15 Desember 2022 08:20
Ilustrasi - Kekerasan seksual (ANTARA)
Penulis: Agung Pratama S.
Editor: Akbar Wijaya
Video dan foto persekusi terhadap pelaku pelecehan seksual di Universitas Gunadarma, Depok viral di media sosial. Sejumlah mahasiswa terlihat mengikat dua pelaku yang berstatus satu almamater di sebuah pohon.
Para mahasiswa itu menyiram dua pelaku dengan air hingga basah kuyup, memaksa meminum air seni, melakukan serangan verbal, memukul, hingga menelanjangi.
Sikap para mahasiswa itu memantik kritik sebagian pihak yang menilai bahwa persekusi semacam itu juga bentuk pelecehan seksual.
Para mahasiswa seyogyanya menyelesaikan kasus pelecehan seksual sesuai dengan Permendikbudriset No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Kejadian ini bermula pada Jumat 2 Desember 2022 di Kampus G, Universitas Gunadarma. Ketika itu korban dan pelaku sedang kuliah di Kampus G.
Saat jam istirahat sekitar pukul 11.40 WIB pelaku mengirim pesan ke korban dan meminta bertemu di Kampus G.
Selanjutnya sekitar pukul 12.01 pelaku dan korban mengobrol di koridor depan kelas G112. Pelaku lalu masuk ke Gedung 1 tepatnya di toilet bawah tangga dan memanggil korban.
Selanjutnya pelaku mendorong korban ke tembok ujung yang sepi dan memaksa mencium korban. Korban yang tidak terima sempat menepis tubuh pelaku dan mengatakan, "apaansi goblok ngga jelas banget tolol."
Tapi pelaku masih berupaya dengan mengatakan "sekali-kali aja", sambil mengacungkan satu jarinya.
Kabar soal kejadian ini kemudian beredar di lingkungan kampus sekaligus media sosial yang memuat informasi pelaku pelecehan seksual lain yang telah diidentifikasi.
Senin, 12 Desember 2022 di Kampus E Universitas Gunadarma para mahasiswa sudah mempersekusi pelaku di sekitar area wall climbing hingga akhirnya viral di media sosial.
Direktur LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan Siti Mazumah menyesalkan persekusi atau aksi main hakim sendiri yang dilakukan mahasiswa Gunadarma terhadap pelaku pelecehan seksual.
Menurut Mazumah persekusi yang disertai aksi pelecehan seksual itu hanya akan melanggengkan kekerasan seksual baru dan tidak memberi manfaat apa-apa ke korban.
“Sangat disayangkan ya, karena itu hanya akan melanggengkan kekerasan seksual baru dan tidak akan memberikan efek jera kepada pelaku kekerasan seksual dan korban tidak akan mendapatkan manfaat apapun dari apa yang sudah dilakukan orang yang kemudian melakukan bullying ini,” ucap Siti.
Siti mengatakan pelaku kekerasan seksual seharusnya diberikan sanksi yang membuat mereka jera, bukan malah menjadikan pelaku sebagai korban kekerasan seksual yang baru.
“Apa manfaatnya kepada korban? Apakah kemudian korbannya akan pulih? enggak kan? Justru akan menimbulkan dendam baru bagi kekerasan seksual kepada korban-korbannya yang lain,” tambah siti.
Siti mengingatkan adanya potensi serangan balik secara hukum atas aksi persekusi yang dilakukan para mahasiswa kepada korban.
Ia mengatakan dalam sejumlah kasus pelaku kekerasan seksual yang menjadi korban kekerasan dari pihak keluarga justru melaporkan balik apa yang dialaminya ke pihak kepolisian.
“Keluarga korban justru dilaporkan polisi atas tuduhan penganiayaan” ucap Siti.
Persekusi atau aksi main hakim sendiri kepada pelaku kekerasan seksual biasa terjadi di Indonesia. Siti menilai hal ini sebagai cermin ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja aparat kepolisian dalam menangani kasus kekerasan seksual.
“Kenapa teman-teman itu tidak lapor polisi, apakah kemudian karena tidak percaya sama institusi kepolisian atau seperti apa? Nah ini bisa kita lihat sebagai langkah yang lebih besar lagi, bukan hanya sekedar pilihan mereka main hakim sendiri tapi melihat dari kacamata yang lebih luas," ujar Siti.
Pemerintah sebenarnya sudah menyusun aturan mengenai pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 30 Tahun 2021 serta Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) No. 12 Tahun 2022.
Pada Bab III tentang pencegahan Permendikbud No.30 Tahun 2021 tersebut di bagian keempat memuat bagaimana sanksi bisa dijatuhkan kepada pelaku pelecehan seksual.
Hal ini dijelaskan pada Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 18 tentang sanksi administratif yang dapat dijatuhkan kepada pelaku kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
Pada Pasal 14 ayat 1 menjelaskan tentang sanksi administratif yang terbagi menjadi sanksi administratif ringan, sanksi administratif sedang, dan juga sanksi administratif berat.
Pada Pasal 18 berbunyi: “Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 tidak menyampingkan pengenaan sanksi administratif lain dan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Sanksi pidana terhadap pelaku kekerasan seksual diatur dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual No. 12 Tahun 2022.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan menyatakan korban kekerasan seksual di Universitas Gunadarma memilih tidak melaporkan pelaku dengan alasan malu.
Menurutnya korban dan pelaku sudah menyelesaikan perkara ini secara "kekeluargaan".
Latest Comment
Belum ada komentar
Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya