Profil Pramoedya Ananta Toer, Sastrawan Besar Indonesia Penulis Karya-Karya Penting Tentang Indentitas Kebangsaan

6 Februari 2024 16:02 WIB

Narasi TV

Pramoedya Ananta Toer, sastrawan Indonesia. Sumber: Dok. Pribadi Pramoedya Ananta Toer

Penulis: Moh. Afaf El Kurniawan

Editor: Margareth Ratih. F

Pramoedya Ananta Toer, salah satu sastrawan Indonesia paling kontroversial, telah menjadi titik fokus perdebatan selama era Orde Baru. Kehidupannya yang penuh dengan pengasingan dan larangan terhadap karyanya oleh pemerintah telah meninggalkan jejak yang dalam dalam dunia sastra Indonesia. Tetralogi Pulau Buru, Gadis Pantai, dan Cerita dari Blora adalah hanya beberapa contoh karya-karya luar biasanya yang terkenal di kalangan para pembaca.

Selain itu Pram juga menerjemahkan beberapa karya sastra dunia seperti Kisah Seorang Pradjurit Sovjet (1956), karya Mikhail Sholokov dan Ibunda (1956), karya Maxim Gorky. 

Lahir di Blora pada tanggal 6 Februari 1925, Pramoedya Ananta Toer, yang lebih dikenal dengan nama Pram, adalah anak sulung dari delapan bersaudara. Ayahnya adalah seorang guru, sementara ibunya adalah seorang pedagang nasi. Meskipun latar belakang pendidikannya tidak terlalu lancar, Pram memiliki semangat belajar yang luar biasa. Namun, pendidikannya terhenti ketika Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942.

Pram kemudian pindah ke Jakarta pada tahun yang sama untuk mencari nafkah bagi keluarganya setelah kehilangan ibu dan adiknya. Di sana, ia bekerja keras di berbagai tempat, termasuk di Kantor Berita Domei dan mengikuti kursus di sekolah Stenografi. Pada tahun 1945, ia memulai karier militernya dengan bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Namun, hidup Pram berubah secara drastis setelah peristiwa G30S. Jejak kariernya yang terbilang dekat dengan Lekra yang dicap komunis oleh pemerintah orde baru, membuatnya ditangkap, disiksa, dan dipenjara tanpa proses pengadilan selama 14 tahun. 

Pengasingannya dimulai di Pulau Nusakambangan dan berlanjut ke Pulau Buru. Meskipun dilarang menulis, semangatnya tidak pernah padam. Selama masa pengasingannya, dia berhasil menciptakan karya-karya monumental, termasuk tetralogi Bumi Manusia, meskipun banyak karyanya dilarang terbit oleh pemerintah.

Meraih penghargaan bergengsi

Pram juga dikenal sebagai penerima berbagai penghargaan internasional, seperti Ramon Magsaysay Award pada tahun 1995. Namun, penghargaan tersebut juga menimbulkan kontroversi di kalangan sastrawan Indonesia karena pandangan politiknya yang kontroversial.

Karya-karyanya telah diterjemahkan ke 42 bahasa asing. Sejauh ini Pram adalah satu-satunya sastrawan Indonesia yang pernah dinominasikan mendapatkan pengahraan Nobel Sastra. Karya-karya Pram juga banyak dijadikan subjek penelitian pakar-pakar di bidang sastra dan ilmu sosio-humaniora lainnya dari berbagai belahan dunia. 

Selain karya-karyanya yang monumental, Pram juga memperjuangkan hak-hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi. Dia adalah suara bagi mereka yang tidak memiliki suara dalam masyarakat. Meskipun sering kali ditentang oleh pemerintah dan kalangan tertentu di masyarakat, Pram tidak pernah mundur dari keyakinannya.

Pramoedya Ananta Toer, dengan segala kontroversinya, tetap menjadi salah satu sastrawan paling berpengaruh dalam sejarah sastra Indonesia. Warisannya tidak hanya terbatas pada karya-karyanya, tetapi juga pada semangatnya untuk terus berjuang demi kebenaran dan keadilan.

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR