6 September 2022 08:09 WIB
Penulis: Ani Mardatila
Editor: Akbar Wijaya
Dengan memanfaatkan celah dalam UU TPKS, cerita soal pelecehan Putri Candrawati bisa saja diamini secara hukum kendati minim bukti.
Keputusan Bareskrim Polri menghentikan laporan dugaan pelecehan Putri Candrawati oleh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Polres Jakarta Selatan tak serta merta membuat cerita ini tutup buku.
Cerita soal pelecehan kepada Putri oleh Yosua kembali mencuat setelah dinyanyikan ulang oleh berbagai pihak.
Siapa saja mereka dan apa konsekuensinya terhadap proses hukum Ferdy Sambo dan Putri apabila cerita pelecehan ini dianggap sebagai kebenaran oleh hakim di pengadilan?
Cerita Putri Candrawati dilecehkan Yosua kembali mencuat setelah Komnas HAM menyerahkan laporan rekomendasi hasil penyelidikan kematian Brigadir Yosua kepada Timsus Polri yang diwakili Irwasum Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto.
Dalam laporannya Komnas HAM menduga kuat Yosua melecehkan Putri saat keduanya berada di Magelang. Peristiwa pelecehan itu terjadi sehari sebelum peristiwa penembakan.
“Terdapat dugaan kuat terjadi peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J kepada saudari PC di Magelang tanggal 7 Juli 2022,” kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, Kamis (1/9/2022).
Komnas HAM merekomendasikan Polri untuk mengusut kasus dugaan pelecehan ini.
"(Meminta polisi) menindaklanjuti pemeriksaan dugaan kekerasan seksual terhadap Saudari PC di Magelang dengan memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kondisi kerentanan khusus," kata Beka.
Choirul Anam, Komisioner Komnas HAM lainnnya juga ikut menguatkan cerita pelecehan ini.
Anam mengatakan Yosua sempat menggendong Putri di Magelang pada 4 Juli 2022. Gendongan ini menurutnya menjadi rangkaian penting dalam peristiwa dugaan pelecehan seksual yang berujung kemarahan Ferdy Sambo.
“Itu memiliki satu rangkaian peristiwa yang juga penting,” ujar Anam.
Informasi bahwa Putri Candrawati dilecehkan Yosua di Magelang didapat Komnas HAM dari Komnas Perempuan dan Anak berdasarkan cerita Putri Candrawati.
Cerita pelecehan Yosua kepada Putri pada tanggal 7 Juli 2022 di Magelang juga diamini Arman Hanis selaku kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri.
Arman tentu saja senang dua lembaga negara seperti Komnas HAM dan Komnas Perempuan dan Anak menyuarakan lagi cerita soal pelecehan dengan lokasi peristiwa berbeda dari sebelumnya di Duren Tiga menjadi di Magelang.
"Kami sangat menghormati rekomendasi yang diberikan Komnas HAM dan Komnas Perempuan yakni diterapkannya pendekatan perspektif korban sebagai landasan penilaian situasi yang dialami klien kami Ibu PC," kata Arman Hanis, pengacara Putri Candrawati dan Ferdy Sambo dikutip Merdeka.
Arman mengatakan temuan Komnas HAM sudah sesuai dengan cerita kliennya dan Susi selaku asisten rumah tangga (ART).
Menurutnya Putri baru melapor kepada Sambo mengenai peristiwa pelecehan pada 8 Juli 2022 saat tiba di rumah pribadi Jalan Saguling, Jakarta Selatan.
“Berdasarkan keterangan Ibu PC, dia adalah korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) yang terjadi di Magelang 7 Juli 2022," kata Arman.
Narasi ini tentu saja berpotensi menguntungkan Ferdy Sambo dari jerat pembunuhan berencana Pasal 340 KUHP.
Selain dari hasil cerita Putri Candrawati dan beberapa orang lainnya, tak ada bukti memadai terkait pelecehan yang dilakukan Yosua di Magelang.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto menyayangkan mengapa Putri tidak melaporkan pelecehan yang dialaminya di Magelang ke pihak kepolisian.
Padahal, kalau dia melapor aparat kepolisian bisa segera melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan mengumpulkan bukti-bukti di lokasi kejadian.
“Sepanjang didukung dengan alat bukti ya kami proses. Sayangnya mereka tidak melaporkan kejadian tersebut kepada kepolisian (Polres), sehingga ada olah TKP dan pengambilan bukti-bukti terkait kejadian tersebut,” ujar Agus dikutip Antara, Senin (5/9/2022).
Saking minimnya bukti terkait cerita pelecehan di Magelang, Agus bahkan sampai mengatakan hanya Allah SWT, Candrawati dan almarhum Brigadir Yosua yang mengetahui kebenarannya.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Andi Rian Djajadi juga mengatakan tidak ada rekaman CCTV di rumah Irjen Pol. Ferdy Sambo di Magelang, Jateng yang bisa digunakan untuk menguatkan cerita pelecehan.
"Tidak ada CCTV di rumah Magelang," kata Andi dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu.
Ahli psikologi forensik Reza Indragiri heran mengapa Komnas HAM berani menyanyikan ulang cerita pelecehan Yosua kepada Putri. Pasalnya nyanyian tersebut tidak akan pernah bisa ditindaklanjuti secara hukum karena tertuduh sudah meninggal dunia.
“Kekerasan seksual itu sebatas narasi. Tidak pernah menjadi kasus hukum. Apalagi, tidak ada yang pernah divonis bersalah karena, anggaplah melakukan kekerasan seksual terhadap PC. Karena tidak ada itu semua, maka no case,” kata Reza kepada Narasi, Senin (5/9/2022).
Reza mengingatkan hukum di Indonesia tidak mengenal posthumous trial atau proses hukum jalan terus meski nyawa pelaku sudah pupus. Sebab almarhum Brigadir Yosua tidak mungkin bisa membela diri atas tuduhan yang disampaikan Komnas HAM.
“Jadi, mendiang Brigadir J justru terabadikan dalam stigma belaka, bahwa ia adalah orang yang sudah diduga kuat oleh Komnas sebagai pelaku kekerasan seksual,” ujar Reza.
Sama seperti halnya Yosua yang tidak bisa membela diri, Reza mengatakan Putri juga tidak bisa mendapat haknya sebagai orang yang mengaku korban.
Sebab restitusi dan kompensasi hanya bisa diberikan apabila ada vonis yang dijatuhkan terhadap pelaku.
"Pasalnya, undang-undang mengharuskan adanya vonis bersalah terhadap pelaku agar PC nantinya bisa mendapat restitusi dan kompensasi. Masalahnya, bagaimana mungkin ada vonis kalau persidangannya saja tidak akan ada,” imbuhnya.
Reza menilai derajat rekomendasi Komnas HAM bahwa Putri diduga kuat mengalami pelecehan sama seperti dugaan dirinya bahwa pelecehan itu tidak ada. Artinya, masih bersifat spekulasi.
“Yakni sama-sama berspekulasi. Bedanya, saya berspekulasi bahwa kejadian kekerasan seksual itu tidak ada. Sementara Komnas berspekulasi bahwa peristiwa itu ada,” tegas Reza.
Reza menilai narasi Komnas HAM bahwa Putri diduga kuat mengalami kekerasan seksual bakal menguntungkan Putri. Hal ini lantaran Komnas HAM merupakan lembaga negara.
“Ketika dikemukakan sebagai simpulan lembaga negara, memang punya nilai strategis yang ciamik dari sisi hukum. Bobotnya tentu akan berbeda dengan dugaan serupa ketika sebatas dilontarkan sebagai kasak-kusuk di kedai kopi,” kata Reza
Selain itu, Reza mengatakan simpulan Komnas HAM bahwa ada pelecehan seksual yang dialami Putri oleh Yosua juga bisa menjadi jalan baginya untuk menarik menarik simpati publik.
“Dia juga bisa jadikan pernyataan Komnas HAM sebagai bahan membela diri di persidangan nanti. Termasuk bahkan membela diri dengan harapan bebas murni,” katanya.
Harapan bebas murni ini bisa terwujud ketika menggunakan unsur pembenar dan unsur pemaaf. Hakim kemudian yang akan mempertimbangkan apakah itu relevan atau tidak dalam kasus tersebut.
“Dari situlah kita bisa takar: dalam tragedi Duren Tiga berdarah, pernyataan atau simpulan Komnas HAM punya implikasi merugikan sekaligus menyedihkan bagi mendiang Brigadir Y namun menguntungkan Putri Candrawati.”
Putri Candrawati dan Ferdy Sambo pernah melaporkan almarhum Brigadir Yosua ke Polres Jakarta Selatan pada Jum'at (8/7/2022) atas kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di rumah dinas Sambo Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Namun, pada 12 Agustus 2022, laporan tersebut telah dihentikan atau SP-3 karena penyidik tidak menemukan peristiwa pidana dan laporan tersebut terindikasi sebagai upaya untuk menghalangi penyidikan "obstruction of justice".
Kemudian, pada 26 Agustus 2022, kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak melaporkan Putri Candrawati dan suaminya Ferdy Sambo terkait fitnah ancaman pembunuhan dan dugaan pelecehan seksual.
Reza Indragiri menilai rekomendasi Komnas HAM bahwa Putri diduga kuat mengalami pelecehan masih bersifat spekulasi. Sama halnya dengan
“Yakni sama-sama berspekulasi. Bedanya, saya berspekulasi bahwa kejadian kekerasan seksual itu tidak ada. Sementara Komnas berspekulasi bahwa peristiwa itu ada,” kata Reza.
Arman Hanis, pengacara Putri Candrawati berulang-ulang mengatakan kliennya merupakan korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS).
"Untuk itu, kami akan terus mengawal proses pengungkapan TPKS yang dialami oleh klien kami. Sekaligus mendorong dilibatkannya tim ahli yang memiliki kapasitas dan independensi dalam penilaian korban TPKS," ujar Arman.
Berdasarkan keterangan tersangka Kuat kepada penyidik ia mengaku melihat Brigadir J mengendap-endap keluar dari kamar Putri. Sebelumnya, Susi mengaku mendengar Chandrawati diduga sedang menangis, merintih atau ekspresi lainnya.
“(Kejadian) hal ini terkomunikasi antara S (Susi) dan dan KM (Kuat Ma’ruf). KM ada di kamar untuk memastikan kondisi PC (Putri) yang ada di kamar terduduk di depan kamar mandi. Keterangan ini dikuatkan dengan keterangan Susi,” kata Andrianto
Kabareskrim Agus Andrianto mengakui UU TPKS sedikit menyulitkan penyidikan. Namun, ia menegaskan bahwa apapun yang dinarasikan, penyidik harus didukung dengan alat bukti yang ada.
“Apapun yang dinarasikan bagi kami penyidik ya harus didukung alat bukti yang ada,” kata Andrianto.
UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) mengatur sejumlah alat bukti yang sah dalam pembuktian pidana kekerasan seksual yang tidak hanya diatur dalam KUHAP.
Dalam Pasal 24 UU TPKS :
(1) Alat bukti yang sah dalam pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hukum acara pidana;
b.alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. barang bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana atau sebagai hasil Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan/atau benda atau barang yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut.
(2) Termasuk alat bukti keterangan saksi yaitu hasil pemeriksaan terhadap Saksi dan/atau Korban pada tahap penyidikan melalui perekaman elektronik.
(3) Termasuk alat bukti surat yaitu:
- surat keterangan psikolog klinis dan/atau psikiater/dokter spesialis kedokteran jiwa;
- rekam medis;
- hasil pemeriksaan forensik; dan/atau
Mengacu beleid tersebut maka keterangan Putri, saksi lain, dan hasil pemeriksaan psikolog sudah bisa menjadi bukti adanya dugaan tindak pidana kekerasan seksual.
Putri Candrawati ditetapkan sebagai tersangka kelima dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua.
Ia bersama suaminya Irjen Pol. Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal dan Kaut Ma'ruf disangkakan dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP ancaman maksimal hukuman mati, atau pidana penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.
KOMENTAR
Latest Comment