Draf final RUU TNI yang saat ini dalam proses pengesahan untuk dijadikan undang-undang pada Kamis (20/3/2025) mencantumkan 14 lembaga yang dapat ditempati oleh prajurit aktif. Perubahan ini dilakukan atas Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Penempatan ini dianggap penting karena berkaitan dengan kemampuan pertahanan negara. Dalam konteks ini, prajurit aktif berperan dalam memberikan dukungan strategis dan operasional, terutama di lembaga yang berhubungan langsung dengan keamanan dan pertahanan.
Awalnya ada 16 lembaga atau kementerian yang dapat diduduki oleh TNI, tetapi jumlah usulannya berkurang hingga total menjadi 14 lembaga. Dari total 14 lembaga, ada 9 lembaga telah diatur di dalam UU TNI sebelum direvisi. Jadi, total usulan yang ditambahkan adalah 5 lembaga.
"14 jadinya, tadinya 16. Karena pertahanan dan dewan pertahanan nasional itu satu kemudian seperti Mensesneg juga nanti ada sekretaris militer presiden itu dirangkap juga bisa," terang Supratman, Menteri Hukum, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/3/2025).
Berikut adalah daftar lengkap lembaga atau kementerian yang dapat diduduki TNI berdasarkan draf RUU TNI.
Daftar 14 Lembaga berdasarkan RUU TNI
Daftar lembaga tersebut mencakup:
-
Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan
-
Kementerian Pertahanan, termasuk Dewan Pertahanan Nasional
-
Kesekretariatan Negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden
-
Badan Intelijen Negara
-
Badan Siber dan/atau Sandi Negara
-
Lembaga Ketahanan Nasional
-
Badan Search and Rescue (SAR) Nasional
-
Badan Narkotika Nasional
-
Mahkamah Agung
-
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
-
Badan Penanggulangan Bencana
-
Badan Penanggulangan Terorisme
-
Badan Keamanan Laut
-
Kejaksaan Republik Indonesia (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer)
Di atas adalah 9 lembaga atau kementerian sebelum RUU TNI, sedangkan 5 terakhir adalah daftar tambahan yang diajukan dalam RUU TNI.
Lembaga-lembaga ini dianggap vital untuk mendukung tugas pertahanan negara dan dapat memanfaatkan keahlian militer dalam konteks yang lebih luas.
Awalnya, ada usulan untuk menambah jumlah lembaga dari 9 menjadi 16. Namun, setelah diskusi panjang di DPR, diputuskan bahwa pengurangan menjadi 14 lembaga dianggap lebih sesuai.
Penghapusan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadi bagian dari keputusan. Menurut Anggota Panitia Kerja RUU TNI, Mayjen purn TB Hasanuddin, penempatan prajurit aktif di KKP tidak memiliki urgensi yang cukup. Penelitian dan diskusi menunjukkan bahwa lembaga ini lebih memfokuskan pada urusan sivitas dan tidak terlalu membutuhkan kehadiran prajurit aktif.
Pengurangan ini juga dilihat sebagai langkah untuk efisiensi organisasi, mengingat tidak semua lembaga memerlukan kehadiran militer secara langsung.