Menjelang transisi kekuasaan yang tinggal menghitung hari, Presiden Joko Widodo dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto menggelar makan malam secara pribadi di Restoran Plataran, Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (8/10/2024).
Makan malam yang berlangsung di tengah dinamika politik menjelang serah terima kekuasaan 20 Oktober 2024, tak mungkin disederhanakan sebatas — “Diskusi santai sambil santap malam bersama Presiden Terpilih Pak @prabowo. Tidak terasa dua jam lebih,” — sebagaimana diunggah akun instagram @Jokowi.
Transisi kekuasaan menuju pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih merupakan fase krusial bagi Jokowi yang akan mengakhiri masa jabatannya, juga Prabowo yang akan mengambil alih tampuk kepemimpinan. Wajar jika kabar tarik-menarik kepentingan politik di antara keduanya — meski terus berupaya ditutup-tutupi — justru malah terasa kian mengental dalam sejumlah pemberitaan.
Menjelang transisi kekuasaan, terdapat setidaknya empat isu utama yang membentuk atmosfer politik Indonesia:
1. Penambahan dan perubahan nomenklatur kabinet: Isu ini mencakup wacana mengenai restrukturisasi kementerian dan lembaga dalam kabinet baru, yang mencerminkan prioritas kebijakan pemerintahan mendatang.
2. Pembagian kekuasaan di kabinet (power sharing): Penentuan siapa yang akan mengisi pos-pos strategis dalam kabinet menjadi isu sensitif, terutama terkait alokasi kursi bagi partai-partai koalisi pendukung Prabowo.
3. Penguatan basis politik pemerintah: Wacana bergabungnya PDI Perjuangan, partai besar yang sebelumnya berada di luar koalisi Prabowo, berpotensi memperkuat dukungan politik pemerintah serta menciptakan dinamika baru dalam pemerintahan.
4. Relasi antara presiden terpilih dan wakil presiden terpilih: Pembagian tugas dan peran antara Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka—putra sulung Jokowi yang terpilih sebagai Wakil Presiden—menjadi sorotan, mengingat potensi pengaruh politik Jokowi di balik posisi strategis Gibran.
Diplomasi Makan Malam
Di tengah tarik-menarik kepentingan yang menyangkut isu-isu tersebut, makan malam pribadi Jokowi-Prabowo jelas mengandung makna politik yang lebih kompleks ketimbang sekadar apa yang tersaji di atas meja makan. Momentum ini ibarat "dinner diplomacy" yang pernah dilakukan Winston Churchill selama masa Perang Dunia Kedua.
Churchill menggunakan momen makan malam sebagai sarana memengaruhi kebijakan, membangun hubungan, dan bernegosiasi dengan tokoh-tokoh penting—seperti Franklin D. Roosevelt dan Joseph Stalin. Strategi ini terbukti efektif menghentikan ambisi Hitler mencaplok seluruh daratan Eropa sekaligus mengubur fasisme Nazi ke dalam liang lahat sejarah.
Secara tersirat Koordinator Kepala Staf Presiden Ari Diwpayana mengakui makan malam memang menjadi gaya khas Jokowi dalam upaya membangun konsensus politik baik kepada kawan maupun lawan politiknya..
"Ada juga pertemuan-pertemuan yang sifatnya informal yang dilakukan dan saya kira ini satu hal yang sering juga dilakukan oleh Presiden sambil makan malam, santai berbicara tentang berbagai hal yang terkait dengan upaya memastikan proses transisi pemerintahan itu berjalan dengan baik dan lancar," ujarnya dikutip Antara.
Lantas, apa materi pembicaraan antara Jokowi-Prabowo yang berlangsung selama lebih dari dua jam itu? Bagaimana pula kita memaknai topik-topik pembicaraan mereka dalam kaitannya dengan tarik menarik kepentingan di pemerintahan mendatang?
Oleh karena pertemuan makan malam itu bersifat pribadi maka cara paling mungkin melacak materi pembicaraan antara Jokowi-Prabowo adalah dengan menganalisis pernyataan-pernyataan orang dekat keduanya.
Kabinet, Keberlanjutan, dan Tantangan ke Depan
Sufmi Dasco Ahmad, orang kepercayaan Prabowo yang menjabat sebagai Ketua Harian DPP Gerindra sekaligus Ketua Tim Gugus Tugas Transisi Prabowo-Gibran, secara tersirat mengungkapkan bahwa salah satu materi percakapan yang diajukan Jokowi kepada Prabowo pada malam itu terkait kabinet. Namun ia tidak merinci apakah hal ini terkait permintaan jatah menteri atau tidak.
"Saya belum tahu persis isi pembicaraannya mengenai kabinet atau enggak tapi biasanya secara umum mungkin ada satu dua disampaikan dan saya juga belum tahu responnya bagaimana," kata Dasco dikutip Antara di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (9/10/2024).
Senada dengan Dasco, kubu Jokowi juga menyiratkan adanya pembicaraan mengenai kabinet yang akan datanga dalam pertemuan itu.
"Berbagai hal yang menjadi tantangan ke depan tentu menjadi bagian dari diskusi beliau berdua," kata Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana dikutip Antara di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (9/10/2024).
Menteri Sekretaris Negara Pratikno yang dikenal sebagai orang dekat Jokowi mengatakan pada kesempatan itu Jokowi dan Prabowo makan malam sambil membahas kebersamaan dan keberlanjutan pemerintahan.
"(Membahas) Kebersamaan dan keberlanjutan," ujar Pratikno dikutip Antara.
Pentingnya Membahas Kabinet Prabowo Bagi Jokowi
Sebagai presiden yang telah memimpin selama dua periode, Jokowi tentu ingin kebijakan-kebijakan utamanya, termasuk program-program infrastruktur besar seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), tetap berjalan di bawah kepemimpinan Prabowo.
Diskusi terkait kabinet sangat mungkin dimaksudkan Jokowi untuk menitipkan orang-orang kepercayaannya duduk di posisi strategis kabinet. Dengan cara ini, program-program yang telah ia jalankan selama masa kepresidenannya tidak akan dikesampingkan atau bahkan dihentikan.
Pembahasan kabinet juga penting bagi Jokowi untuk terus relevan dengan dinamika politik masa depan. Dalam status bukan pemimpin partai politik dan konglomerat, relevansi Jokowi terhadap dinamika politik ke depan akan semakin menipis setelah ia tidak lagi menjabat sebagai presiden. Dengan kata lain, jika Prabowo memilih arah kebijakan yang sama sekali baru tanpa melibatkan orang-orang dekat Jokowi, maka mantan presiden ini bisa kehilangan pengaruhnya di panggung politik nasional.
Tidak hanya itu, Jokowi juga memiliki kepentingan politik melanggengkan dinasti politiknya yang pada level nasional direpresentasikan Gibran Rakabuming Raka selaku wakil presiden Prabowo. Pembahasan mengenai kabinet memungkinkan Jokowi memengaruhi Prabowo agar dapat memberikan ruang kekuasaan yang lebih leluasa bagi sang sulung di pemerintahan mendatang.
Hal ini bukan hanya tentang memantapkan peran Gibran sebagai penjaga keberlanjutan dinasti politik yang akarnya sudah ditanam sang ayah, tapi juga memastikan bahwa pengaruh politik keluarganya tetap kuat di panggung kekuasaan di tengah rumor bergabungnya PDI Perjuangan ke kabinet.
Makna Keberlanjutan dan Kebersamaan
Pernyataan yang disampaikan oleh Pratikno dan Ari Dwipayana, dua tokoh terdekat Jokowi, mengenai keberlanjutan dan kebersamaan dalam pemerintahan Prabowo bisa dipahami dalam beberapa konteks:
1. Mengamankan Warisan Kebijakan Jokowi
Frasa keberlanjutan yang digaungkan oleh Pratikno dan Ari Dwipayana agaknya merujuk pada keinginan Jokowi agar program-program unggulan yang telah dibangunnya selama 10 tahun terakhir tetap berjalan di bawah pemerintahan Prabowo. Makna dari pernyataan ini jelas: Jokowi tidak ingin kebijakan yang sudah ia canangkan dihentikan begitu saja oleh Prabowo.
Istilah "keberlanjutan" adalah sinyal bahwa Jokowi menginginkan agar program-program ambisiusnya seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) tetap dijaga dan diteruskan, meskipun ada pergantian kepemimpinan. Ini juga menegaskan bahwa meskipun Prabowo adalah presiden terpilih, Jokowi masih ingin memberikan arah dalam kebijakan-kebijakan strategis.
2. Menjaga Keseimbangan dan Stabilitas Politik
Selain keberlanjutan, frasa kebersamaan yang digunakan oleh Ari Dwipayana menunjukkan bahwa Jokowi ingin memastikan bahwa transisi kekuasaan berjalan dengan lancar, tanpa ada ketegangan politik yang signifikan.
Dalam sistem politik multipartai seperti Indonesia, menjaga stabilitas politik setelah pergantian kepemimpinan adalah kunci. Frasa kebersamaan ini dapat dilihat sebagai strategi Jokowi untuk memastikan bahwa faksinya tetap relevan dan memiliki suara dalam pengambilan keputusan meskipun dia sudah tidak lagi menjabat.
3. Mengamankan Pengaruh Politik
Lebih dari sekadar menjaga stabilitas, keberlanjutan dan kebersamaan ini adalah cara halus bagi Jokowi untuk tetap mempertahankan pengaruhnya dalam pemerintahan mendatang. Dengan menggunakan frasa ini, Jokowi, melalui orang-orang terdekatnya, ingin memastikan bahwa orang-orang kepercayaannya tetap berada dalam lingkaran kekuasaan, yang nantinya dapat membantu menjaga arah kebijakan yang dia rancang.
Selain itu, keberlanjutan juga berkaitan dengan dinasti politik Jokowi. Dengan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden Terpilih, memastikan bahwa ada kebersamaan di antara kubu Prabowo dan orang-orang Jokowi dapat membantu memperkuat posisi Gibran di pemerintahan mendatang, sekaligus menjaga pengaruh keluarga Jokowi di ranah politik nasional.
4. Tekanan Terselubung pada Prabowo
Secara politis, pernyataan ini juga bisa dilihat sebagai bentuk tekanan terselubung pada Prabowo. Jokowi, melalui orang-orang dekatnya, mengirim pesan bahwa meskipun Prabowo memiliki hak prerogatif untuk menentukan susunan kabinetnya sendiri, dia diharapkan tetap mempertimbangkan program-program penting yang telah dijalankan sebelumnya.
Hak Prerogatif dan Keengganan Didikte
Di sisi lain kubu Prabowo seperti paham betul apa mau Jokowi dan bagaimana cara mengantisipasinya. Sufmi Dasco Ahmad, salah satu tokoh terdekat Prabowo menegaskan bahwa meskipun hubungan antara Jokowi dan Prabowo baik, keputusan akhir tentang kabinet adalah hak prerogatif presiden terpilih.
Frasa tentang hak prerogatif presiden terpilih bukan semata-mata soal wewenang presiden yang dilindungi konstitusi untuk menyusun kabinet sesuai visi dan agendanya sendiri, tanpa intervensi dari pihak mana pun, termasuk Jokowi. Namun hal ini juga menjadi sinyal bahwa Prabowo tidak ingin didikte oleh Jokowi dalam menyusun kabinetnya.
Prabowo menghadapi dilema yang kompleks. Jika ia terlalu banyak mengakomodasi kepentingan Jokowi, ia berisiko dianggap tidak membawa perubahan yang dijanjikan kepada pendukungnya.
Namun, jika ia menolak sepenuhnya pengaruh Jokowi, ia berisiko menciptakan ketegangan politik yang bisa menggoyahkan stabilitas pemerintahan barunya. Dalam hal ini, Prabowo harus melakukan manuver yang hati-hati untuk menyeimbangkan antara melanjutkan beberapa program penting demi stabilitas, dan menjaga jarak dari pengaruh Jokowi agar ia dapat memimpin dengan agenda politiknya sendiri.
Keputusan Prabowo dalam menyusun kabinet akan menjadi kunci bagaimana ia menavigasi tantangan politik yang ada. Jika ia berhasil menyeimbangkan kepentingan berbagai pihak, pemerintahannya bisa stabil dan efektif dalam menjalankan agenda politiknya. Namun, jika ia gagal mengelola tekanan dari berbagai faksi politik, pemerintahannya berisiko mengalami friksi yang dapat menghambat implementasi kebijakan. Ya, kita lihat saja apa yang akan terjadi pada 20 Oktober 2024 mendatang.