Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) mengalami pemangkasan anggaran yang signifikan, mencapai Rp14,3 triliun dari total pagu awal sebesar Rp56,6 triliun. Ini menjadi perhatian utama, mengingat efisiensi anggaran ini berpotensi mempengaruhi berbagai program di bidang pendidikan, termasuk beasiswa dan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Secara resmi, Kementerian menyatakan bahwa langkah ini diambil sebagai bagian dari Instruksi Presiden mengenai efisiensi belanja pemerintah.
Pemangkasan ini tidak hanya berdampak pada pengurangan alokasi anggaran, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan berdampaknya program-program penting, salah satunya beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu. Beberapa pos anggaran penting, termasuk bantuan operasional untuk perguruan tinggi dan subsidi pendidikan, berpotensi terpangkas, yang dapat menambah beban siswa dan keluarga.
Dampak kenaikan UKT bagi mahasiswa
Kenaikan UKT menjadi isu krusial akibat pemangkasan anggaran. Pengamat pendidikan menunjukkan bahwa di sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN), kenaikan UKT menjadi sangat mungkin terjadi. Hal ini dapat memicu dampak serius bagi mahasiswa, di mana mereka yang berasal dari keluarga dengan latar belakang ekonomi yang lebih rendah mungkin tidak dapat lagi melanjutkan pendidikan tinggi mereka.
Kekhawatiran ini berakar pada analisis bahwa efisiensi anggaran dapat membuat PTN berusaha menutupi kekurangan dana dengan meningkatkan UKT. Situasi ini berpotensi menyebabkan mahasiswa terpaksa putus kuliah, yang pada gilirannya akan mengganggu upaya negara dalam menghasilkan lulusan yang siap pakai dan memperlambat proses penyerapan tenaga kerja di sektor yang membutuhkan.
Anggaran beasiswa dan KIP Kuliah
Beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) merupakan salah satu program yang sangat vital bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu. Namun, pemangkasan anggaran mengancam kelangsungan program ini dan kemungkinan jumlah penerima akan berkurang. Beberapa informasi menyebutkan, pagu anggaran untuk KIP-K dipangkas hingga hampir 10 persen, menimbulkan kekhawatiran akan ketersediaan dana bagi mahasiswa yang sangat membutuhkannya.
Meskipun pihak Kemendiktisaintek berusaha menjamin agar beasiswa tetap aman dan tidak terkena dampak negatif dari efisiensi anggaran, banyak pihak tetap skeptis. Upaya pemerintah dalam menanggulangi pemangkasan ini melalui usulan pengembalian pagu awal KIP-K menjadi penting untuk menjamin akses pendidikan bagi mahasiswa yang tidak mampu.
Perubahan sistem operasional perguruan tinggi
Dalam upaya menyesuaikan diri dengan pengurangan anggaran, Perguruan Tinggi mulai menerapkan berbagai langkah penghematan. Salah satunya adalah penerapan kebijakan Work From Anywhere (WFA) yang dirancang untuk efisiensi operasional di lingkungan kampus. Dengan kebijakan ini, setiap unit di perguruan tinggi diberikan keleluasaan dalam mengatur waktu dan tempat kerja sesuai kebutuhan, yang diharapkan mampu mengurangi penggunaan sumber daya.
Selain itu, kampus juga melaksanakan pengurangan dalam penggunaan fasilitas, seperti listrik dan air, serta melakukan rapat secara hybrid untuk mengurangi biaya. Namun, meski ada kebijakan efisiensi, perihal pengurangan dana bagi program dan layanan yang berdampak langsung pada mahasiswa tetap menjadi masalah yang perlu diatasi.
Merespons semua langkah ini, Kemendiktisaintek berkomitmen untuk meminimalkan dampak negatif pada sektor pendidikan tinggi. Walaupun kebijakan efisiensi anggaran membawa konsekuensi yang kompleks dan berisiko tinggi bagi kelangsungan pendidikan, pihak kementerian berharap penyesuaian yang dilakukan dapat memastikan tercapainya tujuan pendidikan tanpa harus mengorbankan akses bagi mahasiswa dari kalangan kurang mampu.