MK Hapus Ketentuan Ambang Batas, Ini Alasannya

2 Maret 2024 19:03 WIB

Narasi TV

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo memimpin jalannya sidang perkara nomor 116/PUU-XXI/2023 mengenai uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung MK, Jakarta, Kamis (29/2/2024). . ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Penulis: Moh. Afaf El Kurniawan

Editor: Rizal Amril

Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), tidak sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat dan keadilan pemilu.

Putusan ini diungkapkan dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023 yang dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan pada Kamis (29/2/2024) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.

Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian permohonan dari Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). 

Putusan tersebut menyatakan bahwa Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu adalah konstitusional untuk Pemilu DPR 2024 dan bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 serta pemilu selanjutnya, selama telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen. Ketua MK, Suhartoyo, membacakan Amar Putusan tersebut.

Perludem awalnya mempersoalkan norma Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yang menetapkan ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional.

Perludem berpendapat bahwa ambang batas parlemen tersebut tidak konsisten dengan sistem pemilu proporsional yang dianut. MK menyatakan bahwa ketentuan ambang batas parlemen harus dikaitkan dengan prinsip proporsionalitas hasil pemilu.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, MK tidak menemukan dasar metode dan argumen yang memadai dalam menentukan besaran angka atau persentase ambang batas parlemen.

MK juga menyatakan bahwa ambang batas parlemen telah menyebabkan disproporsionalitas hasil pemilu karena tidak proporsionalnya jumlah kursi di DPR dengan suara sah secara nasional.

Ambang batas parlemen, menurut MK, memiliki dampak langsung terhadap konversi suara sah menjadi jumlah kursi DPR dan berkaitan dengan proporsionalitas hasil pemilu.

MK menyimpulkan bahwa besaran ambang batas parlemen harus meminimalkan suara yang terbuang agar hasil pemilu tidak disproporsional.

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa penentuan besaran angka atau persentase ambang batas parlemen harus didasarkan pada metode dan argumen yang memadai serta tidak bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat.

Namun, MK menemukan bahwa ambang batas parlemen yang berlaku telah mencederai prinsip-prinsip tersebut.

Ambang batas parlemen yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi telah mengurangi hak rakyat sebagai pemilih dan mereduksi hak rakyat untuk dipilih.

MK menegaskan bahwa kebijakan ambang batas parlemen telah mencederai prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan kepastian hukum yang adil bagi semua peserta pemilu.

Baca Selengkapnya

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR