ICW Laporkan Dugaan Korupsi 30 Kali Lipat Pembelian Gas Air Mata Oleh Kepolisian

31 Agustus 2023 14:08 WIB

Narasi TV

Salah satu moment penembakan gas air mata yang dilakukan pihak kepolisian. Sumber: Antara.

Penulis: Rusti Dian

Editor: Margareth Ratih. F

Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan dugaan korupsi pembelian gas air mata kepada Humas Mabes Polri Jakarta Selatan pada Rabu (30/8/2023). ICW menemukan potensi korupsi senilai Rp2,01 triliun tanpa transparansi dan akuntabilitas yang ketat.

Laporan tersebut disampaikan ICW kepada Polri terkait “Permohonan Informasi Tentang Dokumen Pengadaan Pembelian Gas Air Mata oleh POLRI”. Laporan ini diterima pada Rabu (30/8/2023) oleh PPID Polri.

Menurut ICW, kepolisian tidak transparan soal kontrak pembelian gas air mata. Padahal, setiap badan publik yang mendapat dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) wajib membuka akses atas informasi publik.

“Hasil kajian kami dan Trend Asia menemukan bahwa sejak tahun 2013 hingga 2022 pembelian gas air mata oleh kepolisian ada sebanyak 45 kegiatan dengan nilai kontrak sebesar Rp2,01 triliun,” ujar Wanna dilansir dari Suara.com.

Kajian yang dilakukan oleh ICW dan Trend Asia ini memperlihatkan pembelanjaan 868 ribu amunisi, 36 ribu pelontar, dan 17 unit drone oleh kepolisian. Sayangnya, pembelian perlengkapan tersebut tidak pernah dipublikasikan oleh Polri.

Ditambah lagi penggunaan gas air mata secara berlebihan yang belakangan sering dilakukan polisi juga menjadi sorotan. Sejak tahun 2015 hingga 2022, ada sekitar 144 peristiwa penembakan gas air mata yang terjadi. Peristiwa yang belum lepas dari ingatan masyarakat adalah penembakan gas air mata di Kanjuruhan dan Dago Elos, Bandung.

Penembakan gas air mata ini menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Tak sedikit masyarakat yang meninggal akibat terkena gas air mata. Di Kanjuruhan sendiri, 135 nyawa melayang akibat penembakan tersebut.

Penelitian ICW

Laporan penyalahgunaan keuangan ini bermula dari penelitian yang dilakukan peneliti ICW, Wana Alamsyah. Ia menemukan potensi korupsi tersebut melalui data di Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) dan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Polri.

Pada tahun 2022, polisi melakukan kontrak pembelian launcher sebanyak 187 unit senilai Rp49,86 miliar. Kontrak dimenangkan oleh PT TMDC. Artinya, Polri menganggarkan Rp266,6 juta untuk pembelian satu unit launcher.

Ketika ICW mengecek ke laman resmi Byrna, pihaknya menemukan launcher yang sama dengan harga USD 479,99 atau senilai Rp6.924.710 untuk satu unit (kurs Rp14.426 per USD 1). Artinya, PT TMDC menawarkan harga yang sangat besar dibanding produsennya.

Seharusnya, Polri hanya mengeluarkan Rp1.618.650.993 untuk 187 unit launcher. Ini berdasarkan perhitungan harga wajar satu launcher adalah sekitar Rp8,1 juta sudah termasuk ongkos kirim 10 persen, biaya administrasi 5 persen, dan keuntungan 10 persen.

“Diduga adanya kemahalan yang ditetapkan oleh kepolisian saat membuat pagu anggaran. Hal ini berdampak terhadap adanya potensi pemborosan dan dugaan kemahalan harga sekitar 30 kali lipat,”ujar Wana, dilansir dari kumparanNews.

Penyalahgunaan anggaran juga ditemukan dalam LPSE Polri. ICW menyebut pemenang tender pengadaan gas air mata oleh Polri tidak memenuhi syarat. Bahkan, kepolisian juga tidak menjalankan aturan terkait.

Tuntutan dari ICW

Melalui temuan-temuan tersebut, ICW melaporkan dugaan korupsi tersebut dan mendesak Kepolisian Republik Indonesia agar:

  • Membuka kontrak pembelian gas air mata ke publik sesuai mandat Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
  • Bertanggung jawab atas segala kasus penembakan gas air mata yang memakan korban jiwa.
  • Membuka informasi pengelolaan aset gas air mata agar amunisi kadaluarsa tidak digunakan lagi.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR