Bahaya Maskulinitas Toksik terhadap Kesehatan Mental Remaja Laki-laki

15 Apr 2025 13:54 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi bahaya maskulinitas toksik terhadap kesehatan mental remaja laki-laki. (Freepik) .

Penulis: Nuha Khairunnisa

Editor: Nuha Khairunnisa

Maskulinitas toksik merupakan istilah yang menggambarkan norma-norma sosial yang berlebihan mengenai perilaku laki-laki yang dianggap maskulin, seperti keberanian yang ekstrem, kekuatan fisik, dan penolakan terhadap emosi.

Penting untuk digarisbawahi bahwa konsep ini tak hanya berbahaya bagi laki-laki. Pada kasus yang ekstrem, maskulinitas toksik juga berpengaruh negatif terhadap perempuan dan masyarakat secara keseluruhan.

Remaja laki-laki yang dibesarkan dengan standar maskulinitas toksik akan merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi tersebut, yang seringkali tidak realistis dan bersifat merusak diri sendiri.

Dampak buruk maskulinitas toksik

Risiko kesehatan mental

Maskulinitas toksik dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan mental bagi remaja laki-laki. Mereka biasanya merasakan tekanan untuk menahan emosi dan tidak menunjukkan sisi rapuhnya. Hal ini dapat memicu stres berkepanjangan yang berdampak pada kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi. Penelitian menunjukkan bahwa pria yang merasa harus selalu kuat dan tidak boleh menangis akan lebih rentan terhadap gangguan mental.

Perilaku kekerasan yang meningkat

Kesulitan untuk mengekspresikan emosi dapat membuat remaja laki-laki lebih cenderung melampiaskan frustrasi mereka melalui kekerasan. Maskulinitas toksik sering kali mendorong perilaku agresif, baik dalam bentuk konflik fisik maupun emosional. Remaja laki-laki yang terpengaruh oleh norma-norma ini cenderung terlibat dalam perilaku kekerasan, seperti bullying atau tawuran.

Kesulitan dalam membangun hubungan sosial

Akibat tuntutan untuk bersikap kuat dan dominan, banyak laki-laki mengalami kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat. Maskulinitas toksik mengajarkan bahwa merendahkan orang lain akan meningkatkan status sosial. Akibatnya, komunikasi emosional menjadi sangat menantang, sehingga mereka cenderung menjalin hubungan yang sifatnya palsu dan tidak mendalam.

Gejala maskulinitas toksik pada remaja

Menunjukkan perilaku berbahaya

Gejala pertama dari maskulinitas toksik adalah adanya perilaku berbahaya, seperti agresi yang berlebihan dan penolakan untuk meminta bantuan. Selain itu, remaja laki-laki juga mungkin menunjukkan perilaku kecemasan di sekolah atau di rumah.

Sulit mengekspresikan emosi

Remaja yang memendam emosi cenderung memiliki kesulitan dalam mengungkapkan perasaan mereka. Mereka merasa tidak diperbolehkan untuk berduka atau menunjukkan kelemahan. Hal ini menciptakan ruang bagi emosi negatif yang berkepanjangan, seperti kemarahan yang terpendam atau nafsu yang mendesak.

Menolak bantuan emosional

Pemikiran bahwa meminta bantuan adalah tanda kelemahan sangat umum di antara remaja laki-laki yang terpengaruh oleh maskulinitas toksik. Mereka yang mengalami kesulitan mungkin tidak akan mau meminta bantuan, bahkan ketika mereka sangat membutuhkannya.

Upaya mengatasi maskulinitas toksik pada remaja laki-laki

Pendidikan yang mendukung emosi

Pendidikan yang menekankan pentingnya pengelolaan emosi sangat penting untuk mengatasi maskulinitas toksik. Remaja laki-laki perlu diajarkan bahwa mengekspresikan emosi tidak sama dengan kelemahan. Ini dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dalam pendidikan yang melibatkan diskusi terbuka tentang perasaan.

Menghargai keanekaragaman ekspresi

Masyarakat harus didorong untuk menghargai berbagai cara ekspresi yang berbeda-beda. Memberikan ruang bagi laki-laki untuk menunjukkan sisi lembut mereka tanpa rasa malu akan sangat membantu memperkecil dampak negatif dari maskulinitas toksik.

Membentuk pola pikir positif terhadap kejantanan

Pola pikir tentang kejantanan harus direvisi. Daripada menekankan kekuatan sebagai hal utama, konsep kejantanan dapat diubah untuk mencakup sifat-sifat seperti empati, kasih sayang, dan kerja sama. Hal ini akan membantu menciptakan citra positif maskulinitas di mata remaja laki-laki, sehingga mereka tidak merasa perlu mengikuti norma-norma sosial yang terkadang toksik.

Peran keluarga dan lingkungan

Pendidikan sejak dini

Pendidikan yang baik sejak usia dini sangat penting untuk membentuk karakter remaja laki-laki. Keluarga memiliki peran utama dalam memberikan contoh yang baik dan mendukung anak laki-laki untuk mengenali serta menghargai emosi mereka.

Pentingnya komunikasi terbuka

Komunikasi terbuka antara orang tua dan anak dapat mengurangi stigma yang berkaitan dengan maskulinitas. Dengan membangun lingkungan yang aman untuk berdiskusi tentang perasaan dan pengalaman, orang tua dapat membantu anak laki-laki merasa nyaman dalam mengekspresikan diri.

Mendorong empati dan kasih sayang

Pendidikan mengenai pentingnya empati dan kasih sayang harus dimasukkan dalam pembelajaran harian. Anak-anak yang diajarkan untuk memahami dan menghargai perasaan orang lain cenderung tumbuh menjadi individu yang lebih baik dan lebih sehat secara emosional.

Sebagai penutup, penting bagi masyarakat untuk menyadari bahaya dari maskulinitas toksik. Dengan dukungan yang tepat dari keluarga dan lingkungan, diharapkan remaja laki-laki dapat tumbuh menjadi individu yang sehat secara mental, emosional, dan sosial.

 

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER