Modus dan Kronologi Kasus Korupsi Dana Hibah Kelompok Masyarakat di Jawa Timur

15 Apr 2025 15:13 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi - Para koruptor yang tertangkap. ANTARA/Ardika/am.

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

RINGKASAN

Salah satu modus utama dalam kasus ini adalah pemanfaatan identitas para ketua dan anggota pokmas (pinjam KTP) untuk mengajukan proposal dana hibah.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengembangkan penyidikan kasus dugaan suap terkait pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022. Salah satu fokus penyidik adalah pendalaman praktik pungutan yang diduga dilakukan para tersangka terhadap dana hibah tersebut.

“Penyidik juga melakukan pendalaman terkait dengan dugaan yang dilakukan oleh para tersangka dalam melakukan pungutan terhadap dana hibah tersebut,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Menurut Tessa, penyidik telah memeriksa sejumlah ketua pokmas di Jawa Timur dalam kapasitas mereka sebagai saksi. Pemeriksaan ini bertujuan mengungkap skema dan mekanisme pengajuan proposal, proses pencairan, hingga penggunaan dana hibah tersebut.

Salah satu modus utama dalam kasus ini adalah pemanfaatan identitas para ketua dan anggota pokmas (pinjam KTP) untuk mengajukan proposal dana hibah. Dalam kenyataannya, para pemilik identitas tidak pernah benar-benar mengelola atau menerima manfaat dari dana tersebut.

“Dugaan mengendalikan secara penuh penggunaan dana hibah tersebut, di mana para ketua dan anggota pokmas hanya dipinjam KTP-nya untuk pengajuan proposal,” kata Tessa.

Kronologi Terbongkarnya Kasus Hibah Pokmas Jawa Timur

Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh tim penyidik KPK pada Desember 2022 (beberapa sumber menyebutkan September 2022 dalam konteks pengintaian awal). Dalam OTT tersebut, KPK menangkap Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua P. Simanjuntak, bersama sejumlah pihak lain yang terkait dengan pengurusan dan pengalokasian dana hibah pokmas.

Dalam OTT itu, KPK menyita barang bukti berupa uang tunai dalam pecahan rupiah dan valuta asing, serta dokumen yang memperkuat indikasi suap terhadap pengurusan dana hibah.

Proses hukum terhadap Sahat kemudian berlanjut hingga putusan pengadilan. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis 9 tahun penjara kepada Sahat Tua karena terbukti menerima suap dalam pengelolaan dana hibah pokir (pokok pikiran) DPRD.

Putusan ini menjadi landasan bagi KPK mengembangkan penyidikan dan menelusuri alur dana hibah, aktor-aktor lain yang terlibat, serta skema sistematis yang digunakan. Pada 5 Juli 2024 KPK mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik).

Pada 12 Juli 2024, KPK mengumumkan telah menetapkan 21 orang tersangka dalam pengembangan kasus tersebut. Ke-21 tersangka itu terdiri dari 4 orang penerima suap (3 penyelenggara negara + 1 staf penyelenggara negara), dan 17 orang pemberi suap (15 pihak swasta + 2 penyelenggara negara).

Rumah Lanyalla, Anwar Sadad, dan Achmad Iskandar Turut Diperiksa

KPK terus memeriksa sejumlah saksi kunci, termasuk mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Anwar Sadad dan Achmad Iskandar, serta menggeledah kediaman Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti di Surabaya pada April 2025. Langkah ini menjadi sinyal bahwa penyidikan diarahkan pada jaring kekuasaan yang lebih luas.

“Mengenai nama tersangka dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tersangka akan disampaikan pada waktunya bilamana penyidikan dianggap cukup,” ujar Tessa.

 

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER