Malam Mengerikan di Ruang Kosong Lantai 7 RSHS, Kronologi Kekerasan Seksual Dokter PPDS Unpad ke Keluarga Pasien

10 Apr 2025 11:31 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi - Kekerasan seksual terhadap perempuan.

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

RINGKASAN

Fakta bahwa pelaku menggunakan kondom yang telah ia simpan di celana menunjukkan bahwa aksi bejat ini bukan dilakukan secara spontan, melainkan telah direncanakan.

Dunia kesehatan dan pendidikan kedokteran di Indonesia kembali tercemar. Seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Padjadjaran (Unpad), Priguna Anugrah Pratama (31 tahun), memperkosa kerabat pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Kasus ini mengejutkan publik dan menjadi viral bukan hanya lantaran dilakukan oleh tenaga medis, tetapi juga terjadi di ruang rumah sakit pemerintah pusat yang seharusnya menjadi standar perlindungan kepada pasien juga keluarganya dari tindakan kriminal.

Peristiwa Berawal Saat Korban Menjaga Ayahnya yang Sakit

Rabu, 18 Maret Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB. Suasana cemas meliputi batin FA yang sedang menanti kesembuhan ayahnya dari situasi kritis. Di tengah rasa lelah dan harapan akan munculnya keajaiban, Priguna Anugrah Pratama (31 tahun), seorang dokter residen Universitas Padjajaran (Unpad) datang menyapa FA dan menawarkan bantuan.

Ia bilang pasien membutuhkan donor darah dan meminta FA melakukan crossmatch. FA tak curiga sedikitpun dengan ucapan Priguna yang terdengar tulus ingin membantu kesembuhan ayahnya. Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Hendra Rochmawan menjelaskan untuk melancarkan aksinya pelaku menggunakan dalih medis untuk memisahkan korban dari keluarganya.

"[Tersangka] meminta korban untuk tidak ditemani oleh adiknya," ujar Hendra dalam konferensi pers di Polda Jabar, Rabu (9/4).

Priguna kemudian membawa FA dari IGD menuju lantai 7 Gedung MCHC, tepatnya ke ruang nomor 711—sebuah ruang baru yang, menurut pihak kepolisian, belum digunakan dan rencananya diperuntukkan untuk pelayanan operasi khusus perempuan.

"Itu ruangan baru. Mereka (pihak RSHS) rencananya untuk operasi khusus perempuan. Jadi, itu belum pakai," jelas Direktur Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Jabar, Kombes Pol Surawan.

FA lalu mengikuti arahan Priguna tanpa rasa curiga bahwa peristiwa itu akan menjadi malam penuh kekerasan yang membekas seumur hidup.

Dibius dan Diperkosa Saat Tak Sadar

Setibanya di ruangan, Priguna meminta FA mengganti pakaian dan memasang infus di lengannya. Tak lama kemudian, pelaku menyuntikkan Midazolam, obat bius yang membuat korban tidak sadarkan diri selama sekitar tiga jam. Dalam kondisi itulah, pelaku melakukan aksi pemerkosaan menggunakan kondom yang telah ia siapkan sebelumnya.

Fakta bahwa ia menggunakan kondom yang telah ia simpan di celana menunjukkan bahwa aksi bejat ini bukan dilakukan secara spontan, melainkan telah direncanakan.

Setelah melakukan perbuatan bejatnya, Priguna membawa korban kembali ke IGD, seolah tidak terjadi apa-apa. Namun, sekitar pukul 04.00 WIB, korban terbangun dan mulai merasakan sakit yang luar biasa di bagian kemaluannya. Ia juga merasa perih saat buang air kecil. Merasa ada yang tidak beres, FA langsung melapor ke keluarganya dan kemudian menjalani visum.

Hasil visum menunjukkan adanya cairan sperma di tubuh korban. Tak hanya itu, bekas sperma juga kemudian diketahui bercecer di lantai MCHC lantai 7. Ruangan itu kemudian dipasang police line (garis polisi). Polda Jabar mengonfirmasi bahwa uji DNA akan dilakukan untuk membuktikan kecocokan sperma dengan pelaku.

"Akan dilakukan uji DNA, kan kita harus uji. Dari yang ada di kemaluan korban, kemudian keseluruhan uji DNA korban, dan juga yang ada di kontrasepsi itu sesuai DNA sperma," kata Kombes Pol Surawan.

Upaya Bunuh Diri Sebelum Penangkapan

Setelah korban melapor dan kasus mulai ditangani oleh kepolisian, Priguna sempat berusaha melarikan diri dan beberapa hari kemudian dilaporkan berupaya bunuh diri.

"Jadi, pelaku setelah ketahuan itu sempat berusaha bunuh diri juga. Memotong urat-urat nadi sehingga dia sempat dirawat, setelah dirawat baru ditangkap," ungkap Surawan.

Pelaku akhirnya berhasil ditangkap pada 9 April 2025 di sebuah apartemen di Kota Bandung.

Kasus Viral di Media Sosial

Kasus kekerasan seksual yang menyeret seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung pertama kali terbongkar bukan melalui rilis resmi kepolisian, melainkan lewat unggahan viral di media sosial. Salah satu akun di platform X (sebelumnya Twitter) mengunggah tangkapan layar pesan langsung (DM) yang dikirimkan ke akun Instagram komunitas @ppdsgramm.

Dalam unggahan tersebut, diceritakan bahwa seorang pasien yang sedang dirawat di ICU RSHS ditemani oleh anak perempuannya. Setelah menjalani operasi, pasien membutuhkan darah tambahan. Tersangka, yang dalam narasi disebut sebagai tenaga medis, menawarkan kepada anak pasien—yang ternyata adalah korban—untuk menjalani crossmatch atau pemeriksaan kecocokan darah, dengan iming-iming bahwa prosedur tersebut akan membuat proses transfusi menjadi lebih cepat.

Korban kemudian diajak ke Gedung MCHC lantai 7, yang digambarkan sebagai gedung baru yang belum digunakan sepenuhnya. “Which is gedung baru. Lantai 7-nya masih kosong,” demikian isi tangkapan layar tersebut. Di ruangan kosong itu, korban diminta berganti pakaian dengan baju pasien dan kemudian dipasangi akses intravena (IV) dengan cairan yang mengandung midazolam, obat penenang kuat yang bisa menyebabkan kantuk dan hilang kesadaran.

Setelah korban tak berdaya, aksi pelecehan dan pemerkosaan pun terjadi, diperkirakan berlangsung sekitar tengah malam. Disebutkan pula bahwa pelaku menunggu di lokasi hingga korban mulai sadar. Korban siuman antara pukul 04.00 hingga 05.00 WIB, dalam keadaan sempoyongan saat berjalan di koridor lantai tersebut. Ia merasakan sakit tidak hanya di tangannya—tempat infus dipasang—tetapi juga di bagian tubuh lainnya, termasuk area vital.

Merasa ada sesuatu yang tidak beres, korban meminta dilakukan visum et repertum kepada seorang dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Hasil visum tersebut menunjukkan adanya bekas sperma di tubuh korban. Tidak hanya itu, jejak sperma juga ditemukan bercecer di lantai tujuh Gedung MCHC. “Besoknya MCHC 7 dipasang police line (garis polisi),” tulis unggahan tersebut.

Kasus ini dengan cepat menyita perhatian publik setelah informasi tersebut dibagikan ulang oleh berbagai akun di X dan Instagram. Salah satu tokoh yang turut menyoroti adalah drg. Mirza Mangku Anom, dokter gigi sekaligus penggiat media sosial yang kerap bersuara tentang kekerasan seksual dan kesehatan publik.

Tersangka Dijerat UU TPKS, Terancam 12 Tahun Penjara

Polda Jawa Barat menetapkan PAP sebagai tersangka dan menjeratnya dengan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Tersangka terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.

"Ancaman hukumannya 12 tahun penjara. Penanganan kasus ini akan kami kawal agar berjalan transparan dan sesuai hukum," tegas Surawan.

Respons Universitas Padjadjaran: Langsung Drop Out

Universitas Padjadjaran mengambil langkah tegas dengan memberhentikan tersangka dari program pendidikan spesialis. Keputusan ini disampaikan langsung oleh Rektor Unpad, Prof. Dr. Arief Sjamsulaksan Kartasasmita, Sp.M(K).

"Kami tidak akan memberikan ruang bagi pelanggaran, baik di tempat kerja, praktik, maupun lingkungan Unpad. Pelaku langsung diberhentikan dari program spesialis," ujar Arief kepada media.

Pihak Unpad juga menegaskan akan meningkatkan pengawasan terhadap mahasiswa kedokteran dan peserta program spesialis, serta bekerja sama dengan pihak rumah sakit untuk memperbaiki sistem pengawasan dan etika profesi.

RSHS Buka Suara: Lokasi Peristiwa Adalah Ruang Baru yang Belum Digunakan

Pihak RSHS menyatakan bahwa mereka sangat prihatin dan menyesalkan kejadian tersebut. Mereka menegaskan komitmennya untuk bekerja sama sepenuhnya dengan pihak berwenang dalam proses penyelidikan dan penegakan hukum. Selain itu, RSHS berkomitmen untuk meningkatkan pengawasan dan keamanan di lingkungan rumah sakit guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

RSHS, melalui manajemen rumah sakit, menjelaskan bahwa ruang tempat terjadinya kejahatan adalah ruangan baru yang belum berfungsi secara resmi. Ruangan tersebut rencananya akan digunakan untuk layanan operasi khusus perempuan, namun pada saat kejadian, belum aktif digunakan dan masih dalam proses persiapan fasilitas.

 

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER