Polusi Udara di Jakarta Memburuk, Apakah WFH Bisa Menjadi Solusi?

15 Agustus 2023 16:08 WIB

Narasi TV

Ilustrasi - Warga melintas dengan latar belakang gedung-gedung di Jakarta, Rabu (11/8/2021). ANTARA/FOTO/Aditya Pradana Putra/aww

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan sistem kerja hibrida berupa pembagian kerja dari kantor dan dari rumah bagi para aparatur sipil negara (ASN).
 
Kebijakan yang akan diberlakukan per September 2023 ini diambil Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono sebagai salah satu solusi mengatasi persoalan polusi udara di ibu kota.
 
“Kami tadi membahas work from home untuk mengurangi transportasi yang digunakan oleh PNS DKI Jakarta. Artinya WFH itu bisa 50:50 persen atau 40:60 persen untuk mengurangi kegiatan harian di Pemprov DKI,” kata Heru dikutip Antara usai mengikuti Rapat Terbatas Peningkatan Kualitas Udara Jabodetabek di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (15/8/2023).
 
Heru menjelaskan pegawai organisasi perangkat daerah (OPD )yang bersentuhan dengan layanan masyarakat tentunya harus bekerja di kantor. Sementara itu, OPD yang tidak berkaitan dengan pelayanan, seperti bagian perencanaan dan lainnya dapat bekerja dari rumah (work from home/WFH).
 
Yang jelas, sistem kerja ini wajib diterapkan di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Di Pemda sifatnya wajib," katanya.
 
"Mudah-mudahan September ini, saya bisa langsung jalan."
 
Heru berharap kementerian/lembaga juga bisa menerapkan sistem kerja hibrida, termasuk perusahaan swasta. Heru mempersilakan jika perusahaan swasta menerapkan sistem kerja WFO-WFH sebesar 50 persen-50 persen.
 
"Sebagian katanya, sudah ada yang jalan, sebagian karena bentuk usaha yang tidak bisa, ya silahkan, kembali ke mereka," kata dia.
 
Selain mengatur soal sistem kerja hibrida, Heru juga mewacanakan pewajiban penggunaan bahan bakar RON 98 bagi mereka yang menggunakan kendaraan berkapasitas silinder (CC) di atas 2.400 CC.
 
“Kami usulkan di Jakarta untuk kendaraan 2.400 cc sebaiknya harus disiplin menggunakan Pertamax Turbo,” ujarnya.
 
Pemprov DKI, kata Heru, juga akan menegaskan kembali aturan bagi pengelola gedung-gedung tinggi di Jakarta untuk membangun bangunan berkonsep hijau (green building).
 
Heru mengklaim guna mengatasi kondisi udara buruk dan emisi yang cukup tinggi, Pemprov DKI Jakarta telah menambah 800 lokasi ruang terbuka hijau sejak Oktober tahun lalu hingga sekarang serta menanam sebanyak 216 ribu pohon dengan tinggi minimal tiga meter.
 
“Kami juga diminta Menteri LHK untuk mengetatkan uji emisi dan uji petik. Ini adalah beban tanggung jawab yang harus kami lakukan bersama-sama dengan Polda Metro Jaya dan KLHK sebagai pengawas,” tutur Heru.
 
Heru menyebut ikhtiar mengatasi tingginya polusi udara di Jakarta tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah daerah (pemda) dan pemerintah pusat saja.
 
Kesadaran masing-masing individu, khususnya pemilik kendaraan bermotor, sangat diperlukan mengingat kendaraan bermotorlah yang menyumbang 50 persen emisi gas buang yang dampaknya sangat buruk bagi kualitas udara di ibu kota.
 
Dalam rapat terbatas Presiden Joko Widodo mengatakan perlu mendorong sistem kerja hibrida untuk mengurangi polusi udara di Jabodetabek, yang dalam sepekan terakhir masuk ke kategori sangat buruk.
 
"Jika diperlukan, kita harus berani mendorong banyak kantor melaksanakan 'hybrid working', 'work from office', 'work from home' mungkin. Saya tidak tahu nanti dari kesepakatan di rapat terbatas ini, apakah (jam kerja) 7-5, 2-5, atau angka yang lain," kata Jokowi saat memulai rapat terbatas tentang polusi udara di Istana Merdeka, Jakarta, Senin.
 
Jokowi mengatakan kualitas udara di Jabodetabek selama sepekan terakhir sangat buruk. Dalam jangka pendek, dia memerintahkan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) terkait untuk melakukan intervensi agar kualitas udara di Jabodetabek lebih baik.
 
Intervensi tersebut, tambah Jokowi, seperti rekayasa cuaca untuk memancing hujan di kawasan Jabodetabek dan menerapkan regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi, khususnya di wilayah Jabodetabek.
 
Jokowi juga memerintahkan agar ruang terbuka hijau (RTH) diperbanyak di daerah Jabodetabek. Dia juga meminta agar segera disiapkan anggaran penyediaan RTH.
 
Dalam jangka menengah, Pemerintah akan konsisten menerapkan kebijakan mengurangi penggunaan kendaraan berbasis fosil dan beralih ke transportasi massal. Dalam jangka panjang, aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim perlu diperkuat.
 
Kualitas udara di Ibu Kota Jakarta menduduki posisi pertama sebagai kota dengan udara terburuk di dunia pada Minggu (13/8/2023) pagi.
 
Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.00 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di angka 170 atau masuk dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2.5.
 
Berdasarkan tingkat polusi, Jakarta diperkirakan dalam kategori kondisi tidak sehat selama beberapa hari ke depan hingga Selasa (15/8/2023).

Periksa Polusi Knalpot Kendaraan

Pakar Pulmunologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKM-UI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengemukakan solusi pengentasan polusi udara di Jakarta dapat mengadopsi kegiatan di New Delhi, India.
 
"Kemacetan lalu lintas punya peran penting dan perlu penangan segera. Pada waktu saya masih tinggal di New Delhi pernah ada pembatasan kegiatan bangun gedung yang menimbulkan debu," kata Tjandra Yoga Aditama dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
 
Ia mengatakan orotitas terkait di India juga memeriksa secara ketat polusi knalpot kendaraan, bahkan untuk mobil diplomat seperti yang ia pakai sehari-hari sebagai Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara. Proses uji emisi kendaraan dilakukan di berbagai fasilitas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) untuk mempermudah layanan.
 
Selain itu, di berbagai simpang jalan yang menjadi simpul kemacetan di New Delhi di tempatkan pot berisi tanaman, yang berjajar serupa dinding untuk menghalau polusi, kata Tjandra menambahkan.
 
"Karena di New Delhi pada hari raya tertentu, ada yang tinggi kejadian polusi udara, karena mercon sepanjang hari. Oleh karenanya, pada hari raya tertentu dilarang penggunaan mercon," katanya.
 
Tjandra yang juga Direktur Pascasarjana Universitas YARSI mendorong pemerintah mengidentifikasi secara lebih jelas tentang apa saja yang menjadi penyebab polusi udara sekarang sesuai proporsi masing-masing.
 
"Juga sudah banyak dibicarakan tentang kemungkinan sebagian bekerja di rumah, juga ada pemikiran larangan membakar sampah terbuka di halaman rumah, serta kalau sumber polusi dari provinsi sebelah, maka dicari penyebab jelasnya dan diatasi langsung di sana," katanya.
 
Selain itu, kata Tjandra, perlu juga dilakukan surveilans yang baik untuk mengetahui pola gangguan kesehatan dari waktu ke waktu sejalan dengan peningkatan polusi udara.
 
"Di Australia misalnya, jelas ada data bahwa pada masa kebakaran semak-semak (bush fire) maka terjadi peningkatan angka masuk IGD akibat keluhan sesak napas di lokasi itu," katanya.
 
Selain itu, kata Tjandra, perlu dilakukan pemantauan kesehatan dan penanganan gangguan kesehatan, baik jangka pendek maupun kemungkinan ada tidaknya dampak jangka panjang.
 
"Untuk itu pemantauan secara kohort perlu dilakukan," katanya.

WFH Bukan Solusi

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai penerapan bekerja dari rumah (work from home/WFH) bukan solusi untuk mengatasi polusi udara di Ibu Kota.
 
"Mengenai polusi ini konteks jangka pendeknya bukan WFH," kata Trubus saat ditemui di Balai Kota, Jakarta, Senin.
 
Trubus memberikan contoh seperti adanya imbauan penerapan WFH bagi para pekerja pada tanggal 5—7 September 2023 bertepatan dengan KTT Ke-43 ASEAN.
 
Menurut dia, seolah WFH seperti obat yang tiba-tiba langsung 'menyembuhkan' suatu masalah. Penerapan WFH ini janganlah sekadar wacana, tetapi harus dilakukan evaluasi dan kesinambungan.
 
Kalau ingin melaksanakan WFH, lanjut dia, perlu juga pemerintah merangkul semua pihak, termasuk swasta, dengan memberikan kompensasi maupun memberikan konsekuensi jika ada pelanggaran.
 
Ia menuturkan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebaiknya mengoptimalkan uji emisi sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 66 Tahun 2020 mengenai Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.
 
Dikatakan pula bahwa uji emisi tidak dilaksanakan secara sungguh-sungguh sampai sekarang.
 
"Terapkan uji emisi. Kalau bisa, keluarkan kebijakan pembatasan usia kendaraan. Akan tetapi, itu juga butuh keberanian karena musuhnya pelaku usaha mobil, mobil bekas sama motor bekas,” ujarnya.
 
Kendati demikian, Trubus memahami pergub tersebut belum bisa secara optimal lantaran adanya keterbatasan anggaran serta kurangnya edukasi masyarakat mengenai uji emisi.
 
"Ini sifatnya jangka pendek. Setelah itu, ini 'kan tergantung pada cuaca juga sehingga orang berpikir bahwa itu sesuatu yang tidak harus dilaksanakan," tutupnya.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan kendaraan bermotor menjadi penyebab utama kasus pencemaran udara di wilayah Jakarta.

"Dalam catatan kami ada 24,5 juta kendaraan bermotor pada tahun 2022," ujarnya dalam rapat terbatas tentang peningkatan kualitas udara yang dipantau di Jakarta, Senin.

Sebanyak 24,5 juta kendaraan bermotor di Jakarta, mayoritas adalah sepeda motor dengan komposisi mencapai 78 persen. Rata-rata pertumbuhan kendaraan bermotor per tahun sebesar 5,7 persen atau setara 1,2 juta unit dan sepeda motor 6,38 persen atau setara 1,04 juta unit.

Sepeda motor menghasilkan beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibandingkan mobil pribadi bensin, mobil pribadi solar, mobil penumpang, dan bus.

Menteri Siti menuturkan tak hanya emisi kendaraan bermotor saja yang berpengaruh terhadap kualitas udara, tetapi juga ada kemarau panjang, konsentrasi polutan, hingga manufaktur industri.

Pemerintah mengajak masyarakat untuk melakukan uji emisi kendaraan bermotor sebagai salah satu langkah cepat untuk menangani polusi udara. Uji emisi menggerakkan masyarakat melakukan inspeksi dan perawatan terhadap kendaraannya sendiri.

Berdasarkan data Vital Strategies, tingkat kepatuhan masyarakat Jakarta terhadap kewajiban uji emisi masih sangat rendah. Jakarta Barat hanya 7,45 persen, Jakarta Selatan hanya 4,53 persen, Jakarta Pusat hanya 3,86 persen, Jakarta Timur hanya 4,72 persen, dan Jakarta Utara sebanyak 10,69 persen.

"Uji emisi merupakan langkah yang sangat tepat dan perlu dilakukan dengan hasil yang bisa dirasakan segera," kata Siti.

Lebih lanjut dia menyampaikan aturan uji emisi itu dilakukan terlebih dahulu di Jakarta atau Jabodetabek. Bila kegiatan itu berjalan baik, maka pemerintah bakal memperluas aturan itu hingga ke seluruh Indonesia.

Selain itu, semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah wajib untuk memberlakukan uji emisi bagi semua kendaraan bermotor yang masuk fasilitas perkantoran.

"Kemudian, memasukkan persyaratan lulus uji emisi untuk perpanjangan STNK dan pembayaran pajak kendaraan bermotor," pungkas Menteri Siti.

Sumber: Antara

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR