Perajin arang batok di Jalan Anggrek RT 04/RW 02, Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, mengeluhkan besaran uang kompensasi yang diberikan pemerintah kota setelah usaha mereka ditutup sementara untuk menekan polusi udara.
 
Salah satu perajin arang batok Andi Lukman (52) mengaku uang kompensasi penutupan sementara yang diberikan Pemkot Jakarta Timur (Sudin Lingkungan Hidup) tidak sebanding dengan pendapatannya selama satu pekan.
 
"Biasanya dalam satu pekan, pendapatannya dari hasil kerajinan arang batok bisa mencapai Rp8 juta per pekan. Namun, uang kompensasi yang diberikan oleh Pemkot Jaktim hanya sebesar Rp4,2 juta," kata Andi dikutip Antara.
 
Di kawasan Lubang Buaya itu, kata dia, terdapat delapan lapak perajin arang batok kelapa yang semuanya itu harus ditutup sementara karena dianggap berdampak terhadap polusi udara.
 
Salah satu karyawan perajin arang batok Dian Ardian mengaku pemilik kerajinan arang batok terpaksa meliburkan 12 orang karyawannya karena dampak dari penutupan sementara usahanya tersebut.
 
Saat ini, lanjut dia, pihaknya hanya bisa menunggu waktu untuk kembali dapat beroperasi sesuai batas waktu peraturan Pemkot Jakarta Timur pada Kamis (30/8).
 
Sebelumnya, Pemeritah Kota Jakarta Timur menutup sementara pabrik arang batok kelapa pada Kamis (24/8/2023), sebagai upaya menjaga kualitas udara.
 
"Kami menindaklanjuti aduan warga lewat aplikasi Cepat Respons Masyarakat (CRM) terkait pencemaran udara di wilayah Jakarta Timur. Lokasi pencemaran udara berasal dari pabrik arang rumahan," kata Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup (Sudin LH) Jakarta Timur Eko Gumelar saat penutupan pabrik itu, Kamis.
 
Sebanyak 24 petugas gabungan dari Sudin LH Jaktim, kelurahan, Satpol-PP, Satgas Penindakan Hukum Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dikerahkan untuk penutupan pabrik arang tersebut.
 
Menurut Eko kegiatan pembakaran arang itu mencemarkan lingkungan warga sekitar dengan adanya asap.
 
"Dengan adanya pencemaran udara, kami langsung melakukan pengecekan di seluruh wilayah Jakarta Timur dan Kasatpel LH Jakarta Timur untuk mencari adanya informasi pencemaran udara itu, seperti pembakaran sampah ilegal dan sebagainya. Kami langsung memasang spanduk dan menyetop kegiatan pembakaran arang tersebut," kata Eko.
 
Dia meminta agar pemilik arang batok kelapa untuk menghentikan kegiatan tersebut yang sudah dilakukan selama ini.
 
"Jika masih melakukan hal yang sama akan dikenakan sanksi penjara maksimal 10 tahun atau denda maksimal Rp5 miliar sesuai dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 dari Kementerian Lingkungan Hidup tentang pengelolaan sampah," papar Eko.
Sumber: Antara