Menurut Sains, Lapar Bikin Orang Mudah Marah, Bagaimana Mengatasinya ketika Puasa?

5 Mar 2025 00:36 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi marah karena lapar saat puasa. (Foto: Freepik)

Penulis: Rizal Amril

Editor: Rizal Amril

Bagi umat Islam, puasa Ramadan berarti ibadah untuk menahan hawa nafsu di tengah kondisi lapar dan haus seharian penuh. Amarah termasuk dari bagian hawa nafsu yang dimaksud.

Terlepas dari puasa Ramadan, Islam mendidik umatnya untuk menghindari amarah. Seorang Islam yang baik digambarkan sebagai individu yang mampu mengelola emosinya dengan baik.

Gambaran muslim yang baik tersebut tercermin dalam ajaran Rasulullah saw. tentang gambaran orang kuat.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari, Nabi Muhammad saw. menjelaskan hal tersebut sebagai berikut.

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

Artinya: “Orang yang kuat bukanlah orang yang bisa memukul, tetapi orang yang kuat adalah orang yang bisa mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari) [Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Beirut :Dar Ibnu Katsir, 1529]

Bukan beladiri, Rasulullah saw. menjelaskan bahwa gambaran muslim yang kuat adalah orang yang mampu menahan amarahnya sehingga tidak melakukan hal konyol karenanya.

Ketika berpuasa, pengelolaan amarah makin ditekankan karena emosi meluap adalah salah satu bentuk nafsu. Puasa tak hanya menahan diri dari makan-minum, tetapi juga menahan diri dari berbagai hal yang tidak baik.

Dalam sebuah hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda: "Puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum saja, puasa adalah menahan diri dari perkataan sia-sia dan keji," (HR. Al-Baihaqi dan Al-Hakim).

Namun, tahukah kamu, jika ditilik berdasar sains, orang lapar memang cenderung mudah marah?

Ada keutamaan lebih untuk menahan amarah ketika puasa karena secara fisiologis orang lapar mudah bertindak agresif.

Hubungan lapar dan amarah menurut sains

Berdasarkan sains, kondisi lapar punya keterkaitan secara fisiologis dengan amarah. Fenomena ini bahkan punya istilahnya sendiri, yakni "hungry" (gabungan dari "hunger" dan "angry").

Dalam konteks sains, keterkaitan antara lapar dan kemampuan mengelola amarah tersebut terletak pada kadar gizi yang ada dalam tubuh, terutama glukosa.

Sebenarnya, ketika kita mengonsumsi makanan, kandungan karbohidrat, protein, dan lemak akan dicerna menjadi gula sederhana, asam amino, dan asam lemak bebas.

Terutama bagi otak, glukosa yang diproses tersebut merupakan sumber energi yang tak tergantikan. Ia akan menjaga otak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Oleh karenanya, ketika tubuh kekurangan glukosa, fungsi otak untuk melakukan tugas seperti berkonsentrasi dan mengelola emosi akan menurun (sebagaimana dijelaskan dalam penelitian yang dipublikasikan oleh American Diabetes Association ini).

Secara fisiologis, ketika kadar glukosa darah turun hingga batas tertentu, otak kita akan mengirim sinyal ke tubuh untuk melepaskan hormon yang mampu meningkatkan jumlah glukosa dalam darah, atau yang dikenal sebagai hormon kontrak-regulasi glukosa.

Hormon tersebut termasuk hormon pertumbuhan dari kelenjar hipofisi, glukagon dari pankreas, adrenalin, dan kortisol.

Terlepasnya hormon adrenalin dan kortisol inilah yang jadi alasan mengapa orang lapar mudah marah. Keduanya merupakan hormon stres yang dapat membuat kita mengaktifkan "mode pertahanan diri" dari situasi yang mengancam.

Seturut penelitian bertajuk "Low glucose relates to greater aggression in married couples" yang ditulis Brad j Bushman, dkk., dalam perilaku sehari-hari, mode pertahanan diri tersebut dapat membuat kita lebih sensitif terhadap faktor pemicu amarah, membuat kita cenderung lebih berapi-api ketika marah.

Maka, tak aneh jika kita kelepasan untuk membentak orang lain ketika lapar, atau tanpa sadar bicara kasar yang nantinya kita sesali.

Lantas, jika secara biologis kita akan lebih mudah marah ketika lapar, bagaimana mengatasinya ketika puasa?

Mengatasi amarah saat puasa bisa lewat makanan

Dari penjelasan di atas, secara fisiologis memang ada hubungan antara lapar dan amarah.

Dari perspektif ini, amarah yang meluap dapat dijelaskan sebagai urusan perut. Karenanya, untuk mengatasi ini saat puasa kita juga bisa memulainya dari soal perut.

Selain terus mengingat anjuran menahan emosi sebagai bagian dari ibadah puasa, kita sebenarnya bisa mengintervensi tubuh agar kebutuhan glukosa bisa dipenuhi secara berkala oleh tubuh.

Cara untuk melakukan hal tersebut adalah dengan memilih makanan yang tepat ketika sahur dan santap berbuka.

Makanan-makanan tertentu bermanfaat untuk membuat kadar glukosa dalam darah ketika puasa tak cepat menurun.

Makanan-makanan berikut ini baik dikonsumsi ketika berpuasa untuk menjaga kadar gula darah tetap normal walau tak makan seharian penuh.

1, Makanan dengan karbohidrat kompleks

Ketika berpuasa, tubuh tak mampu mengonsumsi makanan sebagai energi sepanjang siang.

Oleh karenanya, menjadikan karbohidrat kompleks sebagai asupan ketika sahur adalah pilihan tepat.

Tak seperti karbohidrat sederhana yang cepat dicerna tubuh, karbohidrat kompleks lebih lama dicerna sehingga dapat membantu pemenuhan energi selama puasa.

Ketika glukosa pada makanan dengan karbohidrat kompleks lebih lama diproses, maka risiko tubuh kekurangan glukosa dan jadi mudah marah dapat berkurang.

Karenanya, sumber karbohidrat dengan indeks glikemik rendah seperti beras merah, serealia utuh, dan kentang sangat dianjurkan ketika puasa.

2. Makanan tinggi serat yang tak boleh terlewat

Kandungan serat pada makanan dapat berguna untuk memperlambat pengosongan lambung.

Dengan demikian, mengonsumsi makanan tinggi serat ketika sahur dapat membantu tubuh memperlambat proses perubahan zat makanan menjadi glukosa.

Alih-alih glukosa yang cepat datang dan pergi, serat dapat membantu glukosa diproses secara berkala selama berpuasa dan pada akhirnya menurunkan risiko seseorang mudah marah.

3. Protein adalah solusi lainnya

Proses perubahan zat gizi makanan menjadi glukosa juga dapat dikontrol lewat protein.

Dengan mengonsumsi protein sebanyak 20-30 persen dari total asupan kalori harian, kita dapat menjaga proses pemenuhan glukosa dalam darah tak terjadi begitu cepat.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER