7 Juli 2022 11:07 WIB
Editor: Akbar Wijaya
PPATK mengingatkan kasus ACT jangan menjadi landasan masyarakat untuk berhenti menolong sesama
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membongkar cara Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengelola dana yang dihimpun masyarakat. PPATK menemukan adanya transaksi yang terindikasi membisniskan sumbangan masyarakat sebelum disalurkan menjadi bantuan.
“Jadi kami duga ini merupakan transaksi yang dikelola dari bisnis ke bisnis. Jadi tidak murni menghimpun dana kemudian disalurkan, tapi dikelola dulu dalam bisnis tertentu dan di situ tentunya ada revenue dan keuntungan,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers, Rabu (6/7/2021).
Jadi begini, menurut Ivan PPATK telah menelisik bagaimana struktur kepengurusan di internal ACT guna mengetahui cara mereka mengelola dana yang dikumpulkan dari masyarakat. Hasilnya, PPATK menemukan bahwa ACT mendirikan sejumlah yayasan yang tidak hanya terkait dengan zakat, tapi juga kurban, dan wakaf.
Selain itu, ada juga sejumlah lini usaha berbadan hukum PT yang dimiliki langsung oleh pendirinya. Nah, sependiri ini menurut PPATK juga masuk dalam struktur kepengurusan ACT.
Dari situ PPATK menemukan angka transaksi dana keluar dan masuk di ACT, baik dari yayasan maupun perusahaan yang mereka dirikan, bisa mencapai triliunan rupiah pertahun. “Sekitar satu triliunan. Jadi dana masuk dan keluar per tahun itu satu triliunan,” ujar Ivan.
PPATK menyontohkan ada satu perusahaan yang dalam waktu dua tahun melakukan transaksi senilai puluhan miliar. “Ada satu entitas perusahaan yang dalam waktu dua tahun itu melakukan transaksi dengan entitas yayasan tadi ACT, itu lebih dari 30 miliar dan ternyata pemilik dari perusahaan tadi terafiliasi dengan pengurus entitas yayasan tadi,” ujar Ivan.
PPATK langsung mengambil langkah tegas. Sejak Rabu (6/7/2022) mereka telah membekukan 60 rekening Yayasan ACT di 33 penyedia jasa keuangan termasuk perbankan.
“Per hari ini PPATK menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening, atas nama entitas yayasan tadi di 33 penyedia jasa keuangan sudah kami hentikan,” ujar Ivan.
Yap! sejauh ini kajian yang dilakukan KPK memang mengindikasikan adanya penyaluran dana dari ACT yang mengarah ke tindak pidana terorisme. Hal ini didasarkan temuan bahwa ada salah satu penerima dari ACT di luar negeri yang pernah ditangkap pemerintah Turki lantaran terlibat jaringan teroris Al-Qaeda.
“Beberapa nama yang PPATK kaji itu ada yang pernah menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap Pemerintah Turki terkait Al-Qaeda,” ujar Ivan.
Gak usah parno begitu. Ivan menjelaskan apa yang PPATK lakukan dan ungkapkan ini bukan dimaksudkan untuk membuat masyarakat takut memberikan bantuan. Sebaliknya, ini dilakukan agar masyarakat lebih peduli dan berhati-hati menitipkan dananya ke lembaga-lembaga filantropi.
“PPATK mengingatkan kepada diri kami sendiri bahwa dalam rangka memberikan sumbangan, memberikan bantuan, atau charity kepada pihak tertentu kita perlu aware dengan pengeloaan dananya, apakah benar itu ditujukan untuk memberikan bantuan kemashalahatan umat atau kemudian digunakan untuk kepentingan lain,” ujar Ivan.
Sehari sebelumnya Kementerian Sosial mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang dimiliki Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Tahun 2022. Hal ini merespons dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh pihak yayasan.
“Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut”, kata Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi di kantor Kemensos, Selasa (5/7/2022), seperti diberitakan Antara.
Pencabutan izin PUB milik ACT tertuang Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan. Surat keputusan tersebut ditandatangani Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi “Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan."
Sedangkan dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan bahwa menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan. Angka 13,7 persen tersebut tidak sesuai dengan ketentuan batasan maksimal 10 persen.
KOMENTAR
Latest Comment