Jejak Luka di Tubuh Afif Maulana dan Kejanggalan yang Dilakukan Polisi Menutupi Kematiannya

12 Jul 2024 14:07 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi mengenang kematian Afif Maulana/ Azka/ Project Multatuli

Penulis: Project M x Langgam.id x Narasi

Editor: Project M x Langgam.id x Narasi

Afif Maulana, remaja 13 tahun, ditemukan meninggal di bawah jembatan. Dugaan kuat, dari jejak luka-luka di tubuhnya, ia mengalami penyiksaan oleh polisi. Tapi Polda Sumbar menutupi penyebab kematiannya. 

Kejanggalan Kematian Afif Maulana

Mendung kelabu menyelimuti keluarga Idris (58), seorang pengusaha truk pasir di Padang, Sumatera Barat. Cucu pertamanya, Afif Maulana, usia 13 tahun, ditemukan tak bernyawa, mengambang di bawah jembatan Batang Kuranji, jalan Bypass KM 9, Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, pada Minggu, 9 Juni 2024. Jasad Afif ditemukan warga pukul 11.55. 

“Afif itu cucu manja saya. Dari tujuh cucu, dia yang paling besar,” kenang Idris, matanya berkaca-kaca. Dalam benaknya, Afif adalah masa depan keluarga. Lima tahun lagi, dia membayangkan Afif akan menjadi andalan untuk meneruskan bisnis keluarganya. 

Sering kali Idris mengajak Afif ke Gunung Sarik untuk menagih bon truk pasir. “Kalau kakek mati, kamu yang akan mengurus mobil ini,” ujar Idris, mengingat pesannya kepada Afif. Namun kini Idris meratapi kenyataan pahit. “Rupanya cucuku yang pergi duluan, bukan yang tua ini.” katanya lirih. 

Idris bercerita tentang kehidupannya yang keras. Sejak remaja, ia sudah menjadi supir truk batubara lintas pulau. Kehilangan orang yang dicintai sudah sering ia alami, tapi kematian Afif adalah luka yang tak bisa ia relakan begitu saja. 

“Orang ini akan mati semuanya, tapi cucu saya mati disiksa, tulang punggungnya patah enam. Saya melihat di pinggangnya ada jejak sepatu.”

Idris menduga polisi melakukan kekerasan pada cucunya. “Dia anak kecil, sedang merabung di usianya. Tak tega melihat ada luka seperti itu. Jangankan memukul, menjetiknya saja saya tak tega,” kata Idris lalu menangis. 

Kronologi Kejadian

Banyak kesaksian dan keterangan mengenai peristiwa meninggalnya Afif, baik dari hasil investigasi Lembaga Bantuan Hukum Padang [LBH Padang], keterangan keluarga besar Afif, Polda Sumbar, maupun saksi lain yang ditangkap malam itu. Temuan-temuan ini memberikan keterangan yang bersangkut paut tapi tidak memberi kesimpulan pasti.

Idris bercerita pada Sabtu, 8 Juni, pukul 15.00, cucunya datang ke rumahnya di Kampung Baru, Kelurahan Cengkeh Nan XX, untuk meminjam sepeda motor. Afif bilang ingin jalan-jalan besok. Idris mengizinkan sepeda motor Honda Beat itu untuk dipakai Afif, sembari menyelipkan pesan agar Afif tidak keluyuran. Pada pukul 20.00, Afif menelepon ayahnya, Afrinaldi. Afif mengabari ia berada di rumah neneknya di Cengkeh.

Afrinaldi bertanya kepada Afif kenapa tak bilang kalau mau pergi ke Cengkeh? “Sudah bilang, tapi karena Papa lagi tidur dan tak terbangun,” Afrinaldi menirukan kembali ungkapan Afif.

Sebelum Afif menelepon, ia mengira anaknya sudah ada di rumah karena ia melihat ada baju basah bekas dari Afif berenang. 

Semakin malam Afrinaldi makin gusar, sebab selama ini anaknya selalu berada di sisinya saat malam hari. Ia melakukan panggilan video kepada Afif. 

“Afif di mana? Sudah pulang? Dia jawab, belum pulang, masih di Cengkeh. Saya pikir dekat dengan rumah neneknya di Cengkeh, terus saya tanya jam berapa pulang? Dia jawab mau nonton bola jam dua dini hari, nanti pulang. Saya bilang jangan pulang, Nak, nanti kena begal, tidur saja di Cengkeh,” ucap Afrinaldi.

Antara Cengkeh dan Indarung terhubung Jalan Padang–Solok berjarak sekira 14,5 km. Cengkeh berada di Kecamatan Lubuk Begalung, sementara Indarung adalah sebuah kawasan beroperasinya PT Semen Padang berada di Kecamatan Lubuk Kilangan.

Setelah panggilan video, Afif mengirimkan video sedang masak mi dengan teman-temannya. Afif bilang kalau ketiduran ia tidak akan pulang. Afrinaldi berpikir tempat Afif memasak mi itu masih di dekat rumah neneknya, tempat teman-teman sebayanya. Setelah itu ia tak berkontak lagi dengan Afif.

Sementara itu Kapolda Sumatera Barat Irjen Suharyono menyebut ada percakapan antara Afif dan Aditia (18). Aditia, yang akrab dipanggil Adit, baru kenal dengan Afif kurang lebih satu bulan belakangan. Suharyono menyebut perbincangan itu diketahui dari inbox chat antara Afif dan Adit di ponsel Afif yang berhasil dibuka oleh polisi. Dia mengklaim telah berhasil membuka kunci ponsel Afif pada Selasa, 2 Juli 2024, setelah mereka tahu kuncinya ialah tanggal lahir Afif.

Buat menguatkan tuduhan itu, Irjen Suharyono sempat menunjukan foto Afif sedang berpose menenteng senjata tajam. Foto itu juga yang diklaim jadi bagian dari perbincangan antara Afif dan Adit yang berhasil dibuka oleh polisi. 

“Adit lalu menyuruh Afif datang ke rumahnya. Bahwa pada 21.30-22.30, ada rencana beberapa geng tawuran di kota Padang akan bertemu,” ungkap Suharyono dalam cara Catatan Demokrasi di TvOne, 2 Juli lalu.

Menurut Kapolda, geng yang akan bertemu malam itu adalah Cengkeh Raya dan Gaung Allstar yang berniat menghajar geng Bandar Buat Mystery. Kedua kelompok itu rencananya bertemu di Balai Baru, jalan Bypass Padang.

Meski demikian, tidak diketahui secara pasti apakah Afif termasuk anak-anak yang akan tawuran seperti keterangan Kapolda. Ibunda Afif, Anggun (32), tidak percaya anaknya itu ikut tawuran dan tidak menerima pernyataan Kapolda. Ia juga membantah bahwa foto yang ditunjukan oleh Kapolda itu ialah foto lama dan tak ada kaitannya dengan malam kejadian. 

“Jaket yang dikenakan pun ada di rumah, itu bukan baju yang digunakan pada malam kejadian,” katanya membantah omongan Kapolda.

Suharyono lalu menjelaskan, pukul 01.30, Minggu, 9 Juni, 15 motor berkumpul di Cengkeh Raya. Lalu bergeser dan menjadi konvoi 25 sepeda motor dengan jumlah kurang lebih 50 orang. Rombongan ini bergerak dini hari pukul 03.00.

Polisi mengejar rombongan itu. Adit, dalam surat pernyataannya tanggal 12 Juni 2024, menyebutkan motor yang dikendarainya bersama Afif ditendang anggota Sabhara, mengakibatkan mereka jatuh. 

Upaya Menutupi Kematian Afif 

Panggilan telepon berkali-kali masuk ke ponsel Riki Lesmana pada Minggu sore, 9 Juni 2024. Saat itu ia berada di Bandung, Jawa Barat buat mengantarkan barang. Penelponnya adalah seorang temannya yang berprofesi polisi. Semula Riki enggan mengangkatnya, tapi panggilan berkali-kali itu bikin dia penasaran.

“Halo,” kata Riki.

Di ujung telepon, si teman langsung menyambar, “Afif meninggal, Bang!”

Riki tak percaya kabar ponakannya itu meninggal. Ia membantah informasi itu. Namun, setelah dikirimi foto jenazah Afif yang menggenang di bawah jembatan Kuranji, ia benar-benar kaget. Ia lantas menelepon istrinya di Padang untuk memastikan informasi itu.

“Aku kira Afif korban begal karena nggak mungkin kalau dia ikut tawuran, aku nggak percaya,” ujarnya.

Tanpa pikir panjang, ia langsung memesan tiket pesawat ke Padang untuk keberangkatan Senin pagi, 10 Juni. Begitu tiba, ia meluncur ke Rumah Sakit Bhayangkara Sumatera Barat. Kabar terakhir yang ia terima, jenazah Afif akan diautopsi pada Senin pukul 9 pagi.

Usai autopsi, keluarga Afif sudah berencana membawa jenazah pulang. Mereka sudah menyiapkan ambulan untuk membawa jenazah pulang. Namun, usaha itu dihalang-halangi polisi. Petugas bahkan melarang melihat jenazah Afif secara menyeluruh. Mereka hanya diperbolehkan melihat wajah Afif setelah dimandikan dan dikafani oleh pihak rumah sakit. 

Mendengar larangan itu, Riky marah. Ia ngotot dan akhirnya berhasil mendapat kesempatan membuka kantong jenazah Afif. Ia melihat ada luka memar di tubuh Afif . Merasa ada yang janggal, Riki memaksa agar jenazah Afif untuk dibawa pulang.

Pada saat bersamaan, ada keramaian di rumah sakit; seorang tahanan kabur. Polisi kalang-kabut. Riki memanfaatkan kondisi itu untuk mendesak rumah sakit agar bisa membawa jenazah Afif pulang. Sekitar pukul 4 sore, jenazah akhirnya bisa dibawa pulang.

“Ada tahanan kabur, di sana sibuk semua polisi-polisi, langsunglah Afif dibawa pulang pakai ambulan Zakat.”

Setelah dibawa pulang, jenazah Afif langsung dimandikan. Salah seorang tetangga yang memandikan jenazah melihat ada bekas menyerupai jejak sepatu di tubuh Afif. Kejanggalan itu semakin membuat keluarga bertanya-tanya terkait penyebab kematian Afif.

Usai Afif dimakamkan, Riki mendapat petunjuk dari temannya bahwa Afif terakhir pergi dengan Adit. Dari kenalan-kenalannya, Riki akhirnya terhubung dengan Adit. Pada Selasa, 11 Juni, teman Riki lantas membawa Adit ke rumah Riki. 

“Ada kakaknya Adit yang mengantar juga ke rumahku.”

Dalam pertemuan itu, Riki merekam kesaksian Adit. Dalam kesaksian itu, Adit melihat Afif dikelilingi polisi yang membawa rotan setelah ditentang jatuh oleh polisi di jembatan Kuranji.

Dua Saksi Keberadaan Afif

Keesokan harinya keluarga Afif mengadu kepada LBH Padang pada 12 Juni 2024. Dari aduan itu, LBH Padang meminta keluarga Afif mendatangkan salah seorang yang dianggap saksi kunci, yang bisa bercerita banyak soal kejadian yang menimpa Afif.

Kakek Afif bergegas menjemput Aditia. Dari penelusuran keluarga, mereka mengetahui Afif bersama Adit pada malam kejadian itu. Sekira pukul 15.00, ia sudah membawa Adit ke LBH Padang. Seingat Adrizal, kuasa hukum dari LBH Padang yang mendampingi keluarga Afif, Adit datang bersama pamannya.

Dari kesaksian Adit kepada LBH Padang, ada cerita berbeda dari apa yang diklaim oleh polisi. Alhasil, pada 20 Juni 2024, LBH Padang merilis investigasi Afif.

“Kita memiliki bukti surat pernyataan di atas secarik kertas bermaterai 10.000, tertanggal 12 Juni 2024, soal keterangan yang disampaikan Adit. Ia pun menandatanganinya di atas materai,” kata Adrizal.

LBH Padang menyebut Afif Maulana, lima anak lain, dan dua orang dewasa mengalami penyiksaan berupa cambukan, disetrum, dipukul dengan rotan, ditendang, disulut rokok, hingga diduga mereka dianiaya secara seksual.

Menurut LBH Padang, pada pukul 04.00, Minggu, 9 Juni, Afif dan Adit sedang berboncengan sepeda motor menuju utara di jembatan itu. “Mereka dihampiri anggota Sabhara Polda Sumbar yang menendang motor mereka, menyebabkan mereka terjatuh,” kata Direktur LBH Padang Indira Suryani.

Afif terpelanting sejauh 2 meter dari Adit. Adit kemudian mengambil ponselnya dari jok motor yang terbuka akibat jatuh itu. “Adit ditangkap dan dibawa ke Polsek Kuranji oleh polisi. Adit melihat Afif berdiri dikelilingi polisi yang memegang rotan sebelum kehilangan jejaknya,” ujar Indira.

Polsek Kuranji tempat Afif Maulana diduga dibawa oleh polisi dan mengalami penyiksaan oleh polisi setempat. (Langgam.id) 

 

Di Polsek Kuranji, Adit dan korban lain diinterogasi dan disiksa oleh polisi-polisi. Mereka kemudian dibawa ke Polda Sumbar, dipaksa berjalan jongkok, dan berguling hingga muntah. 

“Kalau belum muntah, belum boleh berhenti,” lanjut Indira. Mereka dibebaskan setelah membuat perjanjian untuk tidak mengulangi kesalahan.

Dua hari setelah jenazah Afif dimakamkan, paman Afif, Riki Lesmana, menemui saksi lain yang pada malam itu juga ikut ditangkap polisi. “Dari 18 orang yang ditangkap polisi, ada yang melihat Afif di jembatan Kuranji sudah dikerumuni polisi,” katanya. 

Di jembatan Kuranji, menurut saksi ini, Afif sudah dipukul oleh tim Sabhara. “Saat dibawa ke Polsek Kuranji, sudah pingsan dia.”

Jembatan Kuranji, tempat Afif Maulana melompat menurut keterangan dari Polisi.(Langgam.id)

 

Dari hasil penyelidikan mandiri yang dilakukan Riki dan keluarganya, ia memperoleh beberapa keterangan yang telah direkam. Dalam rekaman itu salah seorang anak yang turut ditangkap polisi mengatakan melihat Afif di Polsek Kuranji. 

Semula ia tidak mengenal Afif. Namun, setelah kematian Afif dan foto-foto Afif dipublikasikan, ia mengenali Afif adalah salah satu anak yang ditangkap bersamanya di Polsek Kuranji.

Ada enam orang yang ditangkap bersamanya, lalu dibawa ke Polsek Kuranji. Setelah itu ada rombongan yang menyusul kemudian. Saat itu polisi sempat mereka berbaris, ia ingat urutan barisnya.

“Yang pertama siapa?” tanya Riki.

“Adit.” 

“Yang kedua?”

“Saya.”

“Yang ketiga?”

“****.”

“Yang keempat?”

“Afif.” 

“Memang kamu kenal Afif?”

“Tidak.”

“Kamu kan lihat wajahnya?”

“Iya.” 

“Dari mana kamu kenal wajah Afif ini?”

“Pas sesudah kejadian saya pulang dari Polda, keluarlah foto berita korban Afif sudah tergeletak [meninggal dunia] di bawah Jembatan Kuranji.”

“Jadi pas di Polsek Kuranji itu?” 

“Saya belum kenal.” 

“Tapi, wajahnya kamu kenal?”

“Kenal.”

“Wajah siapa?”

“Afif.”

“Jadi yang di Polsek Kuranji itu, cerita Afif disiksa, lihat kan?”

“Pas kejadian itu [penyiksaan], disuruhnya saya menghadap ke depan. Lalu saya melihat ke arah depan.”

“Suara siapa yang siapa yang terdengar minta tolong?”

“Afif. Posisi Afif di belakang saya.”

“Suara Afif?”

“Iya.”

“Benar suara Afif?”

“Iya bang.”

“Pakai baju apa waktu kamu lihat Afif saat itu?”

“Baju kaos warna hitam, celana jin warna coklat.”

Sementara Adit, beberapa hari setelah memberikan keterangan kepada LBH Padang, ia menghilang. 

Saat itu Adit hendak dijadikan saksi oleh LBH Padang untuk mendukung bukti-bukti menguatkan kematian Afif. Pihak keluarga Adit berkata ingin mendiskusikannya terlebih dulu. Karena saat itu sudah malam, Adit dan keluarganya pun pamit pulang. Mereka berjanji akan melanjutkan diskusi pada pagi esok hari. Keesokan hari, Adit dan keluarganya sudah tidak bisa dihubungi lagi.

Pada saat yang sama, Riki terlanjur memviralkan kesaksian Adit. Hal ini diduga membuat Adit dicari polisi. “Kami bermaksud melindungi Adit agar tidak muncul dulu sebelum mendapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Namun, karena sudah viral, Adit tidak bisa dihubungi lagi,” ujar Adrizal dari LBH Padang.

Dalam olah tempat kejadian perkara di jembatan Kuranji, Adit menjadi sumber utama perspektif kepolisian soal kematian Afif. 

“Pada 17 Juni (Hari Raya Idul Adha), Adit di-BAP polisi. Kami bertemu keluarganya dan mereka mengatakan jika ingin bertemu dengan Adit, silakan temui polisi,” terang Adrizal.

Dua kesaksian dari Adit dan saksi lain yang dikumpulkan keluarga korban bersama LBH Padang itu dibantah polisi. 

Kapolda Sumbar Irjen Suharyono membantah video kesaksian yang pertama kali dibuat Adit dan sempat tersebar di media sosial. “Video pertama salah. Yang katanya Afif dikerubungi polisi [memukul pakai] rotan," ujarnya pada 30 Juni 2024.

“Kesaksian bohong itu. Ketika kami tanya apa ciri-cirinya disebut tinggi hitam. Padahal Afif tidak tinggi hitam,” ujarnya saat tayangan Live Catatan Demokrasi di TvOne, 2 Juli.

Olah TKP: Tak Ada yang Menyaksikan Afif Melompat

Polda Sumbar telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) sewaktu Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) tiba di Padang, 27 Juni, pada dini hari. Juga menggelar ekspose kasus bersama Kapolda, Kompolnas, Kementerian PPA, KPAI, Komnas HAM Sumbar, Ombudsman Sumbar, dan LBH Padang, pada siangnya.

Dalam olah TKP dan ekspos kasus, didatangkan para saksi yang terlibat saat Afif ditendang lalu terhempas dari sepeda motor. Adit juga turut hadir. Polda juga membawa dua personel Sabhara yang diduga menendang motor dan membawa Adit ke Polsek Kuranji.

Pada saat olah TKP, kurang lebih ada lima titik kejadian yang ditandai Polda. Titik ke-1 diduga tempat motor ditendang. Titik ke-2 tempat motor terhempas. Titik ke-3 tempat Adit berdiri. Titik ke-4 tempat Afif diyakini berbicara dengan Adit sesudah jatuh dari motor. Semuanya berada di sebelah kiri jembatan dengan jarak masing-masing titik kurang lebih 2 meter.

Terakhir titik ke-5  berada di seberang kanan jalan jembatan, kurang lebih secara horizontal sama dengan titik ke-4, tempat Afif berdiri. 

Kapolda menjelaskan Afif diduga berlari ke seberang kanan jembatan. Kemudian jatuh/terjun di tengah-tengah ruas jembatan Bypass KM 9.

Dalam video ekspos kasus yang diterima Langgam.id dari LBH Padang, Kapolda Sumbar Suharyono terlihat sedang bertanya kepada dua personel Sabhara yang terlibat malam itu. Samar terdengar dari audio video itu Suharyono memanggil salah satunya dengan nama Zaki. 

Zaki diduga tim Raimas (penguraian massa) Korps Sabhara Polda Sumbar yang menendang motor yang dikendarai Adit dan Afif, sedangkan satu anggota lagi yang menangkap Adit diketahui bernama Tri.

Suharyono menjelaskan 30 personel Sabhara Polda Sumbar diperbantukan untuk membantu anggota di Polsek Kuranji. Sebab, malam itu polisi mendapat informasi akan ada geng yang akan melakukan tawuran. Berangkatlah 30 personel dari Polda sekitar pukul 03.00, keluar dari simpang Lubuk Begalung ke arah simpang Ampang.

Sekira pukul 03.40-04.00 terjadi peristiwa kejar-kejaran antara polisi dan dua motor lain yang salah satunya dikendarai Afif dan Adit. Sewaktu berada di atas jembatan, motor yang dikendarai Adit dan Afif ditendang oleh anggota Sabhara sehingga keduanya terpelanting ke sisi kiri jembatan.

Sewaktu itu, tak hanya motor yang dikendarai Adit dan Afif yang jatuh di jembatan. Baik dari surat kesaksian Adit, pernyataan Sabhara saat ekspos kasus, maupun penjelasan Kapolda di televisi, ada dua motor yang jatuh. 

“Pada saat sampai di jembatan, motornya sudah dalam keadaan jatuh. Waktu itu ada dua motor yang jatuh. Di motor pertama ada Adit,” kata seorang personel Sabhara saat ekspos kasus dari video yang dibagikan LBH Padang. 

Dalam pernyataan kesaksiannya, Adit juga melihat motor saksi berinisial “Z” turut jatuh akibat didorong dengan kaki oleh polisi. Z berlari setelah terjatuh dan dikejar oleh lebih dari dua polisi. Jarak mereka diduga kurang lebih 4 meter.

Setelah menjatuhkan beberapa motor di jembatan, datanglah tim sweeper dari arah simpang Ampang untuk menangkap mereka. Saat itu Adit melihat Afif berdiri setelah jatuh terpelanting dari motor. Jarak mereka sekitar 2 meter. Ia mengatakan, sebelum ditangkap polisi, Afif sempat mengajaknya melompat ke sungai.

“Bang melompat kita,” kata Afif.

 “Ndak, Fif, Abang ndak melompat. Abang menyerahkan diri. Abang cari HP dulu, Fif. Jangan melompat, Fif," ucap Adit sewaktu ekspos kasus di Markas Polda Sumbar.

Adit lalu mengambil ponsel miliknya di dalam jok motor, juga melihat keberadaan ponsel milik Afif di sana. 

Di sisi lain, saat tim sweeper datang, Kapolda Sumbar Suharyono mengatakan Adit sedang sibuk mencari ponsel. Pada saat itu, klaim Kapolda, Afif tidak ada lagi di jembatan.

Suharyono mengklaim Adit sempat mengatakan kepada polisi yang menangkapnya bahwa Afif meloncat. Namun, anggota yang diduga bernama Tri itu tidak percaya, sebab kata Suharyono, dia merasa jembatan itu terlalu tinggi.

Adit dibawa ke Polsek Kuranji. Saat itu, Adit melihat banyak polisi lain masih tinggal di lokasi kejadian sambil memegang rotan/manau. Di perjalanan menuju Polsek Kuranji, Adit mencari-cari Afif tapi tak kunjung melihatnya.

Sewaktu di Polsek, dalam surat kesaksiannya kepada LBH Padang, Adit melihat ada polisi sedang menelpon dan ia mendengar percakapannya. Dia mendengar ada empat kendaraan bermotor yang ditangkap dan jatuh di Jembatan Bypass Kuranji.

Meski tidak ada saksi yang melihat Afif melompat saat olah TKP, Suharyono menyimpulkan memang benar Afif melompat/terjatuh/terjun ke sungai, tapi ia tidak tahu kapan jatuhnya. Ia mengklaim, dari 18 orang yang dibawa ke Polsek Kuranji, tidak ada yang namanya Afif Maulana. 

Kejanggalan Keterangan Polisi

Kecurigaan keluarga almarhum Afif bukan tak berdasar. Ini bermula saat menerima salinan sertifikat kematian Afif pada 10 Juni dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar. Pada bagian III tentang cara kematian, poin 15 tentang kematian tidak wajar, sertifikat a quo dilingkar pada bagian belum ditentukan.

LBH Padang mengungkapkan berbagai luka pada tubuh Afif adalah lebam di pinggang kiri, punggung, pergelangan tangan, siku, pipi kiri membiru, dan luka berdarah di kepala bagian belakang dekat telinga.

Melihat bekas luka di tubuh Afif, keluarga menilai lebam itu tak seperti orang yang jatuh dari jembatan setinggi lebih dari 20 meter. "Muka Afif luka lebam karena siksaan. Itu bukan karena jatuh dari jembatan. Di sebelah kiri punggung, tangan, dan perut ada bekas tendangan sepatu,” ucap Afrinaldi, ayah Afif.

Selain itu, Afif memiliki luka lebam di badan. Di bagian perut, kiri punggung, dan belakang badan. “Kalau jatuh tidak mungkin, jembatan itu sangat tinggi. Di bawah itu kondisinya kering. Kalau jatuh minimal kaki patah, kalau ini kakinya tidak apa-apa.”

Saat ditemukan, pakaian yang dikenakan Afif tidak didapati ada robekan. Tangan bocah itu pun tidak patah; hanya ada lecet di jari.

Walaupun Polda Sumbar membantah Afif dibawa ke Polsek Kuranji, Afrinaldi tidak percaya dan meyakini Afif sempat disiksa.

“Itu, kan, kata Kapolda. Sebenarnya ada saksi yang ikut ditangkap melihat anak saya dibawa ke Polsek, kami temui anak-anak yang ditangkap,” ucapnya.

Direktur LBH Padang Indira Suryani mengungkap berbagai kejanggalan dari tindakan polisi terhadap Afif dan keluarganya. la juga menyinggung beragam metode yang diduga dilakukan polisi untuk mengeliminasi fakta-fakta penyiksaan, termasuk dalam kasus Afif. 

Beberapa di antaranya: keluarga Afif diminta menandatangani surat agar tak menuntut apa-apa, menyatakan anaknya meninggal karena tawuran, didorong agar Afif tak usah diautopsi karena dianggap aib keluarga (pelaku tawuran), sampai diminta tak memfoto kondisi tubuh korban.

Indira juga mengatakan keterangan Adit saat ekspos kasus di Mapolda Sumbar berada di bawah tekanan polisi. “Pada saat ekspos dikepung polisi di belakang. Pernyataannya diarahkan. Apa maksudnya ada banyak anggota polisi saat Adit memberi kesaksian?"

Ia juga mempertanyakan penyebab kematian Afif yang disampaikan Polda Sumbar. "Ada waktu satu menit sebelum tim sweeper datang, lalu apa yang mereka lakukan selama itu? Satu menit lari-larian di jembatan? Air di dasar sungai itu kurang dari 50 cm saat mayat ditemukan. Kalau jatuh, remuklah badan anak itu. Pikirlah kalau bikin cerita!"

Kapolda Sumbar Irjen Suharyono menjelaskan perkembangan kasus Afif Maulana pada konferensi Pers 30 Juni 2024. (Langgam.id)

 

Kejanggalan lain terkait rekaman CCTV di Mapolsek Kuranji yang dikatakan Suharyono terhapus otomatis. 

“Jadi CCTV tidak rusak. Ada CCTV tapi daya tampung untuk menyimpan hanya 11 hari,” katanya saat konferensi pers, 30 Juni.

Ia menyebut, berdasarkan keterangan tim IT Polda, CCTV di Polsek Kuranji hanya punya ruang penyimpanan 1 terabyte (TB). CCTV ini bermerek G-Lenz.

Suharyono berdalih laporan masuk pada 21 Juni, sedangkan Tim IT baru membuka CCTV itu pada 23 Juni 2024. Rekaman yang bisa didapatkan ke belakang hanya sampai 13 Juni, empat hari setelah kejadian. Rekaman baru telah menimpa data rekaman lama.

Selain CCTV di Mapolsek Kuranji, di lokasi sekitar penemuan jasad Afif, juga tersorot CCTV Resto dan Cafe UJE BP. Namun, buru-buru pihak kepolisian mengatakan CCTV UJE BP yang mengarah ke Sungai Batang Kuranji “rusak”. 

Dugaan TKP Dirusak

Selain berdalih semua CCTV terhapus dan rusak, LBH Padang menduga ada upaya polisi mengaburkan TKP. 

Berdasarkan pantauan Langgam.id, terdapat bekas roda rantai alat berat di lokasi kejadian. Di dekat sungai juga ada satu eskavator yang terparkir. Selain itu, gundukan tanah usai penggalian terlihat menggunung di tengah aliran sungai tempat mayat Afif ditemukan.

Juga terdapat cukup banyak batu-batu berukuran sedang hingga besar di sebelah sisi kanan aliran sungai. Dalam berbagai video dan foto penemuan mayat Afif yang tersebar di media sosial, sebelumnya batu-batu itu tidak terlihat sebanyak itu. Garis polisi yang dipasang di sekitar lokasi juga tidak terpasang kokoh lagi, jatuh ke tanah.

Mulanya, jenazah Afif ditemukan telentang dengan kedalaman cekungan ±30 cm, kini cekungannya menjadi 1,07 m. Hal ini diduga dilakukan oleh pihak Polda Sumbar pada 30 Juni 2024 untuk menyesuaikan dan menguatkan teori tentang tanda-tanda pada tubuh Afif sebagaimana keterangan dokter forensik yang menyatakan bahwa Afif meninggal akibat dirinya terpeleset ke sungai.

Eskavator yang parkir di bawah jembatan Kuranji di tepi aliran sungai tempat mayat Afif Maulana ditemukan. (Langgam.id)

 

Saat tim LBH Padang memeriksa, mereka mendapati kedalaman air di sekitar lokasi penemuan jasad Afif di bawah jembatan kini berubah, meskipun debit air sungai masih sama dengan saat jasad pertama kali ditemukan. Kedalaman dasar sungai kini lebih dari 1 meter. 

LBH Padang menganggap ada penggalian baru ini sebagai upaya mengaburkan fakta terkait penyebab kematian Afif Maulana.

“Ketika pertama kali kita investigasi, tinggi air hanya 0,5 meter, sekitar setinggi lutut atau paha orang dewasa. Tidak terlalu dalam. Banyak foto yang menunjukkan jasad masih mengapung di sana di kedalaman yang dangkal. Sekarang kondisinya sangat berbeda," kata Ranti, anggota Tim Investigasi LBH Padang, pada 1 Juli.

Ranti mengungkapkan, berdasarkan keterangan saksi, LBH Padang menemukan ada pengerukan di sungai tersebut. “Mengapa pengerukan itu terjadi dan dibiarkan saja? Menurut kami ini adalah upaya pengaburan fakta. Kami khawatir fakta-fakta dikaburkan untuk menghindari proses pidana terhadap pelaku.”

“Karena lokasi kejadian menunjukkan bukti bagaimana kematian tak wajar ini terjadi,” tuturnya.

Kejanggalan lain yang ditemukan LBH Padang adalah pemasangan garis polisi baru dilakukan dua hari terakhir, yaitu pada hari ke-20 setelah kematian Afif.

Sejak jenazah Afif ditemukan, tempat kejadian perkara terus ramai didatangi masyarakat sehingga tidak menutup kemungkinan ada upaya-upaya yang dilakukan untuk menghilangkan maupun menghapuskan alat bukti. Baru kemudian, pada 28 Juni, polisi memasangkan garis polisi untuk mengamankan TKP.

Garis polisi yang dipasang di sekitar lokasi sudah jatuh ke tanah. Pemasangan garis polisi baru dilakukan pada hari ke-20 setelah penemuan mayat Afif Maulana. (Langgam.id)

 

Luka di Tubuh Afif

Salah satu bukti kuat untuk mengungkap tabir kematian Afif Maulana ada pada visum et repertum atau laporan ahli mengenai pemeriksaan medis terhadap korban. 

Jenazah Afif sebenarnya telah melewati proses autopsi pada 10 Juni. Namun, pihak keluarga tidak merasa puas dari hasil autopsi yang dilakukan di RS Bhayangkara Padang tersebut, notabene adalah rumah sakit milik Polri.

Maka dari itu, saat ini pihak keluarga telah mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk melakukan ekshumasi terhadap jenazah Afif. Ekshumasi adalah proses pengangkatan atau pembongkaran jenazah yang telah dimakamkan untuk tujuan mencari penyebab kematian.

Direktur LBH Padang Indira Suryani berkata dokter forensik sampai saat ini tidak memberikan berita acara autopsi kepada pihak keluarga. Selain itu, penyidik perkara tidak membuka laporan dan pemberian salinan autopsi kepada pihak keluarga.

Pada ekspos kasus di Mapolda Sumbar, 27 Juni, dokter forensik yang menangani jenazah Afif sebenarnya telah didatangkan, sedangkan soal laporan dan berita acara autopsi, Polda Sumbar masih menyimpannya guna melakukan penyelidikan.

Dokter yang melakukan visum atau autopsi pada jenazah Afif bukan berasal dari Polda Sumbar. Melainkan seorang PNS yang bertugas di salah satu rumah sakit di Bukittinggi. Dokter berinisial “R” ini berkata telah puluhan tahun melakukan aktivitas forensik dan sangat yakin dengan temuannya.

Dalam video ekspos kasus yang didapatkan Langgam.id dari LBH Padang, dokter itu berkata mendapat kabar untuk memeriksa jenazah Afif pada pukul 15.00. Namun, karena belum ada persetujuan keluarga, tubuh Afif terlebih dulu disimpan di kulkas jenazah mayat RS Bhayangkara Padang.

Esok harinya, Senin, 10 Juni, proses autopsi dilakukan pukul 09.00. Dari hasil pemeriksaan, dokter R menemukan ada luka lecet, memar, lebam, dan kaku mayat pada tubuh Afif, termasuk ada lebam mayat. Ia juga berkata tidak terdapat trauma di bagian kepala. 

Kematian Afif, katanya, disebabkan trauma pada paru-paru yang terjadi karena tertusuknya tulang iga yang patah pada sisi kiri. 

Ia tidak menyimpulkan, hanya saja menduga kemungkinan Afif terpeleset atau terjatuh. Sebab jika anak itu terjun, kata dokter R, kaki atau kepalanya bisa kena/patah. Sebaliknya saat diperiksa, kepala korban bersih; yang ada justru memar tubuh pada sisi kiri dan ada lecet di mulut.

Setelah melihat keterangan dokter R, Langgam.id meminta pendapat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Padang, Dr. dr Rika Susanti, Sp.FM(K), dokter yang pernah melakukan autopsi ulang pada jenazah Brigadir J beberapa tahun lalu.

Rika mengatakan, pertama, dokter forensik tidak boleh menyatakan cara mati seseorang. “Apakah terpeleset, terjatuh, itu bukan kewenangan dokter spesialis forensik. Karena itu, kan, lebih ke saksi mata, kewenangan penyidik. Kita sebagai dokter forensik hanya mempelajari apa-apa temuan pada jenazah, kemudian kita menyimpulkan sebab matinya apa,” kata Rika.

Mayat Afif ditemukan mengapung dalam kondisi wajah dan tubuh terlentang. Kondisi sungai saat Afif ditemukan dalam ketinggian air kira-kira sebetis orang dewasa, dengan dasar sungai cukup jelas terlihat dan tak terdapat banyak batu besar.

Berdasarkan keterangan orangtuanya, Afif memiliki tinggi sekitar 140 cm dan berat badan sekitar 50 kg. Tinggi jembatan ke dasar sungai tempat mayat ditemukan berbeda-beda menurut beberapa pernyataan resmi. Ada yang menyebut di atas 30 meter, 40 meter, dan 14 meter.

Anggota polisi mengukur tinggi jembatan Kuranji ke titik tempat Afif Maulana ditemukan. (Langgam.id)

 

Beberapa hal yang perlu dicermati soal temuan luka pada tubuh Afif di antaranya soal lebam mayat. Dokter Rika menjelaskan lebam mayat merupakan perubahan yang terjadi pada orang yang sudah meninggal akibat pengaruh gaya gravitasi.

Begitu seseorang meninggal, jantung tidak berfungsi lagi, jadi darah tidak dipompa lagi ke seluruh tubuh. Sehingga sel-sel darah merah itu mengisi tempat terendah dari posisi tubuh.

Pada saat menganalisis foto temuan mayat Afif, dokter Rika tidak menemukan ada tanda-tanda lebam mayat. Foto yang jadi acuan saat itu adalah foto evakuasi jenazah Afif dari sungai. Kira-kira sembilan jam sejak Afif dan Adit ditendang dari sepeda motor.

“Kalau dikatakan ini (visual luka dari foto) lebam mayat, lebam mayat itu dia harus luas. Jadi kalau waktu ditemukan pada posisi terlentang, seluruh tubuhnya itu ada lebam mayat. Paha, betis itu ada lebam mayat. Kalau ini, lebam mayat itu warnanya sama dengan memar. Merah keunguan. Nah, kalau ini lukanya terlokalisir, jelas bentuknya. Itu bukan lebam mayat. Ini memar karena kekerasan tumpul,” kata dokter Rika.

Namun, ia tidak bisa memastikan apa sebab ada memar akibat kekerasan tumpul itu pada tubuh Afif. Apakah terhempas batu atau yang lainnya? Yang pasti ia mengatakan hal itu bukan lebam mayat.

“Memar itu luka karena berkontak dengan benda keras. Bisa dia terjatuh, bisa benda keras menuju dia atau dia menuju benda keras. Tapi dari gambaran seperti itu, tidak bisa kita simpulkan korban menuju benda keras atau benda keras menuju dia. Kecuali kalau di kepala lukanya, baru bisa kita perkirakan,” ujarnya.

Ada dugaan luka pada tubuh Afif dikarenakan ia jatuh dari motor. Dokter Rika mengatakan biasanya kalau orang terseret sesudah jatuh dari motor, lukanya lecet geser.

“Pada foto, lukanya yang dominan adalah memar. Jadi, tak ada terlihat banyak luka geseran. Kalau orang diseret, terseret, atau ditarik, itu kelihatan luka gesernya.”

Jejak luka pada tubuh Afif ada sisi badan bagian kiri dan punggung kiri belakang. Keluarga Afif juga mengatakan tidak ada luka, lebam, memar serius pada bagian kaki.

Berdasarkan bentuk luka itu, seandainya Afif memang benar-benar jatuh dari jembatan, dokter Rika mengilustrasikan beberapa hal yang mungkin terjadi. Ia menjelaskan, dalam melihat luka tergantung apa yang ada di bawah air atau tempat dia melompat.

“Tergantung apa yang pertama kali berkontak dengan tubuh si korban. Kalau misalnya memang benda keras di bawah, kalau seluruh tubuhnya terkontak benda keras di bawah (seperti batu), pasti akan banyak yang patah,” katanya.

Melihat cedera atau trauma pada tubuh Afif, yang hanya ditemukan bagian sisi kiri badan dan punggung kiri belakang yang patah atau cedera, untuk memungkinkan hal itu terjadi, Rika berpendapat tubuh korban harus berkontak dengan satu batu yang cukup tinggi besar, dan hanya mengenai sisi bagian kiri badan. Sehingga tidak ada trauma pada bagian tubuh lain seperti kepala dan kaki.

“Kalau batunya tidak terlalu besar tentu kepala juga akan membentur yang lain, kaki juga akan membentur yang lain. Tergantung apa yang ada di bawah dan posisi jatuhnya,” ucapnya.

Ketika ditanya sebab jatuh, Rika mengatakan dokter forensik tidak bisa memberikan keterangan demikian. “Kewenangan dokter ndak bisa mengatakan penyebab jatuhnya. Kalau dia terbentur, itu seperti keterangan saya tadi, bisa dia terpeleset, bisa dia didorong, bisa dia lompat sendiri, kan, bisa saja kalau memang benar jatuh. Yang penting, kalau benar ada benda keras seperti batu yang menyebabkan luka seperti itu, bisa jadi,” tuturnya.

Namun, ada beberapa hal lain yang dijelaskan Rika. Hal itu berdasarkan sebab kematian Afif dari hasil visum atau autopsi, yakni akibat tulang iga yang patah menembus paru-paru.

Karena di kepala Afif tidak ditemukan trauma alias bersih, anggaplah katanya tulang yang patah menembus paru-paru, harusnya Afif saat itu masih hidup karena luka di paru-paru proses kematiannya biasanya cukup lama.

“Kalau kepalanya tidak terbentur, biasanya tidak secepat itu. Kalau jatuhnya hanya menyebabkan patah di tulang iga, lalu menusuk paru, masih ada upaya atau masih bisa menyelamatkan diri. Kan, dia kesakitan. Jadi proses kematian tidak hitungan detik, biasanya cukup lama kalau paru di satu sisi saja yang kena. Sebab paru itu, kan, ada dua dan yang satu membantu yang lain,” tutur mantan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ini.

Ia menambahkan biasanya orang kalau jatuh dalam keadaan telentang dan hanya ditemukan luka menembus paru-paru, orang biasanya masih punya kesadaran. Paling kesakitan. 

“Bahkan seharusnya, masih bisa kok dia berdiri, berusaha mencari pertolongan, seharusnya masih bisa, karena tidak langsung mati. Jadi sebenarnya cukup waktu dia untuk berjalan ke tepi atau minta tolong. Atau kalau dia takut, dan diam saja, memang bisa mati terlentang. Intinya, jika hasil forensik seperti itu, proses kematiannya tidak akan cepat,” kata Rika.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER