"Saya jenderal lapangan [aksi] kemarin."
Nada suara Amirullah, Pemimpin Serikat Pekerja Nasional di PT Gunbuster Nickel Industri (PT. GNI), Morowali Utara menyiratkan kekecewaan ketika menjelaskan kronologi bentrokan antara pekerja lokal dan asing Sabtu, 14 Januari 2023 lalu.
Ia merasa penjelasan sejumlah pemangku kebijakan yang kemudian dikutip media mengenai asbabun nuzul bentrokan tidak sesuai kejadian dan tak menggambarkan akar persoalan sebenarnya.
Hal pertama yang digarisbawahi Amirullah adalah tenaga kerja Indonesia (TKI) tidak pernah lebih dahulu menyerang tenaga kerja asing (TKA).
"Ini sangat sayangkan dari media media yang berdasarkan pernyatan Bupati Morowali Utara yang menyebut TKA ini diserang TKI, begitu pun Humas Kapolda, begitu pun pernyatan Pak Kapolri tadi malam. Itu tidak sesuai dengan lapangan," kata Amirullah.
Amirullah mengatakan demonstrasi pekerja dengan cara mogok yang berakhir kerusahan sama sekali tidak dipicu sentimen kebencian terhadap TKA yang bekerja di PT. GNI.
"Hubungan antara TKA dan TKI, selama ini baik baik saja," kata Amirullah.
Demonstrasi itu menurut Amirullah berizin dan bukan bagian dari provokasi, sebagaimana disampaikan Kapolri.
Inti tuntutan dari demonstrasi hari itu menurut Amirullah adalah meminta PT. GNI memberikan alat pelindung diri (APD) yang sesuai standar keselamatan, kesehatan, kerja (K3) bagi para karyawan.
Amirullah mengatakan APD penting lantaran sudah terjadi sejumlah kasus kecelakaan yang mengorbangkan nyawa dan fisik para karyawan.
"Teman-teman tidak diberikan APD," katanya.
"Sehingga banyak yang mengalami kecelakaan. Baru masuk kerja sudah kecelakaan. Bahkan ada yang meninggal di tempat. Itu ada dua orang."
TKA Menyerang Duluan
Amirullah mengatakan bentrokan yang terjadi pada malam hari dipicu peristiwa penyerangan yang dilakukan TKA kepada TKI pada siang hari.
Ketika itu sejumlah karyawan yang berdemonstrasi di luar gerbang PT GNI mengajak karyawan yang masih ada di dalam perusahaan untuk bergabung ikut aksi.
Namun sejumlah TKA menghalang-halangi karyawan yang ingin aksi dan bahkan melakukan penyerangan.
"Pada saat mengajak, ada beberapa orang China, TKA China ini, menghadang teman-teman dan mengejar teman-teman menggunakan pipa besi dan melakukan pemukulan," kata Amirullah.
Akibat serangan itu, kata Amirullah ada empat orang TKI yang mengalami luka.
"Ada yang pecah bibirnya, ada yang remuk belakangnya," ujarnya.
Amirullah tidak tahu pasti mengapa TKA menyerang TKI yang ingin berdemonstrasi. Ia menduga sikap ini dipicu oleh informasi dari manajemen perusahaan.
"Ini yang menjadi tanda tanya. Mungkin ada yang mengerahkan. Dari pihak manajemen mungkin," katanya.
Bara dalam Sekam
Kendati Amirullah mengatakan relasi TKA dan TKI baik-baik saja namun ia mengakui adanya sejumlah masalah yang dilakukan perusahaan.
Hal itu misalnya terlihat dari bagaimana perusahaan menempatkan TKA di bidang-bidang kerja yang bisa dikerjakan oleh para TKI.
"Seperti sebagai foreman atau pengawas di lapangan. Bahkan orang Indonesia bisa lakukan itu, kenapa TKA yang diberi jabatan itu," katanya.
Selain itu, Amirullah mengatakan upah TKA untuk pekerjaan yang sama juga lebih besar dari TKI.
Namun demikian Amirullah memastikan hal itu bukan pemicu kerusuhaan, sebab perlakuan perusahaan kepada TKI dan TKA relatif sama.
"Tapi aman-aman saja. Enggak ada apa-apa," katanya.
Akar Persoalan yang Tak Terselesaikan
Berdasarkan lembar kronologi mogok kerja yang dibuat DPP Serikat Pekerja Nasional (SPN) dan diterima Narasi, terdapat sejumlah persoalan panjang yang tak kunjung terselesaikan hingga akhirnya memuncak menjadi kemarahan para karyawan.
Dalam lembar yang disusun Joko Heriyono Selaku Ketua Umum dan Ramidi Selaku Sekretaris Umum SPN disebutkan bahwa PT GNI memiliki sekitar 10 ribu orang karyawan. Mereka mengatakan hubungan para karyawan dengan PT GNI mengalami persoalan yang dipicu oleh:
- Kepastian kerja.
- Kelangsungan kerja.
- PKWT.
- Upah yang sering dipotong.
- Tunjangan skill dipotong.
- K3 yang tidak berjalan sehingga mendorong karyawan membentuk serikat pekerja.
Menyikapi situasi tersebut pada 21 April 2022 DPP SPN menerbitkan SK Pembentukan PSP SPN PT. GNI berdasarkan berita acara pembentukan 18 April 2022 di desa Tompira, Kecamatan Petasia Timur Morowali Utara.
Selanjutnya pada 23 Mei tahun 2022 terbit Tanda Bukti Pencatatan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Morowali Utra dengan nomor. B.001/PSPSPN.GNI/V/2022.
Perusahaan Putus Kontrak Karyawan yang Berserikat
Merasa seluruh persyaratan administratif negara telah terpenuhi, para pengurus SPN PT. GNI lantas menyampaikan surat pemberitahuan kepada pimpinan perusahaan untuk bertemu sekaligus bersilaturahim. Surat itu juga melampirkan SK Pengurus dan Bukti Pencatatan dari Dinas setempat.
Sayangnya perusahaan malah merespons ajakan bertemu itu dengan tidak memperpanjang kontrak para karyawan yang menjadi pengurus SPN.
“Setelah perusahaan mengetahui karyawan yang menjadi pengurus SPN, selanjutnya para pengurus tersebut tidak diperpanjang kontraknya,” tulis salinan kronologi yang dibuat DPP SPN.
Keputusan perusahaan terang tidak diterima para karyawan yang tergabung di SPN. Mereka kemudian mengajukan perundingan bipartit pada 1 Agustus 2022. Untuk membahas PHK tiga orang pengurus PSP SPN atas nama:
- Julius Rerung
- Amirulloh
- Akhmad Ali
Namun perundingan tidak terjadi karena pihak perusahaan menolak menemui pengurus PSP SPN PT. GNI.
PT. GNI Terus Menolak Perundingan
Pada Kamis 11 Agustus 2022 SPN PT GNI menggelar rapat penyusunan pengurus karena hampir seluruh pengurus di PHK perusahaan.
Usaha PSP SPN PT. GNI untuk mengajukan perundingan bipartit soal PHK lewat surat 16 September 2022 bernomor B007/PSPSPN/PT. GNI/IX/2022 kembali ditolak perusahaan.
“Pada tanggal 15 September 2022 Pimpinan Perusahaan PT. GNI melalui HRGA Superintendent menyampaikan tidak dapat memenuhi permintaan PSP SPN PT. GNI karena yang menyurati bukanlah karyawan yang aktif,” tulis DPP SPN.
Pada 19 September 2022 PSP SPN PT. GNI mengirim surat ke Kapolres Morowali yang berisi rencana menggelar aksi unjuk rasa dan mogok kerja sepanjang 22-24 September 2022. Dalil unjuk rasa itu karena tidak adanya perundingan bipartit pasca-PHK dan pemutusan kontrak.
Dalam aksinya para pekerja menuntut:
1) Menuntut Perusahaan agar wajib menerapkan prosedur K3 sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
2) Menuntut perusahaan wajib menyediakan APD lengkap kepada pekerja sesuai standarisasi jenis pekerjaanya atau resiko kerja di lokasi kerja tersebut.
3) Menuntut perusahaan segera membuat peraturan perusahaan.
4) Stop pemotongan upah yang bersifat tidak jelas.
5) Stop PKWT untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
6) Menuntut perusahaan agar mempekerjakan kembali karyawan (Anggota SPN) yang di-end kontrak sebagai akibad dari mogok kerja sebelumnya.
7) Menuntut perusahaan agar memasang sirkulasi udara di setiap Gudang atau smelter agar tidak berdebu.
8) Menuntut perusahaan agar memeperjelas hak-hak yang telah diberikan kepada keluarga almarhum Made, dan almarhum Nirwana Selle sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Perusahaan Minta Disnaker Cabut Izin PSP SPN
Sepanjang jalannya demonstrasi sempat terjadi dialog antara Bupati Morowali Utara, Serikat Pekerja, dan pengusaha.
Namun dialog itu tidak menghasilkan keputusan apa. Yang terjadi justru perusahaan meminta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Morowali Utara mencabut izin PSP SPN PT GNI dengan dalih pengurus bukan lagi karyawan.
“Selanjutnya dinas setempat menyarankan untuk mendaftarkan kembali kepengurusan serikat pekerja SPN PT. GNI,” tulis DPP SPN.
Pada 2 September 2022 PSP SPN PT. GNI menyampaikan surat laporan ke Menteri Ketenagakerjaan, Komisi IX, Kadisnaker, Bupati Morowali Utara, dan Komisi II DPRD Kabupaten Morowali Utara yang berisi kondisi kerja dan hubungan kerja antara para karyawan dan pihak perusahaan PT. GNI.
Surat itu juga berisi tujuh tuntutan:
- Meminta agar diterapkannya Sistem Manajemen K3 sesuai dengan ketentuan Perundang – Undangan yang berlaku.
- Menuntut Perusahaan agar wajib menyediakan APD lengkap kepada pekerja sesuai standarisasi jenis pekerjaanya atau resiko kerja di lokasi kerja.
- Stop PKWT untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
- Stop pemotongan upah yang bersifat tidak jelas.
- Menuntut perusahaan agar segera membuat peraturan perusahaan.
- Menuntut perusahaan agar memasang sirkulasi udara di setiap smelter.
- Menuntut perusahaan agar mempekerjakan kembali karyawan (Anggota SPN) yang diend kontrak sebagai akibat dari mogok kerja sebelumnya.
Pada 10 Januari 2023 dilaksanakan pertemuan di ruang rapat Kepala Dinas Tenagakerja Morowali Utara yang melibatkan PSP SPN PT. GNI, pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kepolisian dari Morowali Utara, dan pimpinan perusahaan.
Rapat membahas rencana mogok para pekerja.
Hasil kesepakatan dalam pertemuan tersebut adalah:
- Atas permintaan pimpinan PT. GNI maka pertemuan disepakati akan dilaksanakan Kembali pada hari Jum’at tanggal 13 Januari 2023, pukul 14.00 Wita bertempat di kantor Dinas Nakertrans Kabupaten Morowali Utara.
- Apabila pertemuan tersebut tidak dihadiri oleh pimpinan PT. GNI (HO HRD PT. GNI) maka pertemuan dianggap gagal berunding sehingga aksi mogok kerja akan tetap dilanjutkan.
Beredar Informasi TKA Serang TKI
Pada 13 Januari 2023 rapat antara PSP SPN PT GNI dan perusahaan tidak membuahkan kesepakatan.
Setelah pertemuan tersebut para pengurus PSP SPN PT. GNI melakukan pertemuan dengan anggota dan memutuskan melakukan aksi pada tanggal 14 Januari 2023.
Siang hari antara jam 12.00 – 13.00 WIB tanggal 14 Januari 2023 pekerja yang melakukan mogok kerja mendapatkan informasi bahwa ada anggota/pekerja yang akan melakukan mogok dihadang.
Bahkan ada yang dipukul dan diserang dengan menggunakan besi sehingga terjadi keributan di dalam lokasi perusahaan.
Pada 17.00 Wita PSP SPN PT. GNI dengan didamping Kapolres Morowali Utara, Kasat Intel memberitahuan bahwa mogok kerja tanggal 14 Januari 2023 telah diakhiri sesuai ketentuan yang ada dengan menggunakan TOA milik pihak kepolisian.
17 TKI Jadi Tersangka
Sebanyak 17 orang TKI ditetapkan sebagai tersangka kerusuhan di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI).
"Iya, semuanya TKI (tenaga kerja Indonesia)," kata Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Pol. Didik Supranoto di Palu, Rabu.
Didik menjelaskan dari 71 orang yang diduga terlibat, 31 orang telah menjalani pemeriksaan dan 17 orang dinyatakan terbukti melakukan perusakan fasilitas perusahaan.
Ia mengatakan penetapan tersangka setelah dilakukan pengembangan penyidikan di mana 16 di antaranya dijerat Pasal 170 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara, sedangkan satu orang lainnya dijerat Pasal 187 ke 1e KUHP dengan ancaman 12 tahun penjara.
"Dari 31 orang yang diperiksa, 14 orang dinyatakan tidak terbukti melakukan perusakan," ujarnya.
Selain itu, papar dia, polisi memeriksa enam orang tenaga kerja asing (TKA) yang diduga terlibat bentrok.
Terkait jenazah korban yang meninggal dalam peristiwa tersebut, katanya, sudah diserahkan kepada pihak keluarga, khususnya jenazah TKI inisial MS (19) untuk dikebumikan di kampung halamannya.
"Sedangkan jenazah TKA Mr XE (30) asal China telah diserahkan kepada perwakilan utusan Kedutaan Besar China yang rencananya jenazah akan dikremasi di Kota Makassar, Sulawesi Selatan," ujarnya.
Kapolri menyebut kerusuhan ini dipicu oleh massa demonstrasi yang memprovokasi pekerja untuk melakukan mogok.