Fenomena laki-laki yang enggan menunjukkan emosi bukanlah hal baru dalam masyarakat. Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan mental, mitos bahwa laki-laki tidak bercerita kembali mendapatkan sorotan.
Meme dan konten media sosial yang menunjukkan bahwa "laki-laki tidak bercerita" belakangan kembali viral, menciptakan narasi bahwa berbagi adalah sesuatu yang tabu untuk pria.
Mesi tampaknya lucu, tren ini lekat dengan stigma sosial yang mendalam mengenai bagaimana seharusnya laki-laki mengekspresikan diri, bahwa laki-laki tak seharusnya memperlihatkan emosi mereka. Padahal, anggapan ini bisa sangat berbahaya.
Pentingnya bercerita bagi laki-laki
Dalam lingkungan yang menekankan pentingnya kekuatan, pria kerap merasa terbebani untuk selalu terlihat tegar, yang dapat memicu berbagai masalah kesehatan mental.
Berbicara mengenai perasaan merupakan langkah krusial dalam memahami kesehatan mental. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pria yang mampu mengungkapkan perasaan mereka cenderung memiliki kesehatan mental yang lebih baik.
Menemui teman untuk berkeluh kesah atau bahkan hanya sekadar menceritakan pengalaman sehari-hari dapat menjadi cara efektif untuk meredakan stres. Menyimpan emosi hanya akan menambah akumulasi beban dalam diri, yang pada gilirannya dapat berujung pada depresi. Dengan berbagi cerita, mereka bisa melepaskan ketegangan yang terpendam.
Secara alami, bercerita membantu individu melepaskan beban emosional yang dirasakan. Ketika pria berbagi beban dengan orang kepercayaan, mereka tidak hanya merasa lebih lega tetapi juga meningkatkan kesejahteraan mental secara keseluruhan. Bercerita menjadi cara untuk menciptakan ikatan dan saling mendukung.
Tantangan dalam bercerita bagi laki-laki
Stigma sosial berkaitan dengan maskulinitas sering kali membebani pria dalam mengekspresikan emosi. Dibesarkan dalam lingkungan yang mengajarkan bahwa menangis atau mengeluh adalah tanda kelemahan membuat banyak pria merasa tertekan dan enggan untuk bercerita. Lingkungan sosial yang patriarkis semakin menambah beban ini.
Salah satu tantangan terbesar adalah ketakutan kehilangan citra maskulin. Pria sering kali merasa bahwa menunjukkan perasaan sama dengan menunjukkan kelemahan, yang bertentangan dengan norma laki-laki yang diajarkan sejak kecil. Hal ini menimbulkan konflik batin yang tidak sehat.
Ketidakmampuan untuk berbagi dapat memiliki konsekuensi serius, termasuk meningkatnya risiko bunuh diri di kalangan pria. Data menunjukkan bahwa pria lebih sering berakhir dengan langkah ekstrem ketika mereka merasa tidak mampu menangani beban emosional mereka sendirian. Ini adalah tanda bahwa tidak memiliki ruang untuk menceritakan diri dapat berbahaya.
Bentuk ekspresi emosi yang sehat
Memberanikan diri untuk curhat merupakan langkah awal yang positif. Curhat bukanlah tanda kelemahan, tetapi justru menunjukkan keberanian untuk mengatasi masalah. Berbicara tentang perasaan adalah cara untuk menghadapi tantangan, bukan menghindarinya.
Berbicara dengan orang lain membawa banyak manfaat, seperti mendapatkan perspektif baru dan menemukan solusi yang tidak terlihat sebelumnya. Bagi banyak pria, menjaga rahasia terlalu lama hanya akan memperburuk keadaan. Menceritakan masalah kepada teman atau keluarga dapat membantu mereka merasakan dukungan yang dibutuhkan.
Berbagi pikiran dan perasaan juga akan memperkuat hubungan sosial. Ketika seorang pria menceritakan pengalaman pribadinya, tidak hanya dirinya yang merasa lebih baik, tetapi orang di sekitarnya juga dapat merasakan kedekatan yang lebih kuat. Ibarat membuka sebuah jendela, mereka membiarkan orang lain masuk ke dalam dunia mereka.
Pentingnya mengubah norma dan stigma maskulinitas
Perubahan menuju maskulinitas yang lebih positif diperlukan untuk mengatasi stigma ini. Pria seharusnya tidak hanya dikenal sebagai sosok yang keras, tetapi juga sebagai individu yang mampu merasakan dan mengekspresikan emosi. Menciptakan budaya yang membolehkan pria untuk berbagi tanpa stigma akan sangat membantu.
Lingkungan sangat berperan dalam perubahan ini. Dukungan dari teman, keluarga, dan rekan kerja akan menciptakan ruang yang aman bagi pria untuk berbagi perasaan mereka. Ketika masyarakat memberi izin untuk berbicara, stigma yang ada perlahan-lahan dapat dihilangkan.
Pendidikan yang baik tentang emosi dapat dimulai sejak dini. Memberikan pemahaman kepada anak laki-laki bahwa mengekspresikan emosi adalah hal yang normal dan sehat dapat mengubah cara mereka berinteraksi di masa depan. Ini akan membantu memecah siklus tradisional maskulinitas yang menyakitkan.
Dengan mengubah perspektif terhadap berbagi perasaan, masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi semua individu, khususnya bagi pria dalam mengekspresikan diri mereka.