Ampun Pemerintah! Gaji Udah Dipotong Buat Ini dan Itu, Kok Masih Mau Disunat Buat Tapera?

28 Mei 2024 14:05 WIB

Narasi TV

Presiden Joko Widodo/ Antara

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

Pemotongan gaji untuk Tapera hanya akan memberatkan pekerja berpenghasilan pas-pasan tanpa kejelasan akan memiliki rumah.


Wahai kaum buruh dan pekerja di seluruh Indonesia, bersiap-siaplah kalian karena pemerintah akan memberi potongan tambahan untuk gaji kalian yang sudah pas-pasan. Pemotongan gaji terbaru ini katanya dilakukan untuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Apa itu Tapera?

Tapera adalah tabungan periodik untuk pembiayaan perumahan yang hanya bisa digunakan atau dikembalikan setelah kepesertaan berakhir. Tujuannya? Menghimpun dana murah jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau. Peserta Tapera bisa menggunakan dana ini untuk membeli, membangun, atau memperbaiki rumah pertama mereka.

Tiga skema Tapera

1. Pengerahan Dana Tapera: Mengumpulkan dana dari peserta (pekerja dan pekerja mandiri), dikelola oleh Bank Kustodian.

2. Pemupukan Dana Tapera: Dana diinvestasikan pada instrumen keuangan aman dan menguntungkan, diawasi oleh OJK dan BP Tapera.

3. Pemanfaatan Dana Tapera: Peserta menerima manfaat tabungan beserta hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir.

Apa dasar aturannya?

Presiden Joko Widodo telah menandatangani PP No. 21 Tahun 2024, yang merevisi PP No. 25 Tahun 2020 tentang Tapera. Berdasarkan PP tersebut, peserta Tapera harus menyisihkan 3% dari gaji atau upah mereka.

Untuk pekerja, potongan ini dibagi antara pemberi kerja (0,5%) dan pekerja (2,5%). Freelancer dan pekerja lepas, siap-siap menanggung seluruh 3% sendiri.

Siapa yang akan kena?

Menurut Pasal 5 PP Tapera, setiap pekerja berusia minimal 20 tahun atau sudah menikah dengan penghasilan setidaknya sebesar upah minimum, wajib menjadi peserta Tapera. Pasal 7 merinci jenis pekerja yang wajib ikut Tapera, termasuk PNS, ASN, TNI-Polri, BUMN, pekerja swasta, dan pekerja lainnya yang menerima gaji atau upah.

Pasal 68 menegaskan bahwa pemberi kerja harus mendaftarkan pekerjanya ke BP Tapera paling lambat tujuh tahun sejak PP 25/2020 berlaku, yakni mulai 2027.

Potongan gaji lagi?

Iya benar! Jadi, setelah dipotong pajak penghasilan, iuran BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan, sekarang ada Tapera.

Dengan semakin banyaknya beban potongan gaji, pekerja berpenghasilan rendah perlu kejelasan dan jaminan bahwa Tapera akan benar-benar membantu mereka memiliki rumah, bukan hanya menjadi tambahan beban finansial.

Realistis atau fantasi?

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi meragukan program ini akan membantu masyarakat memiliki rumah. Ia mencontohkan dengan Upah Minimum Regional (UMP) berkisar Rp3,5 juta per bulan maka seorang pekerja yang dipotong 3% mesti berkontribusi Rp105.000 per bulan.

Angka ini menurutnya tampak sia-sia jika dikomparasi dengan harga rumah Rp250 juta. Sebab, pekerja harus menabung selama 166 tahun! Bahkan jika iuran dinaikkan menjadi Rp 200.000 per bulan, tetap butuh 1.000 bulan atau sekitar 83 tahun.

Tanpa subsidi pemerintah, impian memiliki rumah akan terasa seperti mimpi yang jauh. Jika pemerintah memberikan subsidi 75%, mungkin tujuan ini bisa lebih cepat tercapai. Seperti misalnya, pekerja menabung Rp50 juta lalu Rp175 juta sisanya ditanggung pemerintah.

“Kalau murni dari tabungan Tapera, kira-kira realible tidak? (pengenaan iuran tersebut),” terang Rustadi dikutip Kontan, Selasa (28/5/2024).

Mengapa Patut Dikritik?

Potongan Gaji yang Memberatkan:

Kebijakan Tapera, yang mengharuskan pemotongan 3% dari gaji pekerja untuk Tabungan Perumahan Rakyat, menambah beban finansial bagi para pekerja berpenghasilan rendah. Potongan ini terdiri dari 2,5% dari pekerja dan 0,5% dari pemberi kerja, dan berlaku juga bagi pekerja mandiri atau freelancer yang harus menanggungnya sepenuhnya.

Dampak Finansial Langsung:

Dalam praktiknya, seorang pekerja dengan gaji Rp 3,5 juta akan kehilangan Rp 105.000 setiap bulan untuk Tapera. Jumlah ini mungkin tampak kecil bagi sebagian orang, tetapi bagi mereka yang berpenghasilan rendah, ini adalah potongan signifikan yang bisa mempengaruhi kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Manfaat yang Dipertanyakan:

Pemerintah mengklaim bahwa Tapera akan membantu pekerja memiliki rumah. Namun, skeptisisme tetap tinggi. Seberapa cepat manfaat ini bisa dirasakan? Berapa banyak pekerja yang benar-benar akan mampu membeli rumah dengan bantuan ini, mengingat harga rumah yang terus meningkat?

Pengelolaan Dana Publik yang Buruk:

Pengalaman menunjukkan bahwa pengelolaan dana publik untuk tujuan sosial sering kali tidak efektif. Banyak proyek serupa, seperti BPJS Kesehatan, mengalami defisit dan membutuhkan suntikan dana dari APBN. Proyek infrastruktur BUMN juga sering kali mangkrak dan membebani fiskal negara. Ini menimbulkan keraguan tentang kemampuan BP Tapera untuk mengelola dana ini dengan transparansi dan efisiensi.

Ketidakadilan Pembagian Beban:

Beban terbesar dari kebijakan ini ditanggung oleh pekerja, sementara kontribusi dari pemberi kerja relatif kecil. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dalam pembagian beban finansial antara pekerja dan pemberi kerja.

Konteks Ekonomi yang Sulit:

Di tengah kondisi ekonomi yang sulit, dengan inflasi dan biaya hidup yang meningkat, menambahkan potongan gaji baru bukanlah langkah yang bijaksana. Pekerja sudah menghadapi berbagai potongan untuk BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan pajak penghasilan. Tapera hanya menambah beban baru.

Apa kata pemerintah?

Presiden Jokowi:

Mengakui adanya pro dan kontra terkait Tapera. Namun hal ini menurutnya wajar saja sebagaimana terjadi saat peluncuran Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS sebelumnya. Namun, dia yakin setelah berjalan, masyarakat akan merasakan manfaat Tapera seperti halnya JKN.

“Seperti dulu BPJS, di luar yang PBI, yang gratis 96 juta kan juga ramai. Tapi setelah berjalan saya kira merasakan manfaatnya bahwa rumah sakit tidak dipungut biaya. Hal-hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan. Kalau belum biasanya pro dan kontra,” kata Jokowi dikutip Antara, Senin (27/5/2024).

Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho:

Semua orang, termasuk yang sudah punya rumah, wajib ikut membayar Tapera. Ide dasarnya adalah subsidi silang: mereka yang sudah punya rumah membantu yang belum punya. Sesuai dengan prinsip gotong royong, katanya dikutip dari Detik.com.

Di akhir masa kepesertaan, entah saat pensiun, berhenti bekerja, atau ketika berumur 58 tahun, uang tabungan akan dikembalikan. Namun, apakah ini benar-benar adil bagi mereka yang sudah berjuang keras membeli rumah mereka sendiri?

Hasil pemupukan dana Tapera diperkirakan berkisar antara 4,5-4,8%. Untuk menenangkan hati mereka yang merasa dirugikan, Heru mengaku BP Tapera sedang merancang alternatif pembiayaan agar "penabung mulia" bisa mendapatkan manfaat lain selain pengembalian dana di masa pensiun.

Kesimpulan

Kebijakan Tapera, meskipun bertujuan baik, tampaknya tidak dipikirkan dengan matang dari sudut pandang pekerja berpenghasilan rendah. Potongan gaji sebesar 3% adalah beban tambahan yang signifikan, dan manfaat yang dijanjikan masih dipertanyakan. Pengelolaan dana publik yang buruk di masa lalu juga menambah keraguan terhadap efektivitas kebijakan ini. Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan mencari solusi yang lebih adil dan efektif untuk masalah perumahan pekerja.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR