3 Agustus 2022 17:08 WIB
Editor: Akbar Wijaya
Amerika Serikat (AS) mengklaim serangan udara yang menewaskan pemimpin Tertinggi al-Qaidah Ayman al-Zawahiri tak memakan korban di luar target sasaran.
“Misi berhasil, tidak ada anggota keluarganya yang terluka dan tidak ada korban sipil,” kata Presiden AS Joe Biden dikutip dari YouTube The White House.
New York Post menyebut sukses serangan tersebut tak lepas dari perang rudal Hellfire RX9.
Rudal hasil pengembangan perusahaan senjata AS Lockheed Martin dan Northrop Gumman ini mampu menghabisi target sasaran dengan meminimalisir korban di sekitarnya.
Bagaimana sesungguhnya kecanggihan rudal ini dan siapa saja yang sudah menjadi korbannya?
Perang melawan terorisme yang dikampanyekan Pemerintah AS acap menuai kritik. Hal ini lantaran serangan-serangan ke target sasaran tak jarang memakan korban yang belum tentu bersalah, baik warga sipil maupun keluarga teroris.
Menjawab kritik itu, Pemerintah AS menciptakan rudal Hellfire RX9 yang dikhususkan untuk membunuh para pemimpin teroris secara tepat dan akurat sehingga mengurangi dampak kerusakan dan meminimalkan korban di luar target sasaran.
“Senjata itu jarang digunakan, hanya digunakan dalam keadaan tertentu, terutama untuk seorang pemimpin teroris senior yang telah ditargetkan,” tulis WSJ.
Demi meminimalisasi korban di luar target sasaran, rudal Hellfire RX9 dirancang sedemikian rupa untuk tidak menghasilkan ledakan sama sekali.
Rudal yang dioperasikan melalui pesawat tanpa awak (drone) ini membunuh sasarannya dengan cara menimpakan logam seberat 100 pon atau 50 kilogram yang ia bawa.
Berat logam tersebut cukup untuk menjebol bagian atap mobil dan dinding beton bangunan yang menjadi tempat target sasaran bersembunyi.
Ini hampir sama dengan tertimpa tiga galon air mineral berbobot 19 liter sekaligus.
Selain memuat bobot logam seberat 50 kilogram, rudal R9X juga memiliki enam bilah pedang tajam yang otomatis mengembang begitu akan mengenai target sasaran.
Fungsi dari enam bilah pedang tersebut adalah untuk memastikan target sasaran mati dan hancur berantakan.
“Enam bilah panjang yang disimpan di dalam dan kemudian disebarkan melalui kulit rudal beberapa detik sebelum tumbukan untuk memastikannya hancur,” tulis WSJ.
Efektifitas rudal R9X membunuh korban secara akurat dan senyap membuatnya dijuluki sebagai “Bom Ninja”.
Rudal R9X lahir dari tekanan publik pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama.
Ketika itu, banyak pihak mengecam kematian warga sipil dalam kampanye perang melawan terorisme yang dilakukan AS di Afghanistan, Pakistan, Irak, Suriah, Somalia, Yaman, dan tempat-tempat lain.
Obama merespons kritik itu dengan mengatakan serangan senjata AS harus dipastikan tidak membunuh atau melukai warga sipil.
“Selain pertimbangan kemanusiaan dan hukum, korban sipil dapat merusak dukungan rakyat dan sekutu untuk tujuan strategis AS,” kata seorang pejabat pertahanan AS dikutip WSJ.
Pengembangan rudal Hellfire RX9 juga merupakan respons AS terhadap kemampuan adaptasi teroris dalam menghadapi serangan udara. Sebab para teroris kerap kerap bersembunyi di antara kelompok-kelompok wanita dan anak-anak untuk menghindari serangan.
Tidak diketahui pasti berapa jumlah Hellfire RX9 yang dimiliki Pentagon. Hal ini lantaran tidak ada satu pun pernyataan resmi dari pejabat Pemerintah AS mengenai keberadaan maupun penggunaan rudal ini.
Ayman al-Zawahiri bukan satu-satunya korban rudal Hellfire RX9. Pada Januari 2019, rudal Hellfire RX9 diluncurkan Pentagon untuk membunuh Jamal al-Badawi yang terafiliasi dengan al-Qaidah.
Pentagon menuduh Jamal sebagai sosok di balik serangan bom ke kapal USS Cole pada tahun 2000 di Pelabuhan Yaman. Serangan Jamal menewaskan 17 pelaut Amerika dan melukai puluhan orang lainnya.
Pada Februari 2017, Ahmad Hasan Abu Khayr al-Masri, seorang warga negara Mesir yang menjabat sebagai orang nomor 2 di al-Qaidah terbunuh di Provinsi Idlib Suriah oleh R9X yang ditembakkan oleh pesawat AS yang dioperasikan CIA.
KOMENTAR
Latest Comment