13 Oktober 2023 14:10 WIB
Penulis: Elok Nuri
Editor: Rizal Amril
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mencanangkan untuk menjajaki pemberian pajak pada online shop dan juga transportasi ojek online.
Wacana ini disampaikan oleh Pemprov DKI menyusul usulan Komisi C DPRD Provinsi DKI Jakarta yang meminta Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk mendalami potensi pajak yang belum tersentuh untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD).
Terkait usulan tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta Joko Agus Setyono juga mengakui memang masih banyak potensi pajak daerah yang selama ini luput dari pengawasan Bapenda DKI.
“Terkait masalah pajak tadi, ada sebenarnya. Misalnya Go-jek, Go-food dan sebagainya perlu kita pikirkan ke depan pajaknya. Kita juga perlu membuat kebijakan pajak terhadap toko yang online ini, dan kita tidak bisa sendiri. Harus melibatkan pemerintahan pusat,” ungkapnya, dikutip dari Tempo.co.
Sementara itu Ketua Komisi C Bidang Keuangan DPRD DKI Jakarta Habib Muhammad Salim Alatas melihat masih banyak potensi pajak yang belum tersentuh oleh Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta.
Habib menyoroti mengenai jalan tol yang tiang pancangnya banyak terdapat di tanah DKI
“Kita tidak dapat keuntungan dari jalan tol. Coba dikaji lagi tiang pancang di tanah (DKI Jakarta). Itu komersial, tapi kita tidak dapat pemasukan sama sekali dari situ," ungkapnya.
Tidak hanya berfokus disitu saja, Habib juga Pemprov DKI Jakarta mengkaji pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) yang proyeksinya dinilai masih sangat kecil, yakni Rp1,5 triliun pada tahun 2024 mendatang.
"Dari subsidi bahan bakar, ini potensinya sangat besar, jalanan macet dan kebutuhan bahan bakar naik terus. Dari situ digali bisa triliunan," jelas Habib lagi.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Lusiana Herawati berjanji jika tahun 2024 pihaknya akan melakukan terobosan untuk meningkatkan pendapatan pajak daerah.
Salah satunya dengan melakukan pendataan ulang mengenai objek pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2).
“Data sensus akan tetap kita cleansing. Misalnya dulu waktu sebelum sensus itu tanah kosong, ternyata setelah di sensus ada rumahnya, ada bangunannya, otomatis pajak bisa nambah,” kata Lusi.
Lusi juga akan melakukan evaluasi terhadap kebijakan bebas pajak bagi aset yang nilainya setara Rp2 miliar.
Baginya, jika wajib pajak memiliki rumah lebih dari satu, meskipun nilainya di bawah dua miliar, maka sebaiknya tetap dikenakan pajak PBB.
“Ke depannya supaya berkeadilan, maka yang ditempatin saja yang dapat pembebasan pajak. Misalnya ada orang punya tanah lima tempat, nilainya dibawah Rp2 miliar semua gratis semua, padahal kan dia kaya. Tapi kalau yang dia tinggalin nggak apa gratis,” pungkasnya.
KOMENTAR
Latest Comment