18 Oktober 2023 11:10 WIB
Penulis: Margareth Ratih. F
Editor: Rizal Amril
Sidang ke-13 kasus peretasan akun WhatsApp produser senior Narasi M. Akbar Wijaya/ Jay Akbar dengan tergugat PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), WhatsApp, dan Telegram kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Zen RS, Pemimpin Redaksi Narasi dalam kesaksian di persidangan menyampaikan bahwa kasus peretasan yang dialami Jay Akbar menjadi hulu dari kasus peretasan terhadap 37 jurnalis dan karyawan di Narasi.
“Peretasan yang dialami saudara Jay Akbar menjadi hulu atau awal dari rentetan puluhan peretasan yang dialami oleh kru Narasi yang lain,” kata Zen di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/10/2023).
Sebelum gugatan dilayangkan Zen mengungkapkan pihaknya telah berkomunikasi dengan Telkomsel selaku provider atau penyedia layanan telepon yang digunakan Jay Akbar untuk login ke akun WhatsApp.
Dalam mediasi itu Zen meminta penjelasan mengenai apa yang dialami Jay Akbar. Namun pihak Telkomsel tidak memberikan respons yang memuaskan.
“Saya percaya bahwa pihak terkait (Telkomsel) seharusnya mau bertanggung jawab terkait peretasan yang dialami oleh Saudara Jay Akbar yang notabene adalah konsumen mereka. Tidak kemudian dengan terlalu gampangan menyarankan ganti nomor saja,” ujar Zen.
Peretasan berkaitan dengan kerja jurnalistik
Fandi Denisatria, kuasa hukum Jay Akbar dari Haris Azhar Law and Office, mengatakan kasus peretasan yang dialami kliennya tidak dapat dilepaskan dari konteks kerja-kerja jurnalistik yang dilakukan.
“Klien kami selaku korban berkeyakinan bahwa kasus peretasan yang dialaminya pada 24 September 2022 lalu berkaitan dengan kerja-kerja jurnalistik yang sedang dilakukan,” katanya.
Fandi mengatakan, jurnalis dan aktivis telah menjadi kelompok yang cukup rentan dijadikan sasaran peretasan. Namun, sangat sedikit korban yang melanjutkan perkara ke meja persidangan dengan bermacam pertimbangan, salah satunya keamanan.
Fandi mengarisbawahi, berlanjutnya kasus peretasan jurnalis Narasi ke meja persidangan membuktikan lemahnya hak-hak konsumen, khususnya pelanggan Telkomsel.
Sebelum gugatan ini dilayangkan kliennya telah lebih dahulu berupaya membangun komunikasi dengan pihak Telkomsel untuk mengetahui keberadaan sinyal terakhir sebelum peretasan terjadi. Namun jawaban pihak Telkomsel terlalu normatif, tak memberikan jawaban terang atas permasalahan, dan bahkan terkesan cuci tangan.
Padahal, ujar Fandi, Telkomsel sebagai perusahaan terbuka memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang transparan kepada pelanggan mereka. Hal ini agar pelanggan, terlebih korban memahami situasi mereka dan yakin bahwa privasi dan keamanan datanya dilindungi dengan benar.
“Mereka (Telkomsel) juga anak perusahaan BUMN juga harus menerapkan prinsip good corporate governance,” katanya.
Sementara itu Jay Akbar memastikan bahwa peretasan akun WhatsApp miliknya terjadi dengan mekanisme zero click. Awalnya ia menerima sebuah pesan WhatsApp berisi kode OTP yang sama sekali tidak diminta.
Lantaran curiga, ia tidak membuka pesan itu namun tiba-tiba saja akun WhatsAppnya ter-logout dan tidak bisa login kembali menggunakan nomor Telkomsel yang digunakan. Anehnya, ketika mencoba login dengan nomor provider yang berbeda, ia bisa masuk ke akun WhatsApp.
“Saya sama sekali tidak membuka pesan kode OTP yang masuk ke WhatsApp saya. Tapi tiba-tiba saja saya terlogout dan tidak bisa login lagi. Namun saat saya login WhatsApp dengan nomor berbeda menggunakan Hp yang sama, saya berhasil masuk,” ujar Jay.
Jay mengatakan berdasarkan keterangan email dari pihak WhatsApp nomornya telah dikuasai device lain. Jay juga mengungkapkan bahwa setelah akun WhatsApp-nya diretas akses panggilannya dibatasi dengan cara tidak bisa menerima telepon namun hanya bisa memanggil atau menelpon.
“Semua bukti-bukti kejadian masih saya simpan dengan baik.”
Menurut Jay, Telkomsel semestinya bertanggung jawab lantaran satu-satunya mekanisme untuk login ke akun WhatsApp adalah menggunakan nomor telepon. “Telkomsel harusnya bertanggung jawab karena satu-satunya cara login ke WhatsApp menggunakan nomor telepon, bukan nomor KTP atau nomor KK,” katanya.
KOMENTAR
Latest Comment