Perseteruan antara antara Polda Metro Jaya dan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) kembali meruyak dalam kasus dugaan korupsi yang dilakukan Syahrul Yasin Limpo saat masih menjadi Menteri Pertanian dan pemerasan yang diduga dilakukan pimpinan KPK.
Syahrul Adukan Pemerasan Pimpinan KPK
Syahrul Yasin Limpo menyambangi Polda Metro Jaya, Kamis (5/10/2023) sekitar pukul 12.40 WIB. Ia masuk ke gedung Bidang Propam yang terletak di bagian belakang Gedung Promoter, tempat Kapolda Metro Jaya Inspektur Jendral Polisi Karyoto berkantor. Penting untuk digarisbawahi, untuk menuju kantor Kapolda selama ini antara lain juga bisa diakses dari gedung Bidang Propam.
Malam harinya, Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak mengungkapkan Syahrul datang untuk menindaklanjuti pengaduan pada 12 Agustus 2023 lalu terkait dugaan pemerasan.
"Pada tanggal 12 Agustus 2023 tim penyelidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya telah menerima dumas terkait dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan," katanya.
Ade mengatakan pemerasan terhadap Syahrul dilakukan pimpinan KPK dalam perkara kasus korupsi pada tahun 2021. Namun, Mantan Kapolresta Surakarta tersebut belum mengatakan siapa pimpinan KPK yang dimaksud dalam kasus ini.
"Hal ini dilakukan oleh pimpinan KPK dalam penanganan perkara di Kementerian Pertanian RI tahun 2021," ucapnya.
Sebelum Ade memberi keterangan, Syahrul lebih dahulu menggelar konfrensi pers di NasDem Tower, Jakarta, Kamis petang. Syahrul mengatakan kedatangannya ke Polda Metro Jaya dalam rangka menyampaikan keterangan terkait aduan masyarakat pada 12 Agustus 2021 terkait pemerasan.
"Salah satu yang saya selesaikan hari ini adalah mendatangi atau diminta oleh Kapolda (Metro) Jaya untuk menyampaikan keterangan-keterangan, dan tentu berbagai hal yang berkait dengan dumas 12 Agustus 2023," kata Syahrul Yasin Limpo.
"Yang terkait dengan hal-hal yang dilaporkan oleh masyarakat berkait dengan terjadinya pemerasan dan lain-lain sebagainya." imbuh Limpo.
Syahrul menyebut dirinya diperiksa selama sekitar tiga jam oleh pihak kepolisian. Syahrul mengaku telah memberikan seluruh pengetahuannya terkait perkara itu.
Firli Bantah Lakukan Pemerasan
Firli Bahuri, Ketua KPK tentu saja membantah keterangan yang disampaikan Syahrul dan Ade. Ia memastikan informasi bahwa pimpinan KPK melakukan pemerasan tidak benar.
"Saya menyampaikan hal tersebut tidak benar dan tidak pernah dilakukan pimpinan KPK," kata Firli dikutip Antara di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis.
Firli mengatakan dirinya pernah mendapat laporan mengenai adanya sejumlah pihak yang mencatut namanya dan meminta meminta sejumlah hal kepada beberapa kepala daerah, anggota DPR RI hingga kepada menteri. Meski demikian dia memastikan hal tersebut dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
Lebih lanjut Firli juga dengan tegas membantah dirinya telah menerima uang sebesar 1 miliar dolar AS dari salah satu pihak.
"Saya kira tidak akan pernah ada hal-hal orang bertemu apalagi ada isu menerima sesuatu senilai satu miliar dolar, saya pastikan tidak ada. Satu miliar dolar itu banyak lho, kedua siapa mau kasi satu miliar dolar itu?" ujarnya.
Purnawirawan Polri berbintang tiga itu mengakui bahwa dirinya memang mengenal Syahrul Yasin Limpo, namun dalam konteks hubungan profesional sesama pejabat negara.
"Saya di Kementan hanya kenal menteri. Saat rapat terbatas maupun sidang kabinet paripurna saya selalu bicara dengan para menteri sebelum sidang paripurna dan itu ada yang ambil fotonya, pejabat di bawah menteri saya tidak ada yang kenal," ujarnya.
Lebih lanjut Firli memastikan pimpinan KPK tidak pernah melakukan pemerasan yang dituduhkan kepada dirinya.
"Kami tidak pernah berhubungan dengan para pihak, apalagi meminta sesuatu atau disebut dengan pemerasan saya yakinkan itu tidak pernah dilakukan seperti yang dituduhkan," pungkasnya.
Perseteruan Sebelumnya
Bantahan Firli dan keterangan Ade Safri selaku anak buah Karyoto mengingatkan publik pada perseteruan antara KPK dan Polda Metro Jaya beberapa waktu belakangan.
Sebelum menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya, Karyoto pernah menjabat sebagai Direktur Penindakan KPK di bawah pimpinan Firli Bahuri.
Pada awal November 2022 lalu Firli mengembalikan Karyoto dan Direktur Penyelidikan KPK Brigadir Jendral Endar Priantoro dengan dalih untuk promosi jabatan di kepolisian di tengah informasi bahwa keduanya enggan menyetujui surat penyidikan perkara dugaan korupsi ajang Formula E yang menyeret nama eks Gubernur DKI Jakarta Anies R. Baswedan.
Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo sempat berkomentar bahwa pemberhentian Karyoto dan Endar akan melemahkan KPK karena keduanya menempati posisi strategis.
Perseteruan antara Firli dan Karyoto kemudian berlanjut saat KPK melakukan penggeledahan kasus korupsi di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 27 Maret 2023.
Di salah satu ruang penggeledahan penyidik KPK menemukan kertas berisi nama-nama pihak yang ada di Kementerian ESDM serta nama-nama perusahaan yang akan diperiksa dalam proses penyidikan.
Temuan ini kemudian viral dalam bentuk video dan menyeret Firli Bahuri ke sidang komite etik Dewan Pengawas KPK. Namun Firli kembali lolos dari jerat dugaan pelanggaran etik.
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam konfrensi pers pada Senin (19/6/2023) menyebut sidang etik terhadap Firli tidak dilanjutkan lantaran tak punya cukup bukti.
"Yang menyatakan Saudara Firli Bahuri (Ketua KPK) melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku tentang membocorkan rahasia negara kepada seseorang adalah tidak terdapat cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik," kata Tumpak dalam konferensi pers di Gedung ACLC KPK, Jakarta seperti dikutip Antara.
Dewas KPK beranggapan tidak cukup bukti untuk menjerat Ketua KPK Firli Bahuri dalam sidang etik. Dewas KPK menyimpulkan bahwa video yang beredar pada akun Twitter Rakyat Jelata benar merupakan rekaman penggeledahan oleh penyidik KPK pada tanggal 27 Maret 2013 di Kantor Kementerian ESDM.
Tumpak juga mengungkapkan bahwa tiga lembar kertas yang ditemukan saat penggeledahan tersebut tidak identik dengan hasil telaah informasi penyelidik KPK.
"Tidak ditemukan adanya komunikasi antara Saudara Muhammad Idris Sihite dengan Saudara Firli Bahuri dan tidak ditemukan adanya komunikasi Saudara Menteri Arifin Tasrif, Menteri ESDM, yang memerintahkan Saudara Muhammad Idris Prayoto Sihite untuk menghubungi Saudara Firli Bahuri," jelasnya.
Berbeda dengan Dewas KPK, Polda Metro Jaya justru meyakini ada peristiwa pidana dalam perkara ini. Oleh karena itu mereka telah meningkatkan status kasus bocornya dokumen KPK ke tahap penyidikan.
"Sudah ada peristiwa pidana berarti kami menemukan sehingga kami melakukan dengan surat perintah penyidikan," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto dikutip Antara di Jakarta, Selasa (20/6/2023).
Menurut Karyoto meskipun lingkup tugas penyidik Polda Metro Jaya dan Dewas KPK berbeda, namun secara esensi mestinya kedua lembaga menghasilkan kesimpulan yang sama.
"Antara yang dilakukan Dewas KPK dengan kami itu jauh sangat berbeda karena di sana tentang kode etik ya, patut atau tidak patut. Namun, sebenarnya secara esensial harusnya sama," ujar Karyoto dikutip dari CNN Indonesia.
Karyoto menyebut penyidikan dalam kasus ini merupakan tindak lanjut dari banyaknya laporan yang masuk ke Polda Metro Jaya. Terlebih menurutnya kasus ini cukup menarik perhatian publik.
"Jadi begini ya dalam sebuah penanganan laporan tentang dugaan perbuatan pidana kami wajib menindaklanjuti semua bentuk laporan, " ujar Karyoto.
Ia menambahkan sedikit banyak mengetahui bagaimana duduk perkara kasus ini.
"Dari laporan kalau tidak salah lebih dari sepuluh laporan tentang kebocoran informasi di ESDM. Yang saat itu saya masih menjabat deputi di situ sehingga saya sedikit banyak tahu tentang itu," katanya.
KOMENTAR
Latest Comment