Prabowo: Harimau Tua Menolak Kalah — Esai

23 Aug 2022 16:08 WIB

thumbnail-article

Prabowo Subianto

Penulis: Husein Abdulsalam, Riset Bima Nur MR

Editor: Akbar Wijaya

Apa yang membuat Gerindra terus mengusung Prabowo sebagai capres?

Lantunan "Ojo Dibandingke" Farell Prayoga tidak hanya berhasil memukau dan membuat goyang para pejabat saat perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Merdeka, tapi juga membantu saya menemukan kunci teka-teki yang selama sepekan ini saya pikirkan: mengapa Gerindra masih mencapreskan Prabowo Subianto yang sudah kalah berulang-ulang?

Harimau Tua — begitu Prabowo menjuluki para purnawirawan TNI yang hadir dalam Rapimnas Gerindra — satu julukan yang menurut saya juga pas ditujukan ke pria yang pada 2024 nanti berusia 71 tahun itu.

Melihat bursa kandidat calon presiden yang sudah sering dirilis bermacam lembaga survei, Prabowo kemungkinan jadi capres tertua pada 2024 dan pemegang rekor orang Indonesia paling banyak jadi capres.

Kalah Berulang-ulang

Usaha Prabowo meraih kursi presiden Indonesia sudah dirintis sejak 2004. Kala itu, sebagai anggota Golkar Prabowo mengikuti konvensi capres Golkar. Ia kalah, hengkang dari partai, dan mendirikan Gerindra.

Jelang Pilpres 2009 Gerindra menargetkan Prabowo sebagai capres, namun mereka mesti puas menjadi cawapres Megawati dan itu pun kalah.

Pilpres 2014 disebut-sebut sebagai palagan terakhir Prabowo sebagai capres. Gerindra menyandingkan Prabowo dengan Hatta Rajasa melawan Jokowi-Jusuf Kalla yang punya koalisi partai pendukung lebih sedikit.

Namun keunggulan jumlah parpol pendukung tak membuat Prabowo menang.

Nasib malang Prabowo berulang pada Pilpres 2019 saat ia untuk kedua kalinya dikalahkan Jokowi.

Namun tiga kali kalah dalam pilpres nyatanya tak membuat sang harimau tua dan partainya menyerah. Ancang-ancang merebut kemenangan terus mereka siapkan hingga sekarang.

Alasan Gerindra Terus Capreskan Prabowo

Salah satu serangan yang kerap dilancarkan lawan-lawan politik Prabowo sepanjang Pilpres 2014 dan 2019 adalah ia nihil pengalaman memimpin jabatan sipil di pemerintahan.

Serangan itu agaknya bisa ditangkis Prabowo seiring keputusannya bergabung ke dalam Kabinet Kerja Jilid II  Jokowi sebagai Menteri Pertahanan.

Jabatan Prabowo sebagai Menteri Pertahanan jelas tak cuma menepis anggapan ia nihil pengalaman jabatan sipil tapi juga bermanfaat mendongkrak citranya.

Selain sudah mengantongi pengalaman menduduki jabatan sipil, Prabowo hingga sekarang masih menjadi satu-satunya ketua umum  dan tokoh partai politik dengan elektabilitas tertinggi.

Elektabilitas inilah yang dipercaya akan menciptakan efek ekor jas atau coattail effect ke Gerindra apabila Prabowo maju capres. Sebab dalam pemilu langsung, capaian suara partai di pemilihan legislatif akan linear dengan sosok capres-cawapres yang diusung.

Hal ini sejalan dengan kajian Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan dalam "Efek Ekor Jas Pemilu 2019" yang menyebutkan semakin tinggi suara Prabowo-Sandiaga di daerah pemilihan (dapil), dukungan untuk Gerindra, PAN, Demokrat, dan PKS (empat partai pengusung pasangan itu) juga cenderung lebih tinggi. 

Pemegang Tiket

Elektabilitas Prabowo dalam sejumlah survei memang belum semoncer sosok Ganjar Pranowo maupun Anies Baswedan. Nama Prabowo kendati hampir selalu ada di tiga besar, hanya sesekali saja memuncaki posisi teratas dari sisi elektabilitas.

Namun demikian, dibandingkan Ganjar dan Anies  Prabowo merupakan satu-satunya sosok yang berpeluang untuk maju dan menang di Pilpres 2024. Sebab, hingga sekarang belum ada tanda-tanda partai politik akan mengusung Ganjar atau Anies di Pilpres 2024.

Konvensi Nasdem yang menempatkan nama Anies, Ganjar, dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa juga masih sebatas wacana, seiring pertemuan Surya Paloh dengan Puan Maharani beberapa waktu lalu.

Harapan Gerindra mengusung Prabowo dan memenangkannya di Pilpres 2024 sedikit menemui titik terang usai mereka mendeklarasikan koalisi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Meski belum ada kesepakatan soal pasangan capres-cawapres, namun usaha menyandingkan kedua tokoh ini agaknya tidak akan terlalu alot ke depan.

PKB, kendati memacak target Cak Imin menjadi capres, namun dalam berbagai kesempatan juga menujukan gestur membuka diri untuk posisi cawapres.

Ya memang harus diakui formula Prabowo-Cak Imin menurut sejumlah survei belum menghasilkan angka elektabilitas terbaik.

Survei Charta Politika Juni 2022 lalu mengenai elektabilitas pasangan capres-cawapres menyebut Prabowo-Cak Imin ada di urutan ketiga.

Artinya, hingga Juni 2022 lalu, Cak Imin bukan sosok yang akan memberi andil besar untuk mengeluarkan Prabowo dari jerat kekalahan keempat kalinya di Pilpres nanti.

Namun sekali lagi, dalam posisi Prabowo sebagai Ketua Umum Gerindra dan koalisinya dengan Cak Imin selaku Ketua Umum PKB, ia masih menjadi kandidat capres yang memiliki jalan paling terang untuk maju dan mungkin menang pada 2024 mendatang.

Dalam konteks itu, usaha Gerindra terus mencapreskan sang harimau tua di tengah elektabilitasnya yang terbatas seperti bertemu konteks dengan lirik "Ojo Dibandingke":

"Wong ko ngene kok dibanding-bandingke/ Saing-saingke, yo mesti kalah. Ku berharap engkau mengerti/ di hati ini/ Hanya ada kamu."

Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER