7 September 2022 22:09 WIB
Editor: Akbar Wijaya
Polri klaim akurasi lie detector mencapai 93%, namun eks Kabareskrim menilai alat ini tak akurat dan tak bisa dijadikan bukti.
Putri Candrawati dan asisten rumah tangganya bernama Susi telah menjalani tes uji kebohongan atau poligraf menggunakan lie detector di Puslabfor Polri, Sentul Bogor, Jawa Barat, Selasa (6/9/2022).
Div Humas Polri tak membuka apa hasil tes uji kebohongan terhadap Putri maupun Susi. Alasannya hal itu merupakan kewenangan penyidik.
"Kalau masuk ranah projusticia berarti hasilnya diserahkan ke penyidik. Penyidik yang berhak mengungkapkan kepada teman-teman," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Rabu (7/9/2022).
Berbeda dengan Putri, sebelumnya Dirtipidum Bareskrim Polri Andi Rian Djajadi mengungkap hasil uji kebohongan terhadap tiga tersangka: Bharada Eliezer, Kuat Ma'ruf, dan Bripka Ricky Rizal.
Hasilnya para tersangka dinyatakan berkata jujur.
"Barusan saya dapat hasil sementara uji poligraf terhadap RE, RR dan KM, hasilnya no deception indicated alias jujur," kata Andi kepada wartawan dikutip Antara, Selasa (7/9/2022).
Menurut jenderal bintang satu itu, setiap tersangka diberi pertanyaan oleh petugas Puslabfor sesuai perannya masing-masing. Namun Andi tidak merinci pertanyaan yang diajukan kepada para tersangka karena menurutnya hal itu merupakan wilayah.
"Hanya pertanyaan kunci, berbeda-beda pertanyaan sesuai peran masing-masing," ujarnya.
Uji deteksi kebohongan terhadap Bharada Eliezer dilakukan di Bareskrim Polri. Sedangkan untuk tersangka Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf dilakukan di Puslabfor Polri, Sentul, Bogor.
Dedi Prasetyo menyebut hasil uji kebohongan atau poligraf menggunakan alat lie detector bisa dijadikan alat bukti untuk menegakkan keadilan di persidangan atau projusticia.
"Hasil poligraf setelah saya berkomunikasi dengan puslabfor dan operator poligraf bahwa hasil poligraf atau lie detector itu adalah projusticia," ujarnya.
Seperti halnya ilmu forensik, Dedi menjelaskan poligraf atau uji kebohongan juga memiliki standar persyaratan dan ikatan yang telah diakui dunia.
"Kenapa bisa saya sampaikan projusticia? Setelah saya tanyakan ternyata ada persyaratan, sama dengan ikatan kedokteran forensik Indonesia. Untuk poligraf itu ada ikatan secara universal di dunia. Pusatnya di Amerika Serikat," kata Dedi.
Dedi mengatakan alat lie detector yang dimiliki Labfor Polri telah memenuhi verifikasi dan sertifikasi ISO maupun perhimpunan poligraf dunia. Tingkat akurasi alat ini bisa mencapai di atas 93%.
"Alat poligraf yang digunakan oleh labfor kita ini semuanya sudah terverifikasi dan juga sudah tersertifikasi baik ISO maupun dari perhimpunan poligraf dunia. Alat-alat kita ini dari Amerika tahun 2019 dengan tingkat akurasi 93%. Dengan syarat tingkat akurasi 93% maka itu projusticia, kalau di bawah 90% itu tidak masuk ranah projusticia," terang Dedi.
Dengan demikian, kata Dedi, penyidik bisa menggunakan hasil uji poligraf sebagai bukti tambahan untuk kepentingan persidangan di pengadilan nanti.
"Termasuk penyidik juga akan menyampaikan ke persidangan karena poligraf tersebut bisa masuk 184 KUHAP alat bukti. Selain petunjuk juga masuk keterangan ahli," terang Dedi.
Eks Kabareskrim Polri (2009-2011) Komjen Purnawirawan Ito Sumardi menyebut hasil pemeriksaan lie detector tidak bisa dijadikan bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Hal ini karena alat lie detector belum tentu akurat dalam membuktikan kejujuran atau kebohongan seseorang.
"Karena akurasi dari lie detector itu sampai saat ini belum bisa dijamin 100% dan itu tidak bisa dijadikan satu petunjuk bahwa orang itu mengaku atau tidak," kata Ito dikutip YouTube tvOneNews.
Berdasarkan KUHAP, kata Ito, alat bukti terdiri dari keterangan saksi dan ahli. Dalam konteks scientific crime investigation yang dimaksud keterangan ahli bisa berupa ahli kedokteran, ahli forensik, ahli uji balistik, dan ahli sidik jari (inafis).
Lantaran belum bisa teruji secara akurat, Ito mengatakan seorang tersangka bisa saja menolak saat akan diuji menggunakan lie detector.
"Dia punya hak menolak," katanya.
Kendati demikian Ito mengatakan sah-sah saja apabila penyidik ingin menggunakan lie detector kepada para tersangka. Sepanjang hal itu dilakukan berdasarkan persetujuan mereka.
Namun ia mengingatkan hasil uji kebohongan menggunakan lie detector tidak bisa digunakan sebagai alat pencari keadilan atau projusticiadi pengadilan, melainkan sebatas petunjuk bagi penyidik untuk mencari tahu apakah seseorang berdusta atau berkata jujur.
"Jadi itu tidak menjamin bahwa itu berhasil. Dan itu tidak bisa dijadikan sebagai pedoman atau pun pemberkasan keadilannya atau projusticia. Dan mungkin di pengadilan itu nanti bisa menjadi masalah," ujar Ito.
Senada dengan Ito, Kabreskrim Polri (2008-2009) Komjen Purnawirawan Susno Duadji juga mengatakan alat lie detector tidak bisa diandalkan sebagai bukti.
Ia mencontohkan orang yang terbiasa bohong mungkin saja dianggap jujur oleh lie detector. Namun orang yang berkata jujur bisa saja dianggap bohong lantaran takut saat menggunakan alat tersebut.
"Kalau hanya gelombang denyut jantung, denyut darah atau apa namanya, kalau orang sudah terlatih [bohong] tentunya dia tidak takut dengan alat itu. Kalau tidak terlatih, pembantu rumah tangga misalnya, dia liat alat itu saja sudah ngeri-ngeri," kata Susno.
Khusus untuk dugaan pelecehan kepada Putri Candrawati di Magaleng, Susno mengatakan penyidik sebenarnya tidak perlu menggunakan alat lie detector.
Menurut Susno penyidik cukup kembali ke Pasal 184 KUHAP mengenai alat bukti. Ia mengatakan apabila ada saksi yang mengatakan bahwa pelecehan benar terjadi, maka penyidik tinggal melengkapinya bukti petunjuk lainnya.
"Misalnya saya ambil contoh saja pelecehan atau perkosaan di Magelang kan yang ngomongnya itu hanya saksi. Saksi itu, saksi mereka sendiri, Ibu Putri, ya Kuat, ya RR, ya saksi itu walaupun seribu sejuta sekalipun kalau hanya saksi saja itu gak ada harganya," kata Susno.
"Baru saksi itu menjadi alat bukti manakala didukung alat bukti yang lain. Misalnya ada CCTV yang memperlihatkan peristiwa pelecehan atau perkosaan itu."
KOMENTAR
Latest Comment