6 November 2023 15:11 WIB
Penulis: Nuha Khairunnisa
Editor: Margareth Ratih. F
Pinjaman online atau pinjol saat ini kerap digunakan sebagai jalan pintas bagi orang yang membutuhkan dana dalam jumlah besar secara cepat.
Tidak seperti layanan pinjaman konvensional yang ditawarkan oleh bank atau koperasi, pinjaman online bisa diajukan dengan sangat mudah tanpa persyaratan yang rumit.
Dana yang diajukan oleh peminjam juga bisa dicairkan dalam waktu yang sangat cepat oleh fintech yang menyediakan produk pinjama online, bahkan kurang dari 24 jam.
Namun, di balik kemudahannya, pinjol memiliki risiko yang sangat besar, terutama jika peminjam tidak mampu membayar tunggakannya.
Terlebih, pinjaman online memiliki tingkat suku bunga yang cenderung lebih tinggi dibandingkan pinjaman konvensional dan tenor cicilannya lebih singkat.
Berikut ini sejumlah risiko yang bisa muncul jika kamu memiliki tunggakan pinjol.
Nasabah pinjol yang tidak kunjung melunasi utang akan dihitung sebagai kredit yang bermasalah dan tercatat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) atau yang dulu dikenal dengan istilah BI Checking.
Skor kredit yang tinggi artinya nasabah tidak dapat mengajukan pinjaman lainnya baik di pinjol legal maupun lembaga perbankan.
Ketika cicilan pinjaman online tidak dilunasi tepat waktu, peminjam akan dikenai denda keterlambatan. Jika pelunasan tidak segera dilakukan, denda ini tentunya akan terus menumpuk.
Ditambah dengan beban bunga pinjaman online yang tergolong tinggi, dalam waktu singkat, jumlah pinjaman online dapat membengkak dan semakin sulit untuk dilunasi.
Aplikasi fintech umumnya memiliki prosedur yang teratur dan ketat dalam menanggulangi peminjam yang mangkir dari tanggung jawab untuk melunasi utang-utangnya.
Terhadap peminjam mangkir, pihak fintech awalnya akan mengingatkan melalui pesan singkat. Namun, jika peminjam tak kunjung membayar, debt collector biasanya akan dilibatkan untuk memberikan tekanan yang lebih nyata.
Mereka biasanya akan menghubungi orang terdekat peminjam, bahkan mendatangi langsung rumah yang bersangkutan. Hal ini tentunya dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan membuat hidup menjadi tidak tenang.
Saat mengajukan pinjaman online, pemohon akan diminta untuk memberikan dokumen data pribadi kepada pihak fintech sebagai syarat peminjaman. Dokumen yang diminta biasanya berupa KTP, KK, NPWP, akun internet banking, dan slip gaji.
Data-data pribadi ini tak jarang digunakan untuk tindak kejahatan seperti disebarkan di forum online, dipakai untuk menipu, atau mengajukan pinjaman di pinjol lainnya.
Nasabah pinjol legal yang tidak kunjung membayar cicilan atau bahkan sengaja tidak melunasi utangnya bisa terancam masuk dalam daftar hitam (blacklist) Fintech Data Center (FDC).
FDC adalah basis data yang dikelola oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk memeriksa riwayat calon peminjam. Melalui data tersebut, fintech legal dapat mengetahui rekam jejak calon nasabah sebelum memutuskan untuk menyetujui pinjaman yang diajukan.
KOMENTAR
Latest Comment