Timsus Polri Sebut Hasil Uji Lie Detector ke Eliezer, Kuat, dan Ricky Berkata Jujur: Memang Bisa Dipercaya?

7 September 2022 17:09 WIB

Narasi TV

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Andi Rian Djajadi (tengah) didampingi Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Nurul Azizah (kedua kanan) dan jajaran menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait kasus penghentian laporan dugaan pelecehan terhadap Putri Candrawathi di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Jumat (12/8/2022). ANTARA FOTO/Reno Esnir/rwa.

Editor: Akbar Wijaya

Lie detector tidak bisa dijadikan pegangan untuk membuktikan seseorang berkata jujur atau tidak.

Penyidik Timsus Polri mengungkapkan hasil uji deteksi kebohongan (lie detector) terhadap tiga tersangka pembunuhan berencana Brigadir Yosua Nofriansyah Hutabarat yang dilakukan pada Senin (5/9/2022).

Ketua Penyidik Timsus Polri sekaligus Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Andi Rian Djajadi mengatakan uji kebohongan terhadap Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf menunjukan mereka berkata jujur.

"Barusan saya dapat hasil sementara uji poligraf terhadap RE, RR dan KM, hasilnya no deception indicated alias jujur," kata Andi kepada wartawan dikutip Antara, Selasa (7/9/2022).

Menurut jenderal bintang satu itu, setiap tersangka diberi pertanyaan oleh petugas Puslabfor sesuai perannya masing-masing. Namun Andi tidak merinci pertanyaan yang diajukan kepada para tersangka karena menurutnya hal itu merupakan wilayah.

"Hanya pertanyaan kunci, berbeda-beda pertanyaan sesuai peran masing-masing," ujarnya.

Uji deteksi kebohongan terhadap Bharada Eliezer dilakukan di Bareskrim Polri. Sedangkan untuk tersangka Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf dilakukan di Puslabfor Polri, Sentul, Bogor. 

Penyidik juga melakukan uji deteksi kebohongan kepada Putri Candrawathi dan Susi, Selasa (6/9/2022). Uji Poligraf tersebut dimulai setelah Shalat Dzuhur atau sekitar pukul 13.00 WIB di Puslabfor Polri. "(Pemeriksaan) sedang berlangsung," ucapnya.

Sedangkan uji poligraf terhadap Irjen Pol. Ferdy Sambo diundur menjadi Kamis (8/9/2022) di Puslabfor. "Karena hari Rabu besok jadwal FS diperiksa di Dittipidsiber," kata Andi.

Belum Tentu Akurat

Eks Kabareskrim Polri (2009-2011) Komjen Purnawirawan Ito Sumardi menyebut hasil pemeriksaan lie detector tidak bisa dijadikan bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP.

Hal ini karena alat lie detector belum tentu akurat dalam membuktikan kejujuran atau kebohongan seseorang.

"Karena akurasi dari lie detector itu sampai saat ini belum bisa dijamin 100% dan itu tidak bisa dijadikan satu petunjuk bahwa orang itu mengaku atau tidak," kata Ito dikutip YouTube tvOneNews.

Berdasarkan KUHAP, kata Ito, alat bukti terdiri dari keterangan saksi dan ahli. Dalam konteks scientific crime investigation yang dimaksud keterangan ahli bisa berupa ahli kedokteran, ahli forensik, ahli uji balistik, dan ahli sidik jari (inafis).

Lantaran belum bisa teruji secara akurat, Ito mengatakan seorang tersangka bisa saja menolak saat akan diuji menggunakan lie detector.

"Dia punya hak menolak," katanya.

Kendati demikian Ito mengatakan sah-sah saja apabila penyidik ingin menggunakan lie detector kepada para tersangka. Sepanjang hal itu dilakukan berdasarkan persetujuan mereka. 

Namun ia mengingatkan hasil uji kebohongan menggunakan lie detector tidak bisa digunakan sebagai alat pencari keadilan atau projusticiadi pengadilan, melainkan sebatas petunjuk bagi penyidik untuk mencari tahu apakah seseorang berdusta atau berkata jujur.

"Jadi itu tidak menjamin bahwa itu berhasil. Dan itu tidak bisa dijadikan sebagai pedoman atau pun pemberkasan keadilannya atau projusticia. Dan mungkin di pengadilan itu nanti bisa menjadi masalah," ujar Ito.

Kembali Saja ke KUHAP

Senada dengan Ito, Kabreskrim Polri (2008-2009) Komjen Purnawirawan Susno Duadji juga mengatakan alat lie detector tidak bisa diandalkan sebagai bukti.

Ia mencontohkan orang yang terbiasa bohong mungkin saja dianggap jujur oleh lie detector. Namun orang yang berkata jujur bisa saja dianggap bohong lantaran takut saat menggunakan alat tersebut.

"Kalau hanya gelombang denyut jantung, denyut darah atau apa namanya, kalau orang sudah terlatih [bohong] tentunya dia tidak takut dengan alat itu. Kalau tidak terlatih, pembantu rumah tangga misalnya, dia liat alat itu saja sudah ngeri-ngeri," kata Susno.

Khusus untuk dugaan pelecehan kepada Putri Candrawati di Magaleng, Susno mengatakan penyidik sebenarnya tidak perlu menggunakan alat lie detector. 

Menurut Susno penyidik cukup kembali ke Pasal 184 KUHAP mengenai alat bukti. Ia mengatakan apabila ada saksi yang mengatakan bahwa pelecehan benar terjadi, maka penyidik tinggal melengkapinya bukti petunjuk lainnya. 

"Misalnya saya ambil contoh saja pelecehan atau perkosaan di Magelang kan yang ngomongnya itu hanya saksi. Saksi itu, saksi mereka sendiri, Ibu Putri, ya Kuat, ya RR, ya saksi itu walaupun seribu sejuta sekalipun kalau hanya saksi saja itu gak ada harganya," kata Susno.

"Baru saksi itu menjadi alat bukti manakala didukung alat bukti yang lain. Misalnya ada CCTV yang memperlihatkan peristiwa pelecehan atau perkosaan itu." 

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR