Pro dan Kontra MK Hapus Ambang Batas Parlemen Empat Persen: Kapan Berlaku dan Apa Pertimbangannya?

1 Mar 2024 16:03 WIB

thumbnail-article

Ilustrasi - Pedagang mendorong gerobak berisi buah melintas di depan sejumlah bendera partai politik nasional yang dipasang di jembatan Pantee Pirak, Kota Banda Aceh. ANTARA FOTO/Ampelsa/foc.

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan uji materi Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi terkait ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar empat persen suara sah nasional yang diatur dalam Pasal 414 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan dalam Sidang Pleno MK yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (29/2).

Dalam putusan dengan Nomor 116/PUU-XXI/2023 ini, MK menilai norma yang tertuang dalam pasal tersebut konstitusional bersyarat sepanjang berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan inkostitusional untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya, kecuali telah dilakukan perubahan ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan.
 
"Sebagai konsekuensi yuridisnya, norma Pasal 414 ayat (1) UU 7/2017 haruslah dinyatakan konstitusional bersyarat (conditionally constitusional) sepanjang masih tetap diberlakukan untuk hasil Pemilu DPR 2024 dan tidak diberlakukan untuk hasil Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya kecuali setelah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen dan besaran angka atau persentase ambang batas parlemen," ujar MK dalam pertimbangan putusannya, Kamis (29/2/2024).

Tidak Punya Alasan Rasional dan Meningkatkan Suara Terbuang

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengapresiasi putusan MK yang mengabulkan sebagian gugatan mereka tentang parliamentary threshold. Dalam perkara ini, Perludem menggugat frasa “partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit empat persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.

Perludem ingin norma pada pasal tersebut diganti menjadi “partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara efektif secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR dengan ketentuan:

a. Bilangan 75 persen dibagi dengan rata-rata besaran daerah pemilihan, ditambah satu, dan dikali dengan akar jumlah daerah pemilihan;

b. Dalam hal hasil bagi besaran ambang parlemen sebagaimana dimaksud huruf a menghasilkan bilangan desimal, dilakukan pembulatan”.

Menurut Perludem, parliamentary threshold yang ditetapkan pembentuk undang-undang dan berlaku sebagai syarat partai politik lolos ke DPR RI tidak memiliki alasan yang rasional.

"Alih-alih menyederhanakan partai, penerapan PT yang selalu meningkat justru semakin meningkatkan suara terbuang dan menyebabkan hasil pemilu tidak proporsional," kata Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dikutip Antara saat dihubungi di Jakarta, Jumat (1/3/2024).

Khoirunnisa menyebut putusan MK menetapkan bahwa hal yang berkaitan dengan ambang batas harus dihitung ulang oleh pembentuk undang-undang untuk Pemilu 2029.

Ia juga mengingatkan MK telah menetapkan bahwa perubahan ketentuan itu perlu melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna, termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.

"Bisa saja pembentuk UU nanti pakai rumus itu. Yang penting harus ada penghitungan yang rasional," kata dia.

PPP: Tidak Ada Suara Rakyat Terbuang dan Berlaku Sekarang

Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy menyambut baik putusan MKi yang menghapus ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen suara sah nasional.

"PPP menyambut baik putusan peniadaan ambang batas parlemen," ujar pria yang akrab disapa Romy dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Menurutnya, putusan MK tersebut merupakan kemenangan kedaulatan rakyat karena setiap suara pemilih terkonversi menjadi perolehan kursi anggota DPR.

"Inilah sebenarnya esensi sistem pemilu proporsional, yakni tidak ada suara rakyat yang terbuang," katanya.

Romy berharap putusan ini dapat berlaku prospektif, yakni berlaku mulai hari ini diputuskan.

Dia mengatakan tahapan penghitungan sebagaimana ketentuan ambang batas parlemen ini saat diputuskan belum berjalan. Selain itu, dia juga meminta KPU segera berkonsultasi kepada MK untuk melakukan perubahan Peraturan KPU. Hal ini sekaligus menyambut putusan penghapusan ketentuan ambang batas parlemen.

"Mengapa? perubahan ketentuan usia syarat capres-cawapres bisa berlaku pada Pemilu 2024, tetapi penghapusan ambang batas parlemen pada Pemilu 2029," ucap Romy. 

Mahfud: Partai Peserta Pemilu 2024 Jangan Mimpi

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM Mahfud Md juga mengapresiasi putusan MK yang menghapus ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar empat persen suara sah nasional. Namun berbeda dengan Rommahumuziy, Mahfud berpendapat putusan MK sudah sesuai dengan tradisi hukum di dunia di mana perubahan aturan yang menguntungkan atau merugikan seseorang harus diberlakukan pada periode berikutnya.

"Bagus, memang harus begitu, berlakunya itu harus di dalam tradisi hukum di seluruh dunia. Kalau ada perubahan aturan yang memberatkan atau menguntungkan seseorang harus pada periode berikutnya," ujar Mahfud dikutip Antara di Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (1/3/2024).

Mantan Ketua MK ini juga mengingatkan partai-partai yang tak memenuhi syarat ambang batas parlemen empat persen tidak bermimpi bisa lolos ke Kompleks Parlemen Senayan dengan ada putusan ini.

Sebab, ambang batas parlemen itu masih harus diputuskan oleh pembentuk undang-undang, yaitu pemerintah dan DPR.

"Kan disebut juga berlaku sebelum 2029, tapi yang 2024 berlaku (ketentuan) lama. Jangan bermimpi lah, yang dapat satu persen, dua persen lalu bisa masuk sekarang," katanya.

Dia menjelaskan pembentuk UU harus memiliki syarat dan alasan yang jelas mengapa syarat tersebut harus dihapuskan menjadi nol atau diturunkan menjadi sekian persen. Dengan demikian, sudah pasti putusan itu tidak bisa berlaku sekarang.

"Tidak sembarang partai baru, lalu bisa masuk ke parlemen atau yang sudah masuk ke parlemen. Kalau belum sekian tahun, lalu tidak boleh ikut mencalonkan calon presiden. Nanti, harus diatur, tidak bisa berlaku sekarang, sudah pasti tidak bisa berlaku sekarang," ucap Mahfud.

Mahfud juga berharap nantinya ambang batas parlemen itu tetap harus ada minimal dua persen. Hal itu menurutnya sudah diatur sebagai kerangka dasar yang dibangun sejak awal reformasi.


Dirumuskan Terbuka, Transparan, Akuntabel, dan Parsitipatoris

Pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini mengemukakan bahwa pembentuk undang-undang harus merumuskan parliamentary threshold (ambang batas parlemen) secara terbuka, transparan, akuntabel, dan partisipatoris.

Anggota Dewan Pembina Perludem ini mengatakan pemerintah dan DPR RI selaku pembentuk undang-undang harus memperhatikan pemenuhan kedaulatan rakyat, proporsionalitas hasil pemilu, serta penyederhanaan partai.

"Selain itu, juga dengan menggunakan metode yang terukur dan jelas sehingga rasionalitas kebijakan tetap terjaga," kata dosen Hukum Pemilu pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini dikutip Antara di Semarang, Jumat (1/3/2024) pagi.

Mengacu putusan MK, Titi menyebut sejumlah hal yang perlu diperhatikan pembentuk undang-undang, antara lain, ambang batas parlemen didesain untuk digunakan secara berkelanjutan.

Perubahan norma parliamentary threshold, termasuk besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR RI.

Beberapa hal lainnya yang patut mendapat perhatian Pemerintah dan DPR RI, yakni: perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik; dan perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029.

Selain itu, lanjut Titi, perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilu dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna, termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR RI.

Meski rekapitulasi secara manual belum selesai, publik bisa mengikuti perkembangan hasil real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melalui aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) atau tinggal klik pemilu2024.kpu.go.id.

Dari sana publik bisa memprediksi partai politik mana saja yang memenuhi ambang batas parlemen, khususnya pada Pemilu Anggota DPR RI, yang diikuti 18 partai politik nasional. Pada pemilu anggota legislatif (pileg) ini tercatat 9.918 calon anggota DPR RI yang memperebutkan 580 kursi DPR RI di 84 daerah pemilihan (dapil).

Sesuai dengan nomor urut peserta Pemilu 2024: Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerindra, PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Buruh, dan Partai Gelora Indonesia. Berikutnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Hanura, Partai Garuda, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Perindo, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Ummat.


Pertimbangan MK

Seperti diketahui bahwa Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili Khoirunnisa Nur Agustyati (Ketua Pengurus Yayasan Perludem) dan Irmalidarti (Bendahara Pengurus Yayasan Perludem) mengajukan permohonan pengujian UU No. 7/2017 terhadap UUD NRI Tahun 1945.

Dalam Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 menyatakan bahwa norma Pasal 414 ayat (1) UU No. 7/2017 adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu Anggota DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu Anggota DPR 2029 dan pemilu berikutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan.

Ketua MK Suhartoyo ketika membacakan amar putusan dalam Sidang Pleno MK di Jakarta, Kamis (29/2), mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian terkait dengan ketentuan ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 7/2017.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, Mahkamah tidak menemukan dasar rasionalitas dalam penetapan besaran angka atau persentase paling sedikit 4 persen dimaksud dalam pasal tersebut.

Saldi juga menyebut angka ambang batas parlemen tersebut juga berdampak pada konversi suara sah menjadi jumlah kursi DPR yang berkaitan dengan proporsionalitas hasil pemilu.

Pada Pemilu 2004, misalnya, suara yang terbuang atau tidak dapat dikonversi menjadi kursi sebanyak 19.047.481 suara sah atau sekitar 18 persen dari suara sah secara nasional.

Kebijakan ambang batas parlemen telah mereduksi hak rakyat sebagai pemilih. Hak rakyat untuk dipilih juga direduksi ketika perolehan suara lebih banyak, namun tidak menjadi anggota DPR karena partainya tidak mencapai ambang batas parlemen.

Hal demikian disadari atau tidak, baik langsung maupun tidak, telah mencederai kedaulatan rakyat, prinsip keadilan pemilu, dan kepastian hukum yang adil bagi semua kontestan pemilu, termasuk pemilih yang menggunakan hak pilih.

Berdasarkan hal tersebut, kata Saldi, dalil pemohon yang pada pokoknya menyatakan ambang batas parlemen dan/atau besaran angka atau persentase ambang batas parlemen yang tidak disusun sesuai dengan dasar metode dan argumen yang memadai, pada dasarnya dapat dipahami oleh Mahkamah.

Sementara itu, rekomendasi norma yang diajukan oleh Perludem dalam petitum, tidak dapat dikabulkan oleh MK karena hal tersebut merupakan bagian dari kebijakan pembentuk undang-undang untuk dirumuskan lebih lanjut.

Dengan demikian, Mahkamah menyatakan bahwa dalil permohonan pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian.

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER