Jumlah PHK PT Sritex Capai 11.025 Pekerja Versi Kemenaker

11 Mar 2025 15:17 WIB

thumbnail-article

ARsip foto - Pekerja di Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (28/2/2025). ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/tom.

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Sritex Group semakin meluas, dengan total 11.025 pekerja terkena dampaknya sejak Agustus 2024 hingga Februari 2025. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengungkapkan data ini dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta, Selasa (11/3/2025), seraya menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa mengintervensi keputusan kurator dalam proses PHK perusahaan tekstil raksasa tersebut.

"Ini adalah data yang kami terima terkait dengan total yang di PHK sejak Agustus 2024, dalam konteksnya itu adalah Sritex Group," kata Yassierli sembari memperlihatkan data jumlah pekerja terdampak kepada anggota Komisi IX DPR RI, Selasa (11/3/2025).

Gelombang PHK Bertahap Sejak Agustus 2024

Krisis di Sritex Group dimulai pada Agustus 2024, ketika PT Sinar Pantja Djaja Semarang memutuskan hubungan kerja dengan 340 pekerja, meski saat itu perusahaan belum dinyatakan pailit.

Memasuki Januari 2025, PHK kembali terjadi di PT Bitratex Industries Semarang, dengan 1.081 pekerja kehilangan pekerjaan setelah keputusan kurator.

Gelombang PHK terbesar terjadi pada 26 Februari 2025, dengan rincian sebagai berikut:

  • PT Sritex (Sukoharjo): 8.504 pekerja
  • PT Primayuda Mandirijaya (Boyolali): 956 pekerja
  • PT Sinar Pantja Djaja (Semarang): 40 pekerja
  • PT Bitratex Industries (Semarang): 104 pekerja

Keputusan ini menjadi pukulan besar bagi ribuan pekerja yang selama ini menggantungkan hidupnya pada industri tekstil tersebut.

Pemerintah Tak Bisa Intervensi, Upaya "Going Concern" Gagal

Menaker Yassierli menjelaskan bahwa pemerintah telah berupaya menjaga keberlangsungan operasional perusahaan meskipun sudah dinyatakan pailit. Namun, pada akhirnya, kurator memutuskan PHK sebagai opsi terakhir yang harus diambil.

"Maka yang kita lakukan selama ini adalah sejak adanya putusan pailit kemudian adanya putusan dari Mahkamah Agung yang menolak permohonan kasasi, kita mendorong going concern," ujar Yassierli.

Menurutnya, Kemnaker sangat peduli terhadap nasib para tenaga kerja dan telah berusaha semaksimal mungkin agar operasional tetap berjalan. Namun, kenyataannya, perusahaan tetap memilih untuk menghentikan hubungan kerja dengan ribuan pekerjanya.

"Dan ini yang kita berusaha terus sampai akhirnya pada beberapa minggu yang lalu kurator mengatakan ini adalah opsi yang paling akhir yang mereka lakukan, bahwa mereka terpaksa harus mem-PHK. Jadi upaya-upaya untuk kemudian going concern itu sudah kita lakukan," jelasnya.

Nasib Hak-Hak Pekerja

Setelah PHK massal ini, perhatian kini tertuju pada pemenuhan hak-hak pekerja. Tahapan selanjutnya mencakup pembayaran pesangon, tunjangan hari raya (THR), manfaat jaminan hari tua (JHT), jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Meskipun upah pekerja telah dibayarkan, hak-hak lain seperti pesangon, JHT, JKP, JKN, dan THR masih belum dipenuhi. Kemnaker berkomitmen mendorong penyelesaian hak-hak tersebut sebelum Hari Raya Idul Fitri 2025, agar para pekerja dapat menghadapi masa transisi dengan sedikit keringanan.

Dengan kondisi ini, ribuan pekerja Sritex Group kini menghadapi ketidakpastian masa depan, sementara pemerintah dan kurator berupaya menyelesaikan dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh kebangkrutan salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia ini.



Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER