Dampak UU Kesehatan bagi Nakes dan Medis yang Dianggap Memperburuk Layanan Kesehatan di Indonesia

27 Juli 2023 14:07 WIB

Narasi TV

Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) menerima dokumen pandangan pemerintah dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (kiri) disaksikan Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel (kanan), Lodewijk Paulus (kedua kiri) saat Rapat Paripurna ke-29 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Sumber: Antara.

Penulis: Rusti Dian

Editor: Margareth Ratih. F

RUU Kesehatan baru saja disahkan menjadi undang-undang oleh pemerintah bersama DPR pada Selasa (11/7/2023) lalu. Padahal, RUU tersebut masih tuai polemik di masyarakat, khususnya bagi tenaga kesehatan (nakes). Apa saja dampak RUU Kesehatan bagi pekerja?

Pada Rapat Paripurna ke-29 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023, DPR resmi mengesahkan Omnibus Law RUU Kesehatan. Tujuh dari sembilan fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU tersebut. Fraksi Nasdem menerima dengan catatan yaitu minimal dana wajib kesehatan.

Namun, di balik pengesahan tersebut, ada lima organisasi profesi kesehatan di Indonesia yang memprotes RUU Kesehatan. Mereka menyoroti beberapa masalah dalam draf RUU yang berisi 20 bab dan 458 pasal.

Organisasi tersebut menilai bahwa RUU Kesehatan ini menghapus mandatory spending, perlindungan nakes dan medis, perizinan dokter asing praktik di rumah sakit Indonesia, serta Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup.

Dampak RUU Kesehatan

Disahkannya RUU Kesehatan menjadi UU Kesehatan ini sangat berdampak bagi masyarakat, khususnya para pekerja. Berikut dampak negatif yang ditimbulkan dari Omnibus Law UU Kesehatan:

  • Hilangnya mandatory spending membuat beban jadi ke masyarakat

Mandatory spending (wajib belanja) sebelumnya diatur sebanyak 5% dari APBN dan 10% APBD di luar gaji. Penghapusan mandatory spending ini juga melanggar Abuja Declaration World Health Organization (WHO).

Dihapuskannya mandatory spending justru akan membebani biaya kesehatan bagi masyarakat. Tanggungan mereka pun semakin besar. Penghapusannya pun berpengaruh pada pelayanan dasar di fasilitas kesehatan daerah.

Pelayanan dasar tersebut seperti pemberian makanan bergizi untuk mencegah stunting, penyediaan akses obat, pembiayaan bantuan iuran BPJS, hingga program edukasi kesehatan.

Meski begitu, Menkes Budi Gunadi menyebut bahwa penghapusan mandatory spending adalah karena banyak terjadi penyalahgunaan anggaran. Penghapusan ini juga diatur berdasar komitmen belanja anggaran pemerintah, bukan besarnya alokasi.

  • Memperburuk layanan kesehatan di masyarakat

Pengesahan UU Kesehatan ini dinilai bertentangan dengan semangat RUU Kesehatan. Semangat tersebut ialah memperluas dan meratakan akses layanan kesehatan hingga ke daerah terpencil, tertinggal, dan terluar (3T).

Minimnya fasilitas di daerah 3T membuat dokter spesialis sulit memberi pelayanan. Ditambah lagi dengan hilangnya mandatory spending seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Selain itu, adanya dokter asing juga membuat pelayanan kesehatan semakin timpang. Ini juga dinilai kontradiktif dengan target pemerintah untuk memperbanyak jumlah dokter dalam negeri.

  • Penyalahgunaan data genomik WNI

Data genomik ini termasuk data privasi pasien yang harus dijaga. Oleh karena itu, pengambilan data harus dilakukan atas persetujuan pasien atau pendonor.

Namun, dalam UU Kesehatan ini, terdapat aturan teknologi biomedis mengenai aturan transfer data yang cukup mengkhawatirkan. Pemanfaatan teknologi biomedis ini mencakup teknologi genomik, transkriptomik, proteomik, dan metabolomik, serta teknologi lainnya.

  • Kriminalisasi dokter

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengkhawatirkan tentang kriminalisasi dokter. Dalam Pasal 462 UU Kesehatan disebutkan bahwa nakes dapat dihukum pidana jika melakukan kelalaian.

IDI juga mengkhawatirkan tentang pelemahan organisasi profesi. Pasalnya, banyak fungsi yang diambil alih oleh Kementerian Kesehatan.

Meski begitu, Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmidzi menyebut bahwa RUU Kesehatan justru menambah perlindungan hukum bagi nakes. Nakes tidak langsung berhadapan dengan penegak hukum sebelum ada penyelesaian di luar pengadilan.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR