28 Desember 2023 16:12 WIB
Penulis: Elok Nuri
Editor: Rizal Amril
Tangis pengungsi Rohingya tak terelakkan saat ratusan massa mahasiswa Aceh mengusir paksa para imigran dari tempat penampungan sementara di Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA) pada Rabu (27/12/2023).
Oleh ratusan massa mahasiswa yang tergabung dari beberapa universitas seperti Universitas Al Washliyah, Universitas Abulyatama, dan Bina Bangsa Getsempena, para pengungsi Rohingya tersebut dibawa secara paksa ke kantor Kemenkumham Aceh.
Peristiwa pemindahan paksa pengungsi Rohingya tersebut bermula dari aksi demonstrasi mahasiswa yang tergabung dalam BEM Nusantara Aceh di depan Kantor DPRD Aceh.
Melansir Antara, ratusan massa aksi kemudian pergi mendatangi para pengungsi Rohingya yang berada di Balai Meuseuraya Aceh (BMA).
Pada mulanya aksi berjalan damai, namun aksi mulai ricuh saat koordinator lapangan mahasiswa sedang melakukan bernegosiasi dengan petugas.
Massa yang berada di belakang langsung berlari dan merangsek masuk ke basement tempat pengungsian Rohingya.
Mereka kemudian mengarahkan para pengungsi yang kurang lebih mencapai 137 orang di sana untuk segera menaiki mobil yang telah disiapkan mahasiswa.
"Kami mengangkat Rohingya ke mobil, kita mengantarkan Rohingya ke Kemenkumham Aceh," kata Korlap Aksi T Wariza Ismandar, di Banda Aceh.
Dalam video yang beredar di media sosial terlihat mahasiswa menarik paksa dan melakukan tindakan kekerasan seperti melempar botol air mineral ke arah wanita dan anak-anak hingga menendang barang-barang di sekitar.
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) selaku badan kemanusia PBB yang bertanggung jawab atas pengungsi Rohingnya mengaku prihatin dan sangat menyayangkan tindakan pengusiran yang dilakukan mahasiswa Aceh.
"UNHCR, Badan Pengungsi PBB, sangat prihatin melihat serangan massa di lokasi penampungan keluarga pengungsi yang rentan, yang mayoritasnya adalah anak-anak dan perempuan di Kota Banda Aceh, Indonesia," kata Senior Communications Assistant UNHCR, Muhammad Yanuar Farhanditya, dikutip detikcom.
"Peristiwa ini membuat para pengungsi tersentak dan trauma," ungkap Yanuar.
Menurut keterangan tertulis UNHCR, mayoritas pengungsi yang mendapat kekerasan tersebut merupakan anak-anak dan perempuan.
Pasca serangan para mahasiswa tersebut, UNHCR menduga bahwa serangan yang terjadi pada pengungsi rohingya pada Rabu bukan tindakan yang spontan dilakukan.
UNHCR menduga hal tersebut merupakan buntut dari kampanye online berisi disinformasi, misinformasi, dan ujaran kebencian terhadap para pengungsi.
"UNHCR mengingatkan semua orang bahwa pengungsi anak-anak, perempuan dan laki-laki yang putus asa yang mencari perlindungan di Indonesia adalah korban penganiayaan dan konflik, dan merupakan penyintas perjalanan laut yang mematikan. Indonesia–dengan tradisi kemanusiaan yang telah lama diterapkan–telah membantu menyelamatkan nyawa orang-orang yang putus asa ini, yang jika tidak ditolong akan meninggal di laut–seperti ratusan orang lainnya," tulis UNHCR dalam keterangan persnya.
Dugaan fabrikasi disinformasi dan ujaran kebencian tersebut mencuat usai munculnya unggahan di media sosial yang menyudutkan pengungsi Rohingya dalam beberapa waktu terakhir.
Unggahan-unggahan tersebut masif beredar di berbagai platform media sosial seperti X dan TikTok.
KOMENTAR
Latest Comment