Hakim Agung Gazalba Saleh Dibebaskan dari Dakwaan Suap, KPK Siap Jerat dengan Tuduhan Gratifikasi dan TPPU

4 Agustus 2023 15:08 WIB

Narasi TV

Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh (kiri) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani sidang di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (1/8/2023). Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung menjatuhkan vonis bebas kepada Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh karena alat bukti untuk menjeratnya tidak kuat yang sebelumnya dituntut 11 tahun penjara dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/tom.

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

Hakim Mahkamah Agung (MA) nonaktif Gazalba Saleh divonis bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. Namun demikian, KPK mengatakan Gazalba masih berstatus tersangka perkara dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
 
"Kita tahu bahwa KPK sudah mengumumkan yang bersangkutan tersangka dugaan penerimaan gratifikasi dan juga TPPU. Ke depan, kami akan fokuskan berkas perkara gratifikasi dan TPPU-nya dan tentunya kami akan panggil kembali," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (3/8/2023).
 
Terkait kemungkinan apakah lembaga antirasuah akan kembali melakukan penahanan terhadap Gazalba, Ali menyebut bahwa tidak ada tersangka KPK yang tidak ditahan.
 
"Masalah penahanan kan setiap perkara ketika sudah cukup (alat bukti) tidak pernah ada tersangka KPK yang tidak ditahan," ujarnya.
 
"Kemungkinan untuk dilakukan penahanan sesuai dengan undang-undang itu penyidik ada, bisa melakukan itu, tetapi sekali lagi penahanan setiap tersangka kan nanti setiap proses penyidikan cukup," tambahnya.
 
Gazalba Saleh awalnya dituntut pidana penjara selama 11 tahun dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan oleh jaksa penuntut umum KPK karena dinilai telah menerima suap sebesar 20 ribu dolar Singapura untuk pengurusan perkara kasasi pidana terhadap pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Budiman Gandi.
 
Uang yang berasal dari penggugat Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma ini, diberikan pengacara mereka Yosef Parera dan Eko Suparno kepada Desy Yustria sebesar 110 ribu dolar Singapura.
 
Desy Yustria kemudian memberikan uang kepada Nurmanto Akmal sebesar 95 ribu dolar Singapura. Sebanyak 10 ribu dolar Singapura diberikan kepada Desy Yustria untuk pengurusan perkara.
 
Selanjutnya uang 55 ribu dolar Singapura diberikan kepada Redhy, dan Redhy memberikan uang 20 ribu dolar Singapura ke terdakwa Gazalba Saleh melalui perantaraan Prasetio Nugroho.
 
Gazalba diyakini melanggar Pasal 12 huruf C jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan alternatif pertama.
 
Namun, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung Yoserizal menyatakan alat bukti untuk menjerat Gazalba Saleh tidak kuat.
 
Atas pertimbangan tersebut, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis bebas kepada Gazalba Saleh dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung.
 
Ali mengatakan lembaga antirasuah kini tengah menunggu salinan putusan resmi Pengadilan Tipikor Bandung agar pihaknya bisa segera menyusun memori kasasi.
 
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan KPK terkait kasasi atas vonis bebas Pengadilan Tipikor Bandung terhadap Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh.
 
"Nanti akan saya koordinasikan untuk naik ke kasasi. KPK ya, karena yang mewakili negara itu KPK," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (2/8).
 
Mahfud juga menegaskan bahwa pihaknya tidak mendikte KPK, namun berkoordinasi untuk penegakan hukum.
 
"KPK kita koordinasikan untuk kasasi. Koordinasi ya bukan mendikte, yang jelas hukum ini harus ditegakkan," ujarnya.
 
Mahfud juga mengatakan bahwa kasasi tersebut adalah bagian dari upaya negara dalam menegakkan hukum.
 
"Tetapi yang jelas kalau dalam hukum pidana itu lawan dari pihak terpidana itu adalah negara, bukan orang. Oleh karena negara sejauh mana ada upaya hukum yang bisa ditempuh, negara akan lakukan," tegasnya.
 
Sumber: Antara

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR