PPATK Usut Transaksi Rafael dan Keluarga Capai Rp500 Miliar, ICW Sebut LHKPN Seperti Tumpukan Berkas

7 Maret 2023 16:03 WIB

Narasi TV

Rafael Alun Trisambodo pejabat Ditjen Pajak

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

Nilai transaksi keuangan di rekening Rafael Alun Trisambodo dan keluarganya ternyata lebih besar dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) senilai Rp56,1 miliar yang ia laporkan pada 2021 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
 
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah membekukan puluhan rekening Rafael Alun dan keluarganya dengan nilai transaksi lebih dari Rp500 miliar pada periode 2019 hingga 2023.
 
"Nilai transaksi yang kami bekukan nilainya D/K (Debit/Kredit) lebih dari Rp500 miliar dan kemungkinan akan bertambah," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat dikutip Antara di Jakarta, Selasa (7/3/2023).
 
Dia menjelaskan rekening yang dibekukan terdiri atas rekening pribadi Rafael, keluarga termasuk putranya Mario Dandy Satrio dan perusahaan atau badan hukum.
 
Ivan menegaskan angka Rp500 miliar itu merupakan nilai mutasi rekening selama tiga tahun terakhir, bukan nilai dananya.
 
"Lebih dari 40 rekening yang diblokir," ujarnya.
 
Pemblokiran itu, kata dia, diduga berkaitan dengan indikasi pencucian uang yang dilakukan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tersebut.
 
KPK Tingkatkan Status ke Penyelidikan
 
KPK telah meningkatkan status Rafael ke tahap penyelidikan.
 
"Terkait pemeriksaan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) RAT, saat ini telah ditingkatkan pada tahap penyelidikan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.
 
Meski demikian Ali tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai temuan apa yang menjadi dasar peningkatan status kasus tersebut ke tahap penyidikan.
 
"Perlu kami sampaikan, sebagai bagian dari strategi penyelesaian perkara maka terkait kegiatan dimaksud tentu mengenai substansi materi tidak bisa semuanya kami sampaikan ke publik," ujarnya.
 
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan arus transaksi dari enam perusahaan yang sahamnya dimiliki Rafael Alun sudah diperiksa Inspektorat Jenderal Kemenkeu dan hasilnya akan disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
 
"Semuanya sudah diperiksa. Nanti Irjen (Irjen Kemenkeu) yang sampaikan," kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa.
 
Sri Mulyani dalam kesempatan itu menjawab mengenai permintaan KPK agar Kemenkeu menelusuri arus transaksi dari enam perusahaan terkait Rafael.
Gara-Gara Penganiayaan
 
Nama Rafael Alun Trisambodo menjadi perhatian publik setelah putranya, Mario Dandy Satrio (MDS), menjadi tersangka atas kasus penganiayaan berat terhadap Cristalino David Ozora yang merupakan anak seorang Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor Jonathan Latumahina.
 
Mario juga diketahui kerap pamer kendaraan dan aset mewah di media sosialnya. Dari kebiasaan Mario tersebut, diketahui bahwa Mario adalah anak dari Rafael yang memiliki harta kekayaan hingga Rp56 miliar, berdasarkan LHKPN yang dilaporkan ke KPK.
 
Namun harta milik Rafael tersebut dianggap tidak sesuai dengan profil gaji Rafael yang saat itu masih merupakan pejabat eselon III Ditjen Pajak Kemenkeu. Terlebih, keluarga dari Rafael juga kerap memamerkan kendaraan dan aset mewah yang tidak tercatat dalam LHKPN.
 
Sri Mulyani kemudian mencopot Rafael dari jabatan eselon III di Ditjen Pajak Kemenkeu. KPK dan Itjen Kemenkeu sudah bekerja sama memeriksa Rafael untuk mengklarifikasi soal harta dan asetnya.
 
LHKPN Tumpukan Berkas
 
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana sebelumnya mengkritik sistem LHKPN untuk para pejabat negara yang menurutnya  sarat kelemahan.
 
Ia mempertanyakan apakah para pejabat negara melaporkan LHKPN tepat waktu dan benar-benar mengisi secara jujur.
 
Kurnia mengatakan untuk mengatasi yang pertama publik bisa mengecek langsung di website KPK.
 
Persoalannya, kata Kurnia terletak pada pertanyaan kedua yakni apakah penyelenggara jujur dalam mencantumkan harta kekayaannya dalam dokumen yang diserahkan pada KPK?
 
"Faktanya saat ini ketika LHKPN itu diserahkan ke KPK, tidak ada proses verifikasi lanjutan baik dari Kementerian Keuangan maupun dari KPK. Jadi inti persoalannya di sini," kata Kurnia kepada Narasi.
Kurnia mengatakan di Kementerian Keuangan sebenarnya sudah ada unit LHKPN. Namun pertanyaannya adalah apakah Kementerian Keuangan memeriksa pejabat-pejabat tertentu yang memiliki peningkatan harta kekayaan tidak wajar?
 
"Ini yang sampai saat ini tidak terjawab oleh instansi terkait," katanya.
 
ICW memahami memahami dengan keterbatasan SDM, tidak mungkin semua pegawai Kemenkeu dicek oleh satuan pengawas internal.
 
"Tapi paling tidak ada skala prioritas, misalnya pegawai dengan jabatan tertentu, atau dengan harta tertentu, yang bisa didalami lebih lanjut kebenaran atas laporan yang ada di LHKPN," ujarnya.
 
Kurnia menekankan tidak ada larangan bagi penyelenggara negara untuk memiliki harta banyak. Namun ia juga mengingatkan penting untuk memastikan apakah harta yang banyak itu berasal dari tindakan yang benar atau tidak.
 
"Peristiwa di Kemenkeu ini menunjukkan bagaimana lemahnya mekanisme pengawasan keuangan, dan bisa direfleksikan regulasi LHKPN yang selama ini sepertinya hanya tumpukan berkas tanpa adanya pendalaman atau verifikasi lebih lanjut," katanya.
 
Sumber: Antara

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR