31 Mei 2023 12:05 WIB
Penulis: Rusti Dian
Editor: Rizal Amril
Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati divonis 8 tahun penjara. Ia dinilai terbukti menerima suap pengurusan perkara kasasi di Mahkamah Agung sebesar 80 ribu dolar Singapura (SGD) atau Rp889 juta.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan penjara selama delapan tahun dan denda sejumlah Rp1 miliar, dengan ketentuan apabila denda itu tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama tiga bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Yoserizal, dikutip dari Antara.
Hal yang memberatkan hukuman kepada Sudrajad adalah tidak mendukung program pemerintah memberantas korupsi.
Ia juga sudah merusak kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Agung. Bahkan, hakim juga meyakini Sudrajad ikut menikmati hasil suapnya.
Di sisi lain, hal yang meringankan hukuman Sudrajad adalah dirinya yang bersikap sopan di persidangan, memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum sebelumnya.
Menurut Sidang Putusan yang diadakan pada Selasa, 30 Mei 2023, Sudrajad Dimyati terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Ia melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
Vonis yang diberikan Majelis Hakim lebih ringan daripada yang diajukan oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebelumnya, ia sempat dituntut 13 tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Tipikor Bandung pada Rabu, 10 Mei 2023.
Melalui penasihat hukumnya, Sudrajad mengaku keberatan atas vonis yang diberikan oleh Majelis Hakim. Ia menganggap substansi keadilannya masih jauh dari kebenaran sehingga ia akan mengajukan banding.
Di satu sisi, Jaksa Penuntut Umum KPK mengaku masih berpikir-pikir atas putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Bandung.
Mereka memiliki waktu selama tujuh hari untuk memikirkan apakah akan mengajukan banding atau tidak.
Pada September 2022, KPK menetapkan Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan sembilan orang lain sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung.
Sebelumnya, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta dan Semarang.
Kasus ini bermula dari laporan pidana dan gugatan perdata terkait aktivitas Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Pengadilan Negeri Semarang.
Di sana, Heryanto Tanaka dan Eko belum puas dengan keputusan yang diberikan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Mereka pun mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.
Heryanto memercayakan Yosep dan Eko sebagai kuasa hukum untuk menyuap Mahkamah Agung.
Mereka memberikan sejumlah uang kepada pegawai Mahkamah Agung bernama Desy Yustria. Selanjutnya, Desy mengajak kepaniteraan MA untuk menyerahkan uang kepada majelis hakim, termasuk Sudrajad.
KOMENTAR
Latest Comment