Putusan MA Dinilai untuk Kaesang Maju Pilkada: Itulah Enaknya Punya Bapak Presiden, Orang Biasa Minggir Dulu Wir

1 Jun 2024 00:06 WIB

thumbnail-article

Arsip foto - Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep (kanan) saat melakukan pertemuan di kawasan Jalan Braga, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (3/1/2024). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Spt/aa.

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

"Kalau milih bisa saja saya pingin jadi anak presiden." (Wakil Presiden Ma'ruf Amin).

Apa yang sedang terjadi?

Mahkamah Agung (MA) baru-baru ini mengeluarkan Putusan Nomor 23 P/HUM/2024, yang isinya mengabulkan permohonan Partai Garuda untuk menguji materiil Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020. MA menetapkan usia minimal untuk calon gubernur 30 tahun dan calon bupati atau wali kota 25 tahun, dihitung sejak pasangan calon terpilih.

Putusan ini dianggap menguntungkan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, untuk maju dalam Pilkada. Sejumlah kalangan menilai putusan ini sebagai bagian dari tren politik dinasti di Indonesia, di mana anak-anak pejabat tinggi mendapatkan kemudahan untuk maju dalam dunia politik. Kritik ini mencuat setelah sebelumnya putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, juga mendapat jalan mulus untuk maju ke Pilpres 2024 setelah Mahkamah Konstitusi mengubah syarat usia capres-cawapres.

Latar belakang

Partai Garuda mengajukan gugatan terhadap Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020 yang dianggap bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2016.

Isi Putusan

MA memutuskan bahwa pasal dalam PKPU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai sebagai "...berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pasangan calon terpilih".

  • Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 mengabulkan permohonan Partai Garuda, menyatakan Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020 bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2016.
  • MA memerintahkan KPU untuk mencabut pasal tersebut yang menyatakan usia minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati/wali kota dihitung sejak pasangan calon terpilih.

Konteks Politik:

Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengunggah foto Budisatrio Djiwandono dan Kaesang Pangarep dengan tulisan "For Jakarta 2024". Munculnya poster ini sebagai kode politik dan aspirasi masyarakat untuk Pilkada Jakarta 2024.

Wakil Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Andy Budiman memastikan bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) terkait batas usia pencalonan kepala daerah tidak terkait dengan ketua umum PSI, Kaesang Pangarep.

"Keputusan Mahkamah Agung tidak ada kaitannya dengan PSI maupun mas Kaesang. Yang mengajukan gugatan ke MA adalah partai Garuda dan tidak ada komunikasi sama sekali dengan PSI terkait dengan masalah ini," kata Andy dalam video yang diunggah di akun Instagramnya @andy_budiman, Jumat (31/5/2024).

  • Andy menyatakan bahwa PSI tidak pernah berencana mengajukan gugatan tersebut ke MA. Gugatan itu diajukan oleh Partai Garuda tanpa koordinasi dengan PSI.
  • Andy berharap masyarakat menghormati keputusan MA yang diyakini berdasarkan pertimbangan hukum yang matang.
  • "PSI tentu senang dan berbangga nama Mas Kaesang, ketua umum kami, beredar di tengah-tengah masyarakat yang menginginkan agar menjadi kepala daerah, seperti di Depok, Bekasi, Surabaya, dan terakhir di DKI Jakarta," katanya.

Bagaimana Sikap PSI?

PSI menunggu keputusan Kaesang untuk maju di Pilkada Jakarta 2024 bersama Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Budisatrio Djiwandono, dan mengikuti kesepakatan partai-partai dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Kritik dari Perludem ke MA:

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyatakan bahwa KPU tidak dapat menindaklanjuti putusan MA karena perubahan frasa pasal bertentangan dengan UU Pilkada. Mereka juga mendorong Komisi Yudisial untuk memeriksa majelis hakim yang bertugas dalam perkara ini.

Catatan Perludem:

  • MA mencampuradukkan antara syarat calon kepala daerah dan syarat pelantikan calon terpilih, yang memiliki akibat hukum berbeda. Menurut Perludem, dua terma syarat calon dan syarat pelantikan tidak dapat dicampuradukkan.
  • Inkonsistensi ini dapat menimbulkan ketidakadilan bagi warga negara dan partai politik yang ingin mencalonkan kandidatnya.
  • Perludem juga mendorong Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan pemeriksaan terhadap majelis hakim yang bertugas dalam perkara uji materi tersebut.

  • MA dianggap gagal menafsirkan ketentuan dengan benar.

Perludem menilai KPU tidak dapat menindaklanjuti putusan ini karena sifatnya yang menyebabkan perubahan frasa pasal a quo menjadi bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Pilkada," kata Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (30/5/2024).

The Joke:

Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengeluarkan kelakar bahwa jika ia bisa memilih, ia ingin dilahirkan sebagai anak presiden. Namun, ia menegaskan bahwa takdir seseorang tidak dapat dipilih. "Orang tak bisa milih siapa bapaknya siapa ibunya. Apa bisa milih? Kalau milih bisa saja saya pingin jadi anak presiden. Tapi kan enggak bisa," ujar Ma'ruf dalam pidatonya di pembukaan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI yang disiarkan di kanal YouTube MUI TV.

Komentar ini muncul di tengah perdebatan tentang kemudahan yang didapat oleh anak-anak presiden dalam politik, seperti Kaesang Pangarep dan Gibran Rakabuming Raka. Banyak yang melihat kelakar Ma'ruf ini sebagai sindiran terhadap situasi politik saat ini.

Expert’s Take:

Adi Prayitno, Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), menilai pernyataan Ma'ruf Amin sebagai satire dan bersayap. Adi menjelaskan bahwa keinginan Ma'ruf Amin tersebut adalah hal yang normal dan dimiliki oleh banyak orang. Namun, pernyataan tersebut digunakan oleh publik, terutama pegiat demokrasi, untuk mengkritik praktik politik yang melibatkan anak presiden.

"Pernyataan satire. Karena anak Presiden dapat previlege dalam segala hal. Apalagi dalam urusan politik, merem saja segala keinginan anak Presiden bisa terpenuhi," kata Adi kepada wartawan, Jumat (31/5/2024).

Sindiran Ma'ruf dianggap mencerminkan pandangan publik bahwa anak-anak presiden mendapatkan previlege istimewa dalam politik. Sedankan yang bukan anak presiden minggir dulu wir.



Apa Komentarmu?

Tulis komentar

ARTIKEL TERKAIT

VIDEO TERKAIT

KOMENTAR

Latest Comment

Belum ada komentar

Jadilah yang pertama mengirimkan komentar untuk bertukar gagasan dengan pengguna lainnya

TERPOPULER