Ribut-Ribut Lonjakan Suara PSI: Anomali atau Kewajaran?

3 Maret 2024 21:03 WIB

Narasi TV

Ketua Umum PSI Kaesang Pangerep bersama kader dan pengurus PSI/ Antara

Penulis: Jay Akbar

Editor: Akbar Wijaya

Persentase suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melonjak signifikan dalam beberapa hari terakhir. Berdasarkan data real count (hitung berbasis seluruh data) KPU per Minggu, 3 Maret 2024 pukul 16:00:00 WIB dengan persentase data suara masuk 65,81%, PSI meraih 2.403.316 suara atau 3,13%.

Lonjakan suara PSI sudah tampak sejak Rabu, 28 Februari 2024. Di hari itu suara PSI berkisar 2,79% dan terus merangkak naik pada Kamis, 29 Februari 2024 menjadi 2,85% atau bertambah 0,16%. Lalu pada Jum'at, 1 Maret 2024, pukul 12.00 WIB suara mereka tembus 3,01% atau sebanyak 2,3 juta suara.

Berbeda dengan PSI persentase suara partai lain justru mengalami stagnasi dan bahkan mengalami penurunan.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) misalnya, pada Kamis 29 Februari 2024, mengalami fluktuasi dari 4,0% lalu naik menjadi 4,01% dan turun lagi menjadi 3,99%, hingga akhirnya tercatat menjadi 3,98% pada 2 Maret 2024, pukul 19:00:00 WIB.

Sedangkan PDI Perjuangan suaranya turun dari 16,51% menjadi 16,44%,  begitu pula dengan Golkar yang turun menjadi 15,1%, Gerindra menjadi 13,34%,  dan PKB di angka 11,59%.

Anomali perubahan suara PSI tentu saja menarik perhatian sekaligus kecurigaan. Salah satu alasannya lantaran tidak ada satu pun lembaga survei yang menyatakan perolehan suara PSI bakal tembus di angka 3% berdasarkan hasil quick count (hitung cepat).

Hasil quick count yang dilakukan Poltracking misalnya, menyatakan PSI yang dipimpin Kaesang Pangarep kemungkinan besar tidak lolos ke DPR RI karena perolehan suara mereka hanya 2,89%.

Data quick count tersebut dikumpulkan Poltracking di 3000 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar secara proporsional di 84 daerah pemilihan DPR RI dengan margin of error +/- 1,0 persen.

Hasil quick count Indikator Politik juga tidak berbeda jauh dengan Poltracking. Dari sample 520.616 suara di 3000 TPS, PSI dinyatakan tidak lolos parliamentary threshold karena hanya memperoleh 2,65% suara dengan margin of error 0,6%.

Selanjutnya hasil quick count Litbang Kompas menyatakan PSI hanya memperoleh 2,80%. Perolehan tersebut berasal dari 100% surat suara masuk di 2.000 sampel TPS yang tersebar di 38 provinsi menggunakan metodologi stratified random sampling dan memiliki margin of error sebesar 1% dengan biaya mandiri dari Harian Kompas.

Anomali Suara PSI

Arya Fernandes, Kepala Departemen Politik dan Organisasi Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengatakan perubahan persentase suara PSI dalam real count KPU memperlihatkan anomali atas hasil quick count yang dilakukan berbagai lembaga survei. Pasalnya, kata Arya, tidak ada satu pun lembaga survei yang menyatakan persentase suara PSI menembus angka 3%.

Arya misalnya mencontohkan berdasarkan hasil quick count CSIS, PSI hanya memperoleh suara 2,67%, Indikator Politik 2,65%, dan Poltracking 2,89%. Selain itu, kata Arya, ketika data real count KPU sudah masuk di angka 65% maka seharusnya tidak ada lagi perubahan suara yang signifikan.

"Itu harusnya secara statistik ketika data sudah mulai masuk di atas angka 60-an persen harusnya sudah stabil. Jadi, perubahan-perubahan yang terjadi itu dalam pengalaman kami melakukan hitung cepat itu kecil sekali kemungkinan terjadi perubahan," ujar Arya dikutip dari Youtube TvoneNews, Sabtu (2/3/2024).

Arya mengatakan selisih persentase suara antara hasil quick count dan real count KPU yang dialami PSI berbeda jauh dengan sejumlah partai seperti PDI Perjuangan dan Partai Golkar.

"Memang menunjukkan selisih atau anomali yang terjadi pada PSI ya," kata Arya.

Selisih quick count dan real count PDI Perjuangan misalnya hanya 0,05% dan Golkar hanya 0,07%.

"Tapi selisih hitung cepat dan KPU untuk kasus PSI memang agak besar di angka 0,46%," ujar Arya.

Untuk meyakinkan pernyataannya, Arya memberi contoh selisih persentase suara hasil quick count CSIS dan real count KPU pada Pemilu 2019. Ketika itu berdasarkan hasil quick count CSIS, PDI Perjuangan memperoleh persentase suara 19,8% dan hasil real count KPU 19,33% yang berarti selisihnya hanya 0,47%.

Sedangkan PSI ketika itu berdasarkan quick count hanya memperoleh 1,9% dan real count KPU 1,89% atau selisih 0,01%. Dari sini Arya menyimpulkan jarang sekali terjadi selisih suara atau margin of error melebihi 1% antara quick count dan real count KPU. Sehingga, ketika tidak ada satu pun lembaga survei yang menyatakan perolehan suara quick count PSI di atas 3% maka nyaris mustahil mereka bisa menembus persentase suara parliamentary threshold 4%.

"Kalau ditemukan hasil quick count itu (PSI) 2,67%, estimasi tertingging PSI memang hanya akan mendapatkan di kisaran 3,67%. Karena lembaga survei yang melakukan hitung cepat setahu saya tidak ada yang menemukan [quick count] PSI  sudah di atas angka 3%," kata Arya.

Quick Count Alat Pendekteksi Kecurangan

Dalam kesempatan yang sama Direktur Ekseskutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan hanya ada dua kemungkinan apabila suara PSI dinyatakan memenuhi presidential threshold 4%, "satu quick count-nya yang salah atau KPU-nya yang salah."

Burhan mengingatkan quick count merupakan salah satu instrumen pendeteksi kecurangan. Mengapa? karena quick count dihasilkan dengan mengirim enumerator langsung ke TPS. Dalam kasus Indikator Politik mereka mengirim enumerator di 3000 TPS yang dipilih secara acak dengan sampel suara sebanyak 520.616.

Para enumerator itu lantas mengirim data hasil rekapitulasi di TPS ke data center untuk diolah lewat pemograman statistik hingga menghasilkan angka quick count

Berbeda dengan quick count Burhan menyebut dalam sistem hitung proporsional sebagaimana dilakukan KPU, data TPS masih harus dikirim ke desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, baru kemudian ke tingkat pusat.

"Nah tiap jenjang itu potensial menyumbang error atau kecurangan. Makanya kemudian quick count itu berfungsi untuk membypass pengitungan suara tidak secara berjenjang tetapi secara langsung," terang Burhan.

Kendati demikian, Burhan tidak berani menyimpulkan apakah anomali persentase suara PSI dalam quick count dan real count KPU karena faktor kecurangan atau bukan. Menurutnya persentase suara yang diperoleh PSI dalam real count KPU masih masuk dalam margin of error.

"PSI sekarang kisaran 3,1%, itu sebenarnya masih dalam kisaran margin of error [quick count]. Cuma tadi, ada suara masuk yang terjadi secara besar dalam waktu beberapa hari terakhir itu yang menimbulkan pertanyaan. Dan apakah itu karena kecurangan saya belum berani mengambil keputusan," kata Burhan.

PSI: Jangan Menggiring Opini Masih Ada 70 Juta Suara Belum Dihitung

Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie menilai wajar penambahan suara saat KPU melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2024. Oleh karena itu, dia mengingatkan semua pihak agar tidak tendensius dalam menyikapi penambahan suara untuk PSI.

“Penambahan termasuk pengurangan suara selama proses rekapitulasi adalah hal wajar. Yang tidak wajar adalah apabila ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini dengan mempertanyakan hal tersebut,” kata Grace Natalie dalam siaran resmi PSI yang dikutip Antara di Jakarta, Sabtu (2/3/2024).

Dia menambahkan berbagai kemungkinan masih dapat terjadi selama KPU masih merekapitulasi suara para pemilih dalam Pemilu 2024. PSI hanya membutuhkan kurang dari satu persen suara, tepatnya 0,87 persen suara, untuk dapat mencapai ambang batas parlemen (parliamentary threshold) empat persen. Jika berhasil mencapai ambang batas, maka untuk pertama kalinya, PSI dapat menduduki kursi DPR RI di Senayan.

Terkait itu, Grace optimistis partainya dapat mencapai ambang batas parlemen.

"Apalagi hingga saat ini masih lebih dari 70 juta suara belum dihitung dan sebagian besar berada di basis-basis pendukung Jokowi di mana PSI mempunyai potensi dukungan yang kuat,” katanya.

Grace menyesalkan penilaian beberapa pihak yang menurutnya tendensius terhadap PSI.

“Kenapa yang disorot hanya PSI? Bukankah kenaikan dan juga penurunan terjadi di partai-partai lain? Dan itu wajar karena penghitungan suara masih berlangsung,” kata Grace.

Dia pun mengajak seluruh pihak bersikap adil dan proporsional.

"Kita tunggu saja hasil perhitungan akhir KPU. Jangan menggiring opini yang menyesatkan publik,” kata petinggi PSI itu.

Tidak Adil Sejak dari Pikiran

Di momen lainnya Grace merasa partainya tidak diperlakukan dengan adil terkait lonjakan suara PSI di sirekap KPU. Hal ini karena perbedaan suara antara quick count dengan real count KPU justru lebih mencolok pada PKB dan Partai Gelora.

Berdasarkan hasil hitung cepat Indikator Politik, persentase suara PKB dinyatakan 10,65%, namun berdasarkan real count KPU dengan data masuk 65,84% mereka memperoleh 11,54%, Artinya, ada selisih 0,89% antara data real count dan quick count.

Selanjutnya, persentase suara Partai Gelora menurut hitung cepat Indikator Politik 0,88%, tetapi menurut real count KPU dengan data masuk 65,84%, persentase suara mereka berada di angka 1,49%, artinya terdapat selisih 0,61%.

Sedangkan PSI yang diprediksi oleh quick count Indikator Politik hanya memperoleh 2,65%, berdasarkan real count KPU dengan data masuk 65,84% memperoleh 3,13% yang artinya berselisih 0,48%.

"Jadi malah menurut catatan kami [PKB dan Gelora] gap yang paling besar, PSI baru gap sedikit sudah diributkan, dianggap anomali. Padahal, anomali yang lebih besar lagi terjadi di PKB dan Gelora, kok enggak ada yang ributin, ayo tolong jangan tidak adil sejak dari pikiran," tutur Grace dikutip dari Youtube Liputan6.

Grace mengatakan perkara ketidaksesuaian data juga dialami PSI. Di daerah pemilihan Banten III misalnya, Grace mengatakan ada sekitar 50-an suara PSI yang ditulis nol.

"Sudah diprotes tapi sampai sekarang masuk di sirekap. Di tempat-tempat lain salah jumlah padahal hitungan batang lidinya sesuai," katanya.

Grace mengingatkan ada mekanisme yang bisa ditempuh apabila terdapat ketidakcocokan antara data yang diinput para saksi dengan data yang dirilis KPU.

"Kalau ada ketidakcocokan ada salah hitung salah tulis memang ada mekanisme untuk kita bisa memprotes meminta bahkan meminta penghitungan ulang dengan disaksikan oleh panitia setempat beserta dengan saksi-saksi partai lainnya," ujar Grace.

KPU: Formulir Model C Jadi Rujukan

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI turut menanggapi kenaikan suara drastis PSI dalam sistem informasi rekapitulasi (Sirekap) di Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) DPR RI. Menurut Anggota KPU RI Idham Holik, rujukan utama perolehan suara tetap berdasarkan foto dokumen formulir Model C.Hasil Plano, meskipun angka yang tertulis dalam laman KPU berbeda.

"Data perolehan suara yang terdapat dalam foto dokumen formulir Model C.Hasil Plano adalah sumber atau rujukan utamanya. Itu adalah data perolehan suara yang ditulis langsung oleh kpps (kelompok penyelenggara pemungutan suara) yang disaksikan langsung oleh saksi peserta pemilu dan pengawas tps (tempat pemungutan suara) serta dipantau langsung oleh pemantau terdaftar," kata Idham saat dihubungi Antara dari Jakarta, Minggu (3/3/2024).

Idham menjelaskan data perolehan suara partai politik di Sirekap dapat diverifikasi langsung oleh setiap pengaksesnya, sebab Sirekap menampilkan foto formulir model C.Hasil Plano.

"Sampai saat ini sudah ada 65,81persen tps untuk Pemilu Anggota DPR yang datanya sudah diunggah ke Sirekap. Data tersebut menampilkan foto formulir Model C.Hasil Plano yang dapat dicek atau diverifikasi," ujarnya.

Sementara itu, Idham mengatakan bahwa lembaganya belum melaksanakan rekapitulasi nasional untuk suara dalam negeri. Ia menyebut bahwa KPU RI baru melakukan rekapitulasi nasional untuk suara luar negeri.

"Hasil resmi perolehan suara peserta pemilu berdasarkan rekapitulasi berjenjang dimulai dari ppk (panitia pemilihan kecamatan), kpu kabupaten/kota, kpu provinsi sampai dengan KPU RI," kata dia mengingatkan.

 

NARASI ACADEMY

TERPOPULER

KOMENTAR