yang melibatkan kementerian, lembaga sampai dengan LPSK sudah memutuskan untuk perkara dibuka kembali,” kata Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol Agus Andrianto dikutip Antara saat dikonfirmasi, di Jakarta, Kamis (20/1/2023).
 
Agus mengatakan melanjutkan penyelidikan berdasarkan hasil rapat koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pada Rabu (18/1/2023).
 
Agus menyebut pihaknya menginstruksikan Biro Pengawasan Penyidikan (Wassidik) Polda Jawa Barat untuk melakukan gelar perkara penetapan penyidikan lanjutan.
 
Menurut dia, kalau langkah ini tidak segera dilakukan pihaknya akan menarik perkara ke Bareskrim Mabes Polri.
 
“Kalau enggak jalan juga, ya kami tarik ke Bareskrim,” katanya.

Kasus ini, kata dia, awalnya sudah dicabut. Namun di kemudian hari ternyata pihak yang menjadi korban merasa ada wanprestasi dengan janjinya sehingga meminta perkara untuk dilanjutkan.
 
Agus menegaskan langkah ini dilakukan untuk memberikan rasa keadilan kepada masyarakat lantaran ada kejanggalan dalam penyelesaian awal perkara tersebut hingga dilakukan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
 
“Untuk memberi rasa keadilan kepada masyarakat,” katanya lagi.

Menkopolhukam Minta Kasus Diproses Lagi

 
Sebelumnya Mahfud MD menyatakan hasil rapat koordinasi Kemenkopolhukam meminta perkara kekerasan seksual di lingkungan Kemenkop dan UKM diproses lagi sesuai laporan korban.
 
"Kami berdasarkan hasil rapat koordinasi (rakor) akan terus mendorong bahwa perkara ini dilanjutkan untuk diproses kembali sesuai dengan laporan korban," kata Mahfud dalam video keterangan pers yang dirilis pada Rabu malam.

Mahfud mengatakan pihaknya menghormati vonis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Bogor yang menerima gugatan pencabutan Surat Penghentian Penyelidikan Perkara (SP3) oleh Polresta Bogor dari empat tersangka pelaku kekerasan seksual.
 
"Rakor tadi menyatakan menghormati vonis Hakim Pengadilan Negeri Kota Bogor atas gugatan praperadilan dari tersangka pelaku bahwa SP3 yang pernah dicabut untuk mereka dinyatakan sah oleh hakim sehingga pencabutan yang dilakukan Polresta Bogor itu dianggap tidak sah, sedangkan yang sah adalah pengeluaran SP3-nya," kata Mahfud.
 
Kendati demikian, Kemenkopolhukam berdasarkan hasil rakor tetap mendorong kelanjutan pemrosesan perkara kekerasan seksual yang disangkakan dengan Pasal 286 KUHP terhadap empat orang tersangka tersebut.
 
"Kami paham bahwa praperadilan belum memutus pokok perkara, belum memutus substansi perkara sehingga jika proses ini dilanjutkan kembali maka tidak dapat dikatakan 'Ne Bis In Idem'," katanya.

Menurut Mahfud, perkara tersebut tidak bisa dikatakan "Ne Bis In Idem" karena pokok perkara tersebut, yakni kejahatan seksual sesuai dengan Pasal 286 KUHP belum pernah disidangkan.

Asas "Ne Bis In Idem" adalah perkara dengan objek, para pihak, dan materi pokok perkara yang sama diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap dan tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya.
 

Minta Penyidik Diperiksa

 
Mahfud juga meminta Polri memeriksa personel penyidik Polresta Bogor yang menangani perkara kekerasan seksual yang dialami pegawai Kemenkop UKM.
 
"Rakor tadi meminta Divisi Propam Polri untuk melakukan pemeriksaan terhadap penyidik Polresta Bogor yang menangani perkara ini yang sejak awal sangat tidak profesional," kata Mahfud.
 
Mahfud menjelaskan setidaknya ada dua alasan mengapa Rakor Kemenkopolhukam meminta pemeriksaan terhadap penyidik Polresta Bogor tersebut.
 
Pertama karena penyidik telah mengeluarkan surat penghentian penyelidikan perkara (SP3) ke dua instansi dengan alasan berbeda.
 
"Yang pertama surat pemberitahuan SP3 kepada jaksa menyatakan perkara di-SP3 karena restorative justice, tetapi surat pemberitahuan kepada korban menyatakan SP3 dikeluarkan karena tidak cukup bukti. Satu kasus yang sama diberi alasan yang berbeda kepada pihak yang berbeda," katanya.

Padahal, lanjut Mahfud, berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 6 tahun 201 disebutkan restorative justice atau keadilan restoratif diberikan apabilan tidak menimbulkan kehebohan atau keresahan di masyarakat.
 
"Menurut Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, yakni di dalam pasal 12 yang berlaku ketika kasus ini diproses bahwa kasus-kasus yang bisa diberi restorative justice adalah kasus yang kalau diberi restorative justice tidak menimbulkan kehebohan, tidak meresahkan di tengah-tengah masyarakat, dan tidak mendapat penolakan dari masyarakat. Syarat ini tidak dipenuhi," ujar Mahfud.
 
Alasan kedua karena penyidik memberikan penjelasan yang oleh hakim praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bogor dijadikan dasar bahwa pencabutan SP3 hanya berdasarkan hasil rakor di Kemenkopolhukam.
 
"Sebab dalam faktanya rakor di Kemenkopolhukam itu hanya menyamakan persepsi bahwa penanganannya salah, sedangkan projustitia-nya dibicarakan melalui gelar perkara internal di Polresta Bogor itu dilakukan," katanya.

Mahfud mengaku bahwa Kemenkopolhukam mendapatkan informasi proses di internal Polresta Bogor untuk melaksanakan keputusan rakor tersebut sudah dilakukan.
 
"Sehingga pencabutan SP3 itu tidak langsung karena ada keputusan rakor di Kemenkopolhukam melainkan hasil rakor itu sudah dituangkan di dalam proses-proses yang formal di internal Polresta Bogor," ujar Mahfud.
 
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bogor menerima gugatan dan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan tiga orang tersangka kasus kekerasan seksual pegawai perempuan Kemenkop UKM.
 
Gugatan praperadilan yang terdaftar dalam Sistem Informasi Penanganan Pengadilan (SIPP) Negeri Kota Bogor dengan nomor perkara 5/Pid.Pra/2022/PN Bgr dan putusannya ditetapkan pada Kamis (12/1) pekan lalu.

Dengan putusan tersebut, maka status tersangka kasus kekerasan seksual terhadap ketiganya menjadi gugur.
 
Kasus kekerasan seksual terhadap pegawai perempuan Kemenkop UKM berinisial ND oleh empat rekan kerjanya terjadi pada 6 Desember 2019 yang sempat diusut oleh Polresta Bogor tapi terhenti sebelum hasil penyidikan dinyatakan lengkap atau P21, setelah keluarga pelaku yang merupakan pejabat Kemenkop UKM mendatangi orangtua korban, meminta berdamai, menikahkan korban dengan salah satu pelaku, serta mencabut laporan.
 
Akan tetapi kasus kembali mengemuka setelah pelaku yang dinikahkan dengan korban NB meminta bercerai dan menjadi viral, hingga mendapat perhatian dari Kemenko Polhukam.
 
Kemenko Polhukam kemudian menggelar rapat bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), kejaksaan, dan Kemenkop UKM.
 
Hasil rapat tersebut berujung kepada keputusan Polresta Bogor mencabut SP3 kasus, yang belakangan digugat melalui praperadilan oleh tiga dari empat orang tersangka.
 
Sumber: Antara

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR