Membongkar Kuliner Daging Anjing di Kota Solo

28 November 2023 19:11 WIB

Narasi TV

Penulis: Juan Robin*

Editor: Akbar Wijaya

Solo. Kota ini dikenal dengan ragam kuliner menyenangkan yang dapat ditebus dengan harga terjangkau. Ia pun sering disebut surganya kuliner. Mau gulai kambing? Ada. Gudeg? Ada juga. Tapi, kuliner Solo enggak sekadar yang terlihat seperti tadi saja.

Ya, daging anjing. Di Solo, terdapat warung-warung yang menjual olahan daging anjing. Bentuknya: sate, rica guguk, daging goreng, atau tongseng asu. Persoalannya, anjing bukanlah hewan ternak, melainkan peliharaan. Problemnya tak cuma soal kesejahteraan hewan, tapi juga risiko bawa penyakit.

Anjing dalam Pusaran Rabies

Anjing adalah penular rabies terbesar. 98% kasus di Indonesia disebabkan oleh anjing yang sudah terkena rabies terlebih dahulu. Ia menular lewat gigitan dan air liur ke luka terbuka atau selaput lendir.

Makan daging anjing memang enggak bikin konsumen kena rabies. Namun, rabies bisa menyebar lewat rantai perdagangannya. Dalam praktiknya, ada pengangkutan dan pengiriman anjing besar-besaran. Bisa lintas kota, provinsi, hingga pulau.

“Dari sekian banyak anjing yang di satu tempat, misalnya, satu kendaraan, itu bisa saja [penularan rabies]. Kan dalam perjalanan itu mesti ada anjing itu harus makan, kemudian ada lelerannya, itu bisa terjadi cross transmission dari anjing ke anjing,” ujar Wayan Tunas Artama, Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Jumat (13/10/2023).

“[Lalu] penjagalnya itu, kan, mengeksekusi, membunuh anjingnya, kemudian membelah untuk menjadikan daging itu. Nah, kemudian potensi penularan itu bisa sangat-sangat terjadi di antara jagal anjing itu dari anjing yang penderita rabies,” lanjutnya.

Kondisi kesehatan anjing yang diperdagangkan biasanya tak jelas. Mereka kerap ditemukan dengan kondisi sakit dan kurus. Bila memakan dagingnya, konsumen berpotensi kena penyakit kolera dan trichinellosis, sampai terekspos bakteri salmonella dan e.coli.

Warung Jamu Tumbuh Subur

Menurut Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Surakarta, jumlah warung anjing di Solo mencapai 27 per 2023. Koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) punya data berbeda. Mereka mencatat setidaknya ada 50 warung anjing.

Bisnis ini bisa terus lestari karena ada demand dari pasar. Setiap warung bisa menyembelih 2 ekor anjing per hari. Bila berat anjing 8 kg, warung menjual 16 kg anjing setiap hari.

Ini setara dengan 96 porsi anjing yang disajikan per hari.

Dengan mematok harga Rp20.000, satu warung bisa meraup Rp1,9 juta per hari, atau Rp57 juta per bulan. Kalau ada 50 warung di Solo, artinya 144.000 piring terjual setiap bulan dengan nilai transaksi sekitar Rp2,9 miliar.

Stok anjing Solo kebanyakan dari Jawa Barat, daerah yang masih endemis rabies. Sumber anjing biasanya adalah anjing liar yang ditangkap. Ada juga anjing milik warga yang dicuri. Mereka diangkut dengan truk atau mobil bak untuk dikirim ke sejumlah daerah, termasuk Solo.

“Salah satu yang sudah kami teliti detail sehingga kami melakukan penggerebekan kemarin, itu satu truk itu berisikan sampai ratusan ekor anjing, yang mana mereka dibawa dari Jawa Barat dengan kondisi [fisik dan kesehatan] yang sangat memprihatinkan,” jelas Koordinator DMFI Surakarta, Mustika di Solo, Rabu (18/08/2023).

“Kebanyakan di sini, ada yang menjadikan diri mereka sebagai pemotongnya. Nah, mereka memotong [anjing] sebanyak mungkin. Nanti setelah mereka selesai ada yang pedagang sendiri datang untuk membeli daging, karena mereka tidak menyembelih.”

“Jadi, dia membelinya sudah bentuk daging potongan, masih mentah. Nah, itu pengedaran semacam inilah yang merakyat banget di Surakarta,” ujarnya.

Tekanan kepada kuliner anjing di Solo mengencang beberapa tahun ini. DMFI khawatir akan kesejahteraan hewan dan risiko kesehatan dari perdagangan ini.

Narasi menelusuri sejumlah warung yang tersebar di Solo untuk melihat praktik kuliner anjing di bawah tekanan yang ada. Sejumlah warung cenderung berjualan dengan tertutup.

Di salah satu tempat, hanya ada spanduk kuning dengan tulisan rica-rica. Atau di lokasi lain: memakai diksi RW. RW adalah kode untuk rica waung atau rica anjing. Ada juga warung dengan spanduk bacaleg yang hanya menuliskan rica-rica.

Warung lainnya menuliskan kode RR dan RW di depan warung. Tapi, di dalamnya, tertera jelas rica guguk. Ini obrolan Narasi dengan Sumardi [nama samaran], sang pedagang, di Solo, Kamis (19/10/2023).

Sumardi: Dulu, kan, pernah didemo pencinta anjing, Mas.

Narasi: Gimana, gimana, Pak?

Sumardi: Ya, didemo pencinta anjing dulu.

Narasi: Didemo pencinta anjing tahun berapa?

Sumardi: 2022, 2023 awal, itu sudah tidak boleh pakai tulisan anjing di depan.

Narasi: Yang di depan warung tidak boleh pakai spanduk anjing.

Sumardi: Saya sampai dipanggil wakilnya Pak Gibran [Wali Kota Surakarta] dulu. Kalau Pak Wakil Wali Kota enggak masalah.

Narasi: Oh, Pemkot Solo enggak masalah.

Sumardi: Ya, kita sama-sama menjaga, yang penting di depan [warung] jangan vulgar banget.

Narasi: Di depan jangan vulgar banget.

Sumardi: Tetap pakai tulisan guguk, tapi kecil saja. Tapi, itu malah kacau.

Narasi: Kacaunya gimana?

Sumardi: Ya, kacaunya kalau tidak pakai spanduk guguk, enggak ada yang mau masuk, dikira warung biasa.

Narasi: Dikira warung makan biasa.

Sumardi: Warung pada tutup [bangkrut]. Di Solo saja yang masuk paguyuban, bukan semua wilayah Solo, hanya Kota Solo saja, itu 74 anggota.

Di luar itu, ada juga yang berjualan blak-blakan, seperti mencantumkan diksi sate guguk. Atau di warung anjing bernama Scooby-Doo yang mencantumkan diksi daging anjing.

Warung itu dibuka di depan pasar saat malam hari. Ia menyediakan banyak menu, mulai dari rica, tongseng, sampai sate. Tidak sedikit pula yang makan di sini. Berlanjut ke lokasi lain, ada warung dengan nama serupa yang juga jualan terang-terangan.

Ada warung yang juga cukup berani. Ia berdagang di dekat ikon religi baru Solo, Masjid Raya Sheikh Zayed. Jaraknya hanya sekitar 180 meter. Di spanduk tak tertulis diksi yang mengarah ke anjing. Hanya rica-rica.

Penjagalan

Tak cuma warung anjing, penelusuran kami turut berlanjut ke rumah jagal. Lokasinya ada di samping sungai Bengawan Solo. Pemiliknya menjagal anjing di samping rumah.

Bau anyir darah menghiasi area sekitar. Penjagalan hari itu sudah selesai dilakukan. Yang tersisa ialah limbah organ anjing yang tergeletak seperti kulit, kaki, rahang, dan mata anjing. Di dekatnya, kami menemukan empat ekor anjing yang masih hidup. Mereka diikat dalam karung goni dengan kondisi lemas. Kemungkinan, mereka akan dibantai keesokan harinya.

Risiko kesehatan dari kuliner anjing tak cuma soal rabies. Di sekitar aliran sungai yang sama, 2022 lalu, terjadi hal yang berbahaya. Sungai Bengawan Solo tercemar darah dan sisa organ anjing yang dijagal.

Padahal, ada anak-anak yang bermain, orang memancing, dan mencuci pakaian di sana. Air yang tercemar bisa membawa sejumlah bakteri dari anjing yang sakit dan masuk ke pori-pori manusia lalu menyebabkan penyakit. Sebut saja leptospirosis, ehrlichiosis, dan streptococcus.

Sejumlah risiko tadi tak bikin para penikmat beralih ke daging lain. Kenapa ini terjadi?

“Kita harus melihat proses pewarisan atau regenerasi dari konsumen sendiri, misalkan kakeknya, kemudian bapaknya, kerabatnya yang lain, kemudian cucu, ini tidak bisa diabaikan proses regenerasi. Kita ada teori umum kuliner itu akan musnah ketika tidak ada konsumennya. Ternyata ini ada proses pewarisan juga. Jadi, getok tular cerita yang dari mulut ke mulut itu turut andil dalam melanggengkan konsumen anjing.”

“Mitos ini makan sate jamu, akhirnya bikin kuat indehoy, atau bahkan menyembuhkan orang yang sedang habis sunat. Nah, itu mitos itu terpelihara. Tapi, dalam hal ini, ya, orang percaya saja, para konsumennya tentunya.”

Itu pandangan Heri Priyatmoko, sejarawan yang banyak menelisik sejarah kota Solo. Menurutnya, di Solo, proses pewarisan terus berjalan, ditambah mitos yang terus dipercaya, membuat asu bisa terus dikonsumsi sampai hari ini. Bagaimana awal mula anjing bisa jadi bahan konsumsi warga?

Riwayat Panjang Daging Asu

Hidangan sate jamu atau olahan guguk sudah ada sejak zaman Majapahit. Anjing yang hidup di hutan jadi persembahan di lingkungan istana.

Maju ke periode Islam, makanan ini juga tak redup. Soalnya, tak semua masyarakat beragama Islam. Ada yang beragama lokal seperti kejawen. Saat itu, alasan anjing dikonsumsi terkait masalah keseimbangan populasi.

Masuk ke era kolonial, muncul ideologi pencinta hewan seperti anjing dari orang Eropa. Namun, ini tak menyurutkan tradisi kuliner anjing.

“Dalam hal kuliner, kita tidak bisa melupakan bahwa orang-orang Jawa itu tidak semuanya Islam. Tidak semuanya terpengaruh oleh orang Eropa. Akhirnya daging anjing itu mereka masak. Ada beberapa catatan biografis yang menegaskan dulu, anjing itu kalau tidak ada speneng, tidak ada tanda, itu pasti dianggap anjing liar,” jelas Heri di Sukoharjo, Selasa (17/10/2023).

“Adanya jologug. Jologug, jolo itu menjala, gug itu, ya, anjing. Jadi, ada orang yang bertugas untuk menangkapi anjing-anjing itu kalau tidak ada tandanya tadi.”

Bisnis daging anjing di Solo sangatlah pelik. Di tengah itu, opsi paling sederhana untuk mencegah rabies dan sakit lainnya adalah vaksinasi untuk sebanyak mungkin anjing.

Cara penting lain, dengan menerbitkan larangan perdagangan anjing.

Usaha Setengah Hati

Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, sebetulnya pernah berjanji menerbitkan Surat Edaran (SE) yang melarang perdagangan daging anjing pada September 2022 lalu. Setahun berjalan, Pemkot Solo terkesan tak memprioritaskan isu ini. Janjinya belum terpenuhi.

Kasus serupa muncul di Tomohon, Sulawesi Utara. Perdagangan daging anjing di wilayah ini cukup masif dan sudah seperti tradisi. Meski begitu, pada Juli 2023, pemerintah setempat resmi melarang perdagangan daging anjing di pasar-pasar.

“Sangat sulit karena ada pihak yang tidak komitmen yaitu mungkin dari pemerintah yang kurang ambil ketegasan. Dan ada juga merasa ini karena mata pencaharian. Nah, kalau semua berbicara soal [dagang anjing sebagai] mata pencaharian, ya, pencuri pun semacam itu. Pencuri pun akan berkata saya mencuri karena untuk ekonomi keluarga,” kata Mustika.

“Kami harap sekali sesuai dengan janjinya Pak Gibran akan ada SE atau pergub dalam, mudah-mudahan, tahun ini. Kami tahu ini sulit karena mungkin situasi di Surakarta sudah seperti mafia,” ujar Karin Franken, Koordinator Nasional DMFI di Bogor, Jumat (6/10/2023).

“Kalau, misalnya, ada SE atau perda, itu bukan berarti perdagangan daging anjing itu akan hilang begitu saja. Seperti tadi saya bilang, Sangat diperlukan pendekatan yang holistik. Harus banyak sekali edukasi, kerja sama supaya aktivitas yang bisa dibilang kriminal dan ilegal dihentikan,” pungkasnya.

Narasi sudah mengajukan wawancara dengan Wali Kota Surakarta, Gibran. Ia tak bisa diwawancarai dan justru mengarahkan kami kepada anggota DPRD Surakarta.

Kami akhirnya mendapat keterangan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian tentang langkah menghadapi perdagangan anjing di Solo. Pihaknya mengaku sulit bikin larangan atau penindakan karena tak ada aturan mengikat di atasnya. Lalu, apa yang akan dilakukan Pemkot Solo?

“Dengan komunikasi, informasi, dan edukasi yang diberi kepada masyarakat untuk konsumen yang terutama, ada efek negatif yang ditimbulkan apabila mengkonsumsi daging anjing. Diharapkan dengan hal tersebut nanti bisa perlahan-lahan, mungkin, bisa beralih ke mengonsumsi daging yang lain,” kata Eko Nugroho Isbandijarso, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surakarta di Solo, Jumat (20/10/2023).

“Dan untuk rabies, untuk anjing-anjing yang hidup, kami melakukan vaksinasi yang rutin dilakukan setiap tahun,” tutupnya.

Catatan penulis:

Teks dalam artikel ini dinarasikan dari video yang tayang di YouTube Narasi Newsroom, berjudul Menelusuri Perdagangan Daging Anjing di Kota Solo. Anda bisa menontonnya lewat tautan.

*Juan Robin menjadi pemenang dalam rangkaian workshop & fellowship (beasiswa liputan) Jurnalis Muda 2023 tentang zoonosis oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.

Topik:

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR