"Menjelang Ultah @PDI_Perjuangan ke 50 saya berencana memugar 50 rumah kader yang kondisinya belum layak. Rumah Pak Sumarwan ini yang pertama. Beliau ketua ranting PDI Perjuangan Desa Kepencar, Kretek, Wonosobo."
Meski telah dihapus, kicauan Ganjar di Twitter pada 30 Desember 2022 tersebut kadung menuai kritik.
Bagi sebagian orang kalimat tersebut seolah menyiratkan Ganjar sedang mengklaim dana bantuan zakat sebagai dana pribadi.
Pasalnya, kicauan tersebut juga dilengkapi dengan foto yang menggambarkan kader PDI Perjuangan tengah memegang plakat bertuliskan bantuan Rp20.000.000 dari Baznas Provinsi Jawa Tengah.
Problem Etis
Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS Iskan Lubis menilai tidak sepatutnya Ganjar Pranowo mengklaim penyaluran dana zakat yang dikumpulkan Baznas Provinsi Jawa Tengah sebagai bantuan pribadi dan mengantasnamakan acara partai.
"Secara etik ini tidak etis lah. Atas nama partai pun, ketika ada bantuan dari negara kan tidak boleh menyebutkan atas nama partai kan," kata Iskan kepada Narasi, Selasa (4/1/2023).
Iskan mengatakan penerima dana bantuan zakat dari Baznas mestinya mengacu pada Data Daftar Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos, bukan berdasarkan kehendak kepala daerah.
"Penerima harus ada di DTKS Kemensos. Itu yang bisa dipertanggungjawabkan," ujar Iskan.
Ia tak mempersoalkan jika ada kader PDI Perjuangan yang masuk dalam DTKS Kemensos dan menerima bantuan zakat karena memang dianggap layak.
"Kalau ada yang dapat (bantuan) kebetulan adalah orang PDI Perjuangan, ya siapapun dia (tidak masalah)," kata Iskan.
Jangan Politisasi Dana Zakat
Namun Iskan menggarisbawahi, pemberian bantuan itu tetap tidak boleh ditunggangi kepentingan politik sebagaimana yang dilakukan Ganjar. Karena hal itu berarti mempolitisasi Baznas sebagai lembaga pengumpul zakat yang mestinya independen.
"Tapi kan mengklaim itu menjadi suatu kepentingan politik partai tertentu kan itu adalah politisasi Badan Amil Zakat yang tidak sesuai dengan tupoksi dan fungsinya. Jadi fatal memang secara moral," ujar Iskan.
Iskan mengingatkan Baznas di berbagai tingkatan provinsi atau kabupaten/kota mesti bekerja secara profesional. Politisasi akan membuat lembaga ini tidak objetif dalam menyalurkan bantuan dan kehilangan kredibilitas dari masyarakat.
"Bazda itu harus bekerja profesional. Tidak boleh ditarik-tarik kepentingan politik. Karena nanti kehilangan kredibilitas dan objektifitas," kata Iskan.
Iskan mencontohkan dalam momen Pilkada, masjid-masjid yang mendukung bupati atau gubernur untuk dipilih lagi akan mendapat bantuan yang besar. Namun yang tidak mendukung mendapat bantuan kecil.
"Jadi ini catatan sudah terjadi," katanya.
Kritik ke Ganjar Bukan Pembunuhan Karakter
Iskan mengakui ada problem struktural yang membuat kerja Baznas daerah cenderung dikontrol kepala daerah. Salah satunya karena pemilihan struktur pengurusnya ditentukan oleh kepala daerah seperti bupati, walikota, dan gubernur.
"Masalahnya kan sistem di BAZDA dipilih oleh gubernur, kalau di kabupaten bupati atau walikota. Jadi jadi loyalnya sama mereka. Ini yang harus dipermasalahkan, menjadi catatan besar ini," katanya.
Iskan berharap kontrol Baznas daerah dilakukan langsung oleh Baznas pusat untuk menghindari penyalahgunaan atau politisasi bantuan oleh kepala daerah.
"Jadi ada sedikit masalah struktural dimana Bazda lebih takut sama gubernur atau kabupaten pupati atau walikota," katanya.
"Kita berharap Bazda itu di bawah Baznas."
Kontrol kepala daerah terhadap Baznas daerah misalnya tampak dari pernyataan Kepala Baznas Provinsi Jawa Tengah Ahmad Darodji yang membela Ganjar perihal bantuan ke kader PDI Perjuangan.
Darodji mengatakan bantuan untuk kader PDI Perjuangan sudah sesuai prosedur. Sebelumnya, kata Darodji Baznas Provinsi Jawa Tengah sudah memberikan bantuan perbaikan rumah ke 25 ribu warga miskin tanpa melihat identitas partai.
Darodji menilai kritik kepada Ganjar soal bantuan ke kader PDI Perjuangan sebagai bentuk pembunuhan karakter.
“Yang ngasih saya nggak ribut, kalau Pak Ganjar ribut, ya karena framing itu. Kalau bahasa politik namanya pembunuhan karakter. Jadi kan Pak Ganjar moncer, caranya menjatuhkan itu dicari macam-macam” kata Darodji.
Iskan mengatakan pembelaan Darodji menunjukkan bahwa ke depannya Baznas di daerah memang tidak seharusnya diangkat atau dipilih oleh kepala daerah.
"Karena terkait dengan politisasi uang-uang-uang umat. Apalagi kalau nanti salah-salah sasaran," katanya.
Iskan tak sepakat apabila kritik kepada Ganjar diterjemahkan sebagai politik pembunuhan karakter. Menurutnya kritik itu merupakan konsekuensi atas tindakan yang dilakukan Ganjar sebagai bagian dari kontrol ke kepala daerah.
"Kalau dia (Darodji) menganggap itu (polemik) sebagai pembunuhan karakter, itu resiko dia lah. Kenapa dia tidak hati-hati? Jangan dia berlindung dengan kesalahannya. Itu kesalahan dia. Bukan pembunuhan karakter, namanya pejabat publik harus hati-hati. Semua tindakan itu kan dikontrol, setiap saat orang bisa memfoto, menyebarkan. Itu ya resiko dia. Bahwa apakah peristiwa itu menambah positif atau negatif, itu risiko namanya," papar Iskan.
Klarifikasi Ganjar
Usai menuai kritik Ganjar menyampaikan klarifikasi. Ia menjelaskan bantuan rehabilitasi atau pemugaran rumah bagi kader PDI Perjuangan memang awalnya diniatkan menggunakan dana pribadi.
Namun kebetulan saat di lokasi pemberian bantuan Ganjar baru mengetahui Baznas turuh hadir dan berniat ikut membantu dengan nominal Rp20 juta.
"Saya estimasi pasti kurang karena untuk pembangunan sampai jadi butuh sekitar Rp 50 juta. Nah sisanya nanti saya yang menyelesaikan," kata Ganjar dalam keterangan tertulis.
Ganjar menyebut Baznas sudah mengecek apakah penyerahan bantuan tersebut menyalahi aturan yang berlaku atau tidak. Ganjar mengaku telah meminta agar pemberian bantuan menggunakan dana Baznas itu ditarik karena memang belum dicairkan.