Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Edy Meiyanto dipecat usai terbukti bersalah melakukan pelecehan terhadap mahasiswinya. Sebanyak 13 mahasiswi menjadi korban pelecehan dengan modus bimbingan penelitian untuk skripsi, tesis, dan disertasi.
Kasus pelecehan yang dilakukan oleh Edy Meiyanto telah bergulir sejak 2023. Ketika Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) mendapat laporan pada 2024, mereka langsung turun tangan untuk melakukan pemeriksaan.
Usai laporan diterima, Edy dibebastugaskan dari jabatannya sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi sejak 12 Juli 2024. Keputusan Dekan Farmasi tersebut guna memberikan jaminan ruang aman bagi seluruh sivitas akademika fakultas, terutama para korban.
Tertanggal 20 Januari 2025, pihak kampus melayangkan sanksi pemecatan terhadap Edy. Hal ini sebagaimana tertulis dalam Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada nomor 95/UN.1.P/KPT/HUKOR/2025.
“Pimpinan Universitas Gadjah Mada juga sudah menjatuhkan sanksi kepada pelaku berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen,” ujar Sekretaris UGM, Andi Sandi pada Minggu (6/4/2025).
Baca Juga:Direkam dan Disebar ke Situs Porno, Ini Kronologi Pelecehan Seksual Anak oleh Kapolres Ngada
Modus Bimbingan Penelitian
Edy Meiyanto menjalankan aksinya dengan modus melakukan bimbingan terhadap mahasiswi S1, S2, dan S3. Peristiwa terjadi di kampus, rumah Edy di kawasan Minomartani, Sleman, serta sejumlah lokasi penelitian.
Pelaku diduga melakukan pelecehan dengan memijat tangan, memegang rambut mahasiswi dari balik jilbab, memegang pipi dan wajah, hingga mencium pipi mahasiswi di rumahnya.
Ketika di kampus, Edy meminta mahasiswinya untuk memeriksa tensi darah supaya dia bisa memegang tangan korban. Tidak hanya itu, Edy juga meminta korban mengirimkan foto dan memaksa mahasiswi menghubungi di luar jam mengajar.
“Modusnya kegiatannya itu dilakukan lebih banyak di rumah. Mulai dari diskusi bimbingan dokumen akademik, baik itu skripsi, tesis, dan disertasi,” ujar Andi pada Selasa (8/4/2025).
Selain melakukan pelecehan secara fisik, Edy juga disebut melakukan pelecehan secara verbal kepada mahasiswinya di lingkungan kampus. Hal ini berdasarkan pengakuan sejumlah saksi yang diperiksa.
Upaya Memperoleh Keadilan
Dipecatnya Edy sebagai dosen UGM cukup membuat korban lega. Mereka tidak ingin peristiwa serupa memakan lebih banyak korban. Para alumni Fakultas Farmasi yang menjadi korban kekerasan seksual oleh Edy juga menyambut baik pemecatan tersebut.
Namun, korban enggan membawa kasus tersebut ke meja hijau. Sebab, korban menganggap proses pemeriksaan di kantor polisi lebih rumit dan membutuhkan waktu lama. Sementara sebagian korban ingin fokus melanjutkan belajar di Fakultas Farmasi hingga lulus.
“Kami tak mau ditangani polisi. Proses pidana menguras energi dan waktu,” ujar salah seorang korban, dikutip dari Tempo.co.
Mereka memilih menunggu kepastian sanksi pencabutan status PNS. Terlebih korban mendengar pelaku sedang mengurus pendaftaran untuk mengajar di kampus lain. Namun, kewenangan untuk mencabut status PNS ada di pemerintah pusat.
Kemendiktisaintek Beri Tanggapan
Usai menerima laporan pemeriksaan awal oleh Satgas PPKS UGM, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) pun menugaskan UGM untuk membentuk tim pemeriksa melalui surat tertanggal 13 Maret 2025.
Hal ini dilakukan guna memproses pencopotan status aparatur sipil negara (ASN) mantan Guru Besar UGM tersebut. Menurut Sekretaris Jenderal Kemdiktisaintek, prosesnya memakan waktu selama 3-6 bulan.
“Proses normalnya adalah 3 sampai 6 bulan, karena ada proses pemanggilan, penjatuhan sanksi, dan seterusnya,” ujar Sekretaris Jenderal Kemdiktisaintek, Togar Simatupang pada Minggu (6/4/2025).
Proses pencopotan status ASN ini mengacu pada Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 6 Tahun 2022 yang menjadi peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
“Saat ini masih menunggu hasilnya, yang kemungkinan akan dikirimkan setelah liburan Lebaran ini,” tambahnya.