Bea Cukai Sedang Tidak Baik-Baik Saja, Daftar Kasus yang Viral dan Bikin Publik Muntab

6 May 2024 13:05 WIB

thumbnail-article

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan keterangan saat konferensi pers APBN KiTa edisi April 2024 di Jakarta, Jumat (26/4/2024). ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/foc/aa.

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

Direktorat Jendral Bea dan Cukai menuai sorotan dan kritik publik dalam sepekan dua pekan belakangan ini, lantaran sejumlah insiden yang viral di media sosial. Insiden-insiden tersebut menggambarkan kondisi buruk dalam birokrasi yang ada di bawah Kementerian Keuangan.

Praktik-praktik tidak etis dan bahkan melanggar hukum seperti penyalahgunaan wewenang dalam menentukan biaya pembebasan pajak atau bea masuk menunjukkan bahwa proses reformasi birokrasi di internal Bea dan Cukai tidak selalu berjalan baik. Tak ayal pertanyaan serius tentang integritas dan moralitas pegawai di dalam lembaga tersebut mencuat ke permukaan.

Apa saja insiden yang membuat Bea dan Cukai disorot serta bikin publik muntab?

Keyboard Braille dari Korea Selatan untuk SLB-A Ditahan Sejak 2022

Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai mendapat sorotan tajam dari warganet setelah unggahan pemilik akun media sosial X @ijalzaid yang berprofesi sebagai guru SLB-A Pembina Tingkat Nasiontal diteruskan beberapa pengguna akun lain, termasuk @undercover.id, viral pada Jumat (26/4/2024).

Unggahan itu berisi informasi tentang alat belajar berupa keyboard braille dari Korea Selatan (Korsel) yang ditujukan untuk SLB-A Pembina Tingkat Nasional di Jakarta Selatan yang ditahan Bea dan Cukai.

Cerita bermula pada 16 Desember 2022 ketika OHFA Tech mengirimkan alat belajar untuk siswa tunanetra yang dikenal dengan nama Taptilo. SLB-A Pembina Tingkat Nasional dipilih sebagai penerima karena OHFA Tech sedang mengembangkan Taptilo.

Dikutip dari Kompas.com Rizal mengatakan OHFA Tech mengirimkan Taptilo ke SLB-A Pembina Tingkat Nasional menggunakan layanan pengiriman DHL dengan nomor pengiriman barang 4137077593.

Taptilo tersebut tiba di Bandara Soekarno-Hatta pada tanggal 18 Desember 2022, namun sayangnya ditahan oleh Bea Cukai karena penerima diminta memberikan dokumen tambahan untuk proses pemrosesan dan penetapan harga barang yang dikirim oleh OHFA Tech.

Dokumen tambahan yang diminta terdiri dari: harga barang, spesifikasi masing-masing item, biaya pengiriman, faktur atau bukti pembayaran, katalog harga barang, dan dokumen lain yang mendukung penetapan harga.

SLB-A Pembina Tingkat Nasional lantas mengirimkan seluruh dokumen yang diminta Bea dan Cukai. Namun upaya ini tidak menyelesaikan masalah karena barang yang dikirim merupakan prototipe dalam tahap pengembangan dan merupakan barang hibah sehingga tidak memiliki nilai jual.

Selanjutnya, kata Rizal, pihaknya menerima email dari Bea dan Cukai yang pada pokoknya meminta pembayaran penetapan nilai barang sebesar 22.846,52 dolar AS (kurs Rp 15.688) atau sekitar Rp 361.039.239. Selain itu Bea dan Cukai juga meminta dokumen-dokumen tambahan seperti konfirmasi persetujuan pembayaran Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK), lampiran surat kuasa, lampiran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sekolah, lampiran bukti pembayaran barang yang valid, dan konfirmasi apakah barang tersebut baru atau tidak.

Pihak sekolah menolak memenuhi permintaan Bea dan Cukai dengan alasan barang yang dikirim OHFA Tech merupakan hibah untuk siswa tunanetra. Akhirnya Bea dan Cukai menginformasikan barang yang dikirim akan dipindahkan ke tempat penimbunan pabean. Jika pihak sekolah ingin mengambilnya mereka harus mengeluarkan biaya tambahan berupa pajak yang telah dihitung sebelumnya.

Lantaran pihak Bea dan Cukai tak memberikan solusi kemudahan, SLB-A Pembina Tingkat Nasional akhirnya mengontak OHFA Tech untuk mendapatkan bantuan dari Korea International Cooperation Agency (KOICA) dan Korea Trade Investment Promotion Agency (KOTRA). Mereka juga menghubungi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk mendapatkan bantuan lain.

Namun upaya sekolah mengeluarkan barang yang ditahan tak membuahkan hasil lantaran rumitnya proses koordinasi antara pihak KOICA, KOTRA, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Bea Cukai.

Setelah viral di sosial media dan menuai sorotan publik Taptilo yang ditahan oleh Bea Cukai sejak 2022 akhirnya dibebaskan. Alat belajar tersebut diserahkan oleh Kepala KPU Bea dan Cukai Tipe C Soetta Gatot Sugeng Wibowo di Kantor DHL Express Indonesia, Tangerang.

Direktur Jenderal Bea Cukai, Askolani berdalih Taptilo yang dikirimkan kepada SLB-A Pembina Tingkat Nasional sebelumnya ditahan karena dikirim melalui fasilitas pengiriman DHL menggunakan mekanisme barang kiriman, bukan sebagai hibah. Oleh karena itu, Bea Cukai menetapkan tarif sesuai dengan ketentuan pemerintah.

Tahan Laptop Hibah dari Arab Saudi untuk Sekolah Tuna Netra 

Insiden lain yang membuat Bea Cukai menuai kritik dan sorotan adalah saat barang hibah berupa laptop braille dari Arab Saudi untuk Sekolah Luar Biasa Tipe A (SLBA) Yayasan Yapti di Makassar ditahan selama kurang lebih satu bulan.

Informasi tentang penahanan barang hibah ini diunggah oleh seorang pengguna akun X bernama @timmymalachi pada 30 April 2024. Setelah viral, unggahan ini segera ditanggapi Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Pratowo. Ia menyatakan telah mengirim tim untuk menyelidiki secara menyeluruh kronologi dari dugaan tersebut.

Setelah koordinasi antara pihak Bea Cukai Makassar dengan Yayasan SLBA Yapti Makassar dilakukan, laptop-laptop yang ditahan dijanjikan akan dikeluarkan tanpa dikenakan biaya pajak masuk asalkan dokumen persyarakan penerimaan barang hibah dipenuhi.

Bea Masuk Sepatu Lebih Mahal dari Harga Belinya

Radhika Altaf, seorang pengguna aktif TikTok muntab ke Bea Cukai lantaran menetapkan bea masuk lebih tinggi dari harga sepatu impor yang ia beli dari Jerman.

Awalnya, ia membeli sepatu dengan harga mencapai Rp10,3 juta dan mengirimnya melalui perusahaan pengiriman paket, DHL, dengan biaya pengiriman tambahan sebesar Rp1,2 juta. Namun, kejutan tak menyenangkan menanti saat ia diberitahu harus membayar bea masuk senilai Rp31,8 juta.

Ia mempersoalkan besarnya bea masuk yang harus dibayar lantaran tidak disertai rincian dan perhitungan yang jelas.

"Halo Bea Cukai, gua mau tanya sama kalian. Kalian tuh netapin bea masuk tuh dasarnya apa ya? Dan kalian tau bea masuknya berapa? Nih, Rp 31.800.000. Itu perhitungan dari mana?" kata dia dalam video yang viral di Tiktok dan X.

Radhika merasa besarnya bea masuk yang harus dibayarkan tidaklah wajar karena berdasarkan aplikasi mobile Beacukai, jumlah bea masuk yang tertera hanya sekitar Rp5,8 juta untuk sepatu yang dibelinya.

"Terus kalian netapin bea masuk atas gua itu dari mana perhitungannya? Sepatu gua Rp10 juta kalian kenain Rp30 juta. Ini nggak make sense banget," ujar dia.

Radhika mengancam akan mensomasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan DHL selaku perusahaan jasa titipan (PJT), atas kasus yang dialaminya.

“Jadi di sini gue tegaskan oknum-oknum Bea Cukai yang menyusahkan masyarakat akan gua lawan. Begitu pun PJT-nya, DHL. Gua akan kirim somasi,” tegas Radhika dalam video yang diunggah melalui akun TikTok pribadinya @radhikaalthaf.

Radhika akhirnya menerima sepatu yang ia beli setelah Bea Cukai menimpakan beban denda ke DHL karena dinilai keliru dalam mengimput nilai barang yang dibeli.

“Pembayaran denda itu dilakukan oleh perusahaan DHL, bukan oleh Radhika Althaf (sebagai pemilik sepatu),” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam keterangannya di akun Instagram resmi @smindrawati, seperti dikutip di Jakarta, Minggu (28/4/2024).

Dia menjelaskan akar masalah kasus tersebut adalah perbedaan nilai sepatu yang diberitahukan oleh DHL yang lebih rendah dari harga seharusnya. Bea Cukai kemudian melakukan koreksi penghitungan bea masuk yang berujung menimbulkan pembayaran denda.

Namun, pembayaran denda dilakukan oleh DHL sebagai PJT, dan kasus saat ini sudah diselesaikan.

“Masalah saat ini sudah selesai. Sepatu sudah diterima oleh penerima barang dan kewajiban kepabeanan sudah diselesaikan,” ujar Sri Mulyani.

Pejabat Bea Cukai Pamer Gaya Hidup Berujung Dibui KPK

Pejabat Bea Cukai Eko Darmanto mencuri perhatian publik di dunia maya karena kerap memamerkan gaya hidup mewahnya di media sosial melalui akun @Eko_Darmanto_BC. Eko kerap membagikan kekayaannya, terutama koleksi motor besar (moge) dan mobil klasik yang diduga menjadi miliknya. Bahkan, dia tak ragu memamerkan kepemilikan pesawat Cessna.

Tak hanya itu, Eko juga diduga menggunakan jabatannya untuk menerima imbalan dari para pengusaha impor dan lainnya. Aliran uang tersebut diduga sudah dimulai sejak 2009 dan disalurkan melalui rekening bank atas nama keluarganya, yang berlanjut hingga tahun 2023.

Eko memulai jabatan sebagai Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta pada April 2022, sebelumnya, dia juga diketahui pernah menjabat sebagai kepala kantor Bea Cukai Purwakarta.

Jajaran jabatan Eko dalam Bea dan Cukai juga mencakup peran sebagai Kepala Sub Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai serta Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Jambi.

Selain itu, dia juga pernah menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Narkotika.

Dalam periode jabatannya itu, Eko memanfaatkan kewenangannya untuk menerima gratifikasi dari pengusaha impor, dan pengusaha lainnya. Sejak 2009, Eko telah menerima aliran dana melalui rekening bank dengan nama keluarga. Penerimaan gratifikasi terus berlangsung hingga 2023.

Di sisi lain, catatan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK mengungkap bahwa Eko sebelumnya telah menjabat sebagai kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta sejak 2019.

Harta kekayaan Eko, seperti yang tercatat dalam LHKPN terbarunya, mencapai Rp 6,72 miliar. Sebagian besar harta tersebut berupa tanah dan bangunan senilai Rp 51,93 miliar, tersebar di Malang dan Jakarta Utara. Selain itu, dia memiliki sembilan kendaraan, termasuk berbagai mobil mewah seperti BMW Sedan dan Mercedes Benz Sedan, dengan total nilai mencapai Rp 2,9 miliar. Eko juga memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 100,7 juta, dan memiliki kas serta setara kas sebesar Rp 238,9 juta.

KPK akhirnya menahan mantan Kepala Bea Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Eko Darmanto, dengan tuduhan gratifikasi dan pencucian uang (TPPU). Bukti awal gratifikasi yang disebutkan senilai Rp 18 miliar.

"Menjadi bukti permulaan awal gratifikasi yang diterima ED (Eko Darmanto) sejumlah sekitar Rp 18 miliar dan KPK terbuka untuk terus menelusuri dan mendalami aliran uangnya, termasuk pula adanya perbuatan pidana lain," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/12/2023).

Mengapa Kasus-Kasus Bea dan Cukai Mudah Viral?

Insiden-insiden viral yang melibatkan Bea Cukai tidak hanya menciptakan gejolak di ranah hukum, tetapi juga mencetuskan kemarahan dan kekecewaan yang mendalam di tengah masyarakat.

Ketika kasus-kasus tersebut menjadi viral dan menuai sorotan publik, hal itu menunjukkan betapa sensitifnya masyarakat terhadap masalah tersebut. Publik sering kali menjadi korban dari kebijakan yang tidak transparan dan proses birokrasi yang rumit, di mana segala sesuatu tampaknya harus diselesaikan dengan uang yang besar. Ini menciptakan rasa tidak adil dan kesenjangan yang semakin dalam antara elit pemerintah yang hidup mewah dan masyarakat yang berjuang untuk mencari keadilan.

Praktik-praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang terungkap melalui kasus-kasus ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga secara langsung merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah.

Gaya hidup mewah para pejabat, yang seringkali dipamerkan di media sosial, juga menyakiti hati publik yang hidup pas-pasan. Ketika masyarakat berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, melihat para pejabat menikmati kemewahan yang diduga didapatkan dengan cara yang tidak jujur, itu menjadi pukulan keras bagi rasa keadilan dan moralitas.

Ketidakpuasan masyarakat terhadap birokrasi yang korup dan tidak transparan semakin memuncak ketika insiden-insiden seperti penahanan barang-barang hibah untuk anak-anak tunanetra atau tindakan-tindakan berlebihan dalam menetapkan bea masuk menjadi sorotan. Semua itu menunjukkan bahwa semangat reformasi birokrasi dan pembenahan yang digaungkan Menteri Keuangan Sri Mulyani masih jauh dari harapan masyarakat.

 

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER